ilustrasi |
Kabarnusa.com – Diperkirakan ada sekira Rp250 trilun pajak rokok di pusat mengendap di sejumlah bank dan tidak dimanfaatkan dengan baik oleh pemerintah.
Pajak yang dihimpun dari para perokok itu, mestinya bisa digunakan untuk pencegahan dan promosi kesehatan.
Pejabat dari Direktorat Pendapat Daerah Kementerian Dalam Negeri Yandiman bersama peneliti dari Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Abdillah Ahsan Jumat 7 Agustus 2015.
Menurut Yandiman, pemanfaaatan dana pajak rokok, sebagaimaa diatur dalam Peraturan Pemerintah No 109 Tahun 2012 di mana minimal 50 persen dana tersebut dipakai untuk mendukung program kesehatan.
Sesuai aturan maka dana pajak rokok itu, bisa dimanfaatkan baik oleh provinsi maupun kabupaten dan kota.
“Jadi sebaiknya dana itu diutamakan untuk dana pencegahan bukan hanya bagi yang pesakitan,” ucap Yandiman.
Wakil Kepala Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Abdillah Ahsan menambahkan jika pajak cukai rokok yang dipungut pusat dan kemudian dikembalikan ke daerah itu sehingga harus dimanfaatkan semaksimal mungkin bagi kepentingan masyarakat utamanya bidang kesehatan.
Harus diingat, bahwa pajak rokok mencapai Rp 11 Triliun lebih tiap tahunnya itu sejatinya yang besar berasal dari masyarakat perokok.
Jadi, bukan dari perusahaan pabrik rokok. Itu duit rakyat yang berumber dari masyarakat yang perokok. Jangan sampai masyarakat berterima kasih pada pabrik rokok,” ungkapnya.
Menurutnya, sepanjang dimanfaatkan untuk hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan dalam arti luas termasuk apsek pencegahan dan pengendalian tembakau, hal itu tidaklah menjadi masalah.
Pemerintah kabupaten dan kota diminta jangan takut memanfaatkan dana pajak cukai rokok yang cukup besar itu untuk mendanai program kegiatan bidang kesehatan termasuk untuk kegiatan pengendalian tembakau.
Kata dia, pajak rokok untuk di Bali mencapai 213 miliar.
“Persentase perokok di Bali paling rendah dibanding daerah lain sekitar 30 persen dan perokok tertinggi di NTT dimana hampir 50 persen masyarakatnya perokok,” pungkasnya. (kto)