![]() |
CEO PT Ultra Indoenesia Yustinus Agung Nugroho saat memberikan materi di FoodStarupIndonesia (FSI) di Nusa Dua,Badung/foto:Kabarnusa |
Mangupura – CEO PT Ultra Indoenesia Yustinus Agung Nugroho mengingatkan
para pelaku startup atau usaha rintisan untuk membangun ekosistem guna
pengembangan bisnis ke depan.
Agung menyampaikan itu di hadapan 100 peserta terdiri dari para startup di
Tanah Air dalam acara FoodStarupIndonesia (FSI) yang digelar Kementerian
Pariwisata Ekonomi Kreatif di Sofitel Nusa Dua Badung, Kamis 15 Oktober 2020.
Para peserta merupakan startup kuliner ini terpilih setelah melalui berbagai
penilaian dan kali ini kegiatan dihelat di Bali setelah sebelumnya di
Yogyarakta.
Agung, memaparkan data, akibat pandemi Covid-19 yang berkepanjangan ini, telah
membawa dampak serius terhadap kelangsungan usaha sekira 5,9 juta pengusaha
kuliner di Tanah Air.
Jumlah itu, bisa lebih karena banyak juga pengusaha kuliner yang tidak
terdata.
Artinya, jika pelaku Startup merasa tidak bisa berkembang bisnisnya, tidak
masalah karena bukan hanya mereka saja yang mengalami namun cukup banyak
pengusaha lainnya yang ditimpa masalah yang sama.
“Yang kedua, ekosistem, kalau pelaku startup merasa kalah bersaing dengan
perusahaan-perusahaan besar, itu benar, tetapi ingat sejak duduk di bangku TK
diajari, bersatu kita teguh bercerai kita runtuh, sehingga sesama pengusaha
startup agar bersatu berkolaborasi,” serunya.
Karena itu, ekosistem harus dikenali lebih dahulu. Setiap usaha apapun
jenisnya, butuh apa yang dinamakan ekosistem. Untuk itu, pelaku startup jangan
terlalu terjebak hanya duduk di belakang kompor atau produksi. Tetapi
bagaimana memikirkan ekosistem.
Manager yang suskes itu, kata Agung adalah yang nganggur demikian juga owner
yang sukses adalah yang nganggur. “Tetapi nganggurnya untuk memikirkan, jangan
lupa bahwa kita punya bisnis, punya PR untuk membangun ekosistem,” katanya
menegaskan.
Jika terlalu sibuk hanya berkutat pada aspek produksi, distribusi hingga
marketing lantas siapa yang akan mengurus ekosistem.
Dia melanjutkan, setelah memiliki jaringan, kenalan dan ekosistem lantas apa
yang mesti disiapkan startup. Tak lain, memiliki mainset, sebagai orang yang
terbuka dan selalu ingin maju.
“Intinya, kita punya niat tulus untuk bisa memberi impact atau dampak bagi
orang lain,” Agung menandaskan.
Agar bisa membangun ekosistem, kolaborasi dan melakukan impact sekecil apapun
atau seluas apapun maka bisnis startup itu tidak bisa meninggalkan data driven
atau menjadikan data sebagai referensi.
Dalam kesempatan sama, pembicara lainnya Direktur PT MBrio Tekindo Wida
Winarno lebih banyak memotivasi peserta dan berbagi pengalaman bisnis seperti
membangun usaha kuliner produk tempe.
Dalam startup diperlukan usaha terus menerus, berinovasi tak kenal lelah.
Bagaimana produk yang dijual konsumen, benar-benar memberikan jaminan bagi
pelanggan.
Wida mencontohkan produk tempe yang diolah secara hygienes dengan berbagai
macam kreativtas olahan bisa memberikan nilai tambah. Dia juga menekankan
pentingnya membangun kolaborasi dengan startup lainnya sehingga memiki
kekuatan lebih.
Diketahui, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan
Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf/Baparekraf) menggelar puncak Food Startup
Indonesia (FSI) MMXX bagi 100 finalis.
Semua finalis FSI hadir pada acara puncak Demoday FSI di Bali, 12-15 Oktober
2020. Kegiatan puncak dilaksanakan Deputi Bidang Industri dan Investasi
melalui Direktorat Akses Pembiayaan bekerjasama dengan Ultra Indonesia.
Pelaksanaan Demoday saat pandemi, merupakan tahapan yang dinantikan setelah
berjuang sejak bulan April 2020. Pada tahap ini seluruh finalis mengikuti
seluruh rangkaian kegiatan Demoday seperti direct mentoring, business
coaching, akses permodalan dan pemasaran.
Saat mentoring, FSI menghadirkan puluhan narasumber yang mempunyai expertise
di bidang kuliner, bisnis serta ekosistemnya.
Beberapa mentor sebelumnya pelaku UMKM yang sudah sukses, seperti Sano
Superfood (Eka Seafood Indonesia), Donny Wangke (Sano Superfood) dan Nilamsari
(Sari Kreasi Boga). (rhm)