RKUHP Berpotensi Serang Privasi Warga, Ancam Sektor Pariwisata Bali

Beberapa pasal dalam RKUHP yang mendapat sorotan tajam adalah pasal 417, 419 dan 420 yang bisa berujung pada pasal karet, sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum. Pada gilirannya akan memengaruhi kondisi ekonomi, khususnya di Bali.

11 Desember 2021, 07:56 WIB

Selain itu, memengaruhi reputasi. Maraknya penggerebekan oleh organisasi masyarakat maupun aparat penegak hukum, otomatis menurunkan popularitas dan nama baik hotel dan industri pariwisata. Kriminalisasi akan memberi legitimasi bagi tindakan-tindakan ormas atau kelompok lainnya yang menyatakan bahwa perbuatan ini dilarang

Demikian juga dapat mengurangi ketertarikan Warga Negara Asing untuk berkunjung. Australia pada September 2019 lalu mengeluarkan travel advice untuk warga negaranya yang berkunjung ke Indonesia, dengan mempertimbangkan adanya RKUHP.

Adanya standar moral baku yang membuat turis asing enggan berkunjung. Bali Tourism Board pada September 2019 lalu telah menyatakan kekhawatirannya, karena kecenderungan saat itu wisawatan beralih ke Thailand yang lebih melindungi privasi wisatawan.

AFPI Luncurkan Logo Baru, Evolusi Industri Fintech Tingkatkan Inklusi Keuangan

Persyaratan menginap akan dipersulit. Dengan diberlakukannya ketentuan hukum seperti ini, maka pihak hotel akan dibayang-bayangi upaya mencegah terjadi tindak pidana, sehingga mereka dapat saja menghadirkan persyaratan menginap yang lebih banyak.


Dicontohkan saat ini terdapat hotel syariah yang menawarkan halal tourism menerapkan serangkaian persyaratan menginap, mulai dari kartu nikah, foto bersama keluarga, bahkan ada pula yang menghakimi ekspresi seseorang hanya dari tampilan luarnya.

Walaupun dengan persyarakat yang diperketat, pada intinya pun, pihak hotel juga tidak bisa memastikan ada/ tidaknya perbuatan zina pada tamu-tamu hotel, namun mereka telah dibebankan kewajiban yang tidak perlu.

Presiden Tegaskan Pembukaan Pariwisata untuk Mancanegara Bangkitkan Ekonomi Bali

Tidak hanya berkaitan dengan extra marital sex dan hidup bersama sebagai suami istri, pasal lainnya yang mengintrusi ruang privat adalah Pasal 420 RKUHP yang mengkriminalisasi perbuatan cabul dengan adanya unsur tindak pidana “sama jenis kelaminnya.

Jika melihat perjalanan pasal ini, intensi perumusannya menyasar kelompok masyarakat dengan orientasi seksual berbeda.

Sorotan lainnya pada Pasal 420, Setiap orang yang melakukan perbuatan cabul terhadap orang lain yang berbeda atau sama jenis kelaminnya:

Terbukti Membantu Pariwisata Bali, BTB Bantah WFB Jadi Penyumbang Kenaikan Covid-19

1) di depan umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori III. 2) secara paksa dengan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun. 3) yang dipublikasikan sebagai muatan pornografi dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun.

Sekalipun memuat dengan 3 syarat perbuatan, namun dengan adanya unsur “sama jenis kelaminnya” menimbulkan kekhawatiran bagi kelompok orientasi seksual yang berbeda, yang tak sedikit juga merupakan wisatawan di Indonesia.

Permasalahan pasal-pasal di atas dalam RKUHP yang mengintrusi ruang privat juga terkait dengan pasal lainnya dalam RKUHP, yaitu Pasal 2 tentang kriminalisasi berdasarkan Hukum yang Hidup di dalam Masyarakat/ Living Law, dengan bunyi:

BTB Dukung Inisiatif The Forge Gastropub & ShiShi Nightclub Bali Cegah Penyebaran Covid-19

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) tidak mengurangi berlakunya hukum yang hidup dalam masyarakat yang menentukan bahwa seseorang patut dipidana walaupun perbuatan tersebut tidak diatur dalam Undang-Undang ini.

Penerapan pasal ini, seseorang dapat dihukum/dipidana atas dasar “hukum yang hidup dalam masyarakat”. Dalam penjelasan RKUHP tersebut, hukum yang hidup di masyarakat akan didasarkan pada Peraturan Daerah yang akan dikompilasikan. Seringkali aturan di masyarakat dan di tingkat daerah mendiskriminsasi kelompok tertentu misanya perempuan dan kelompok minoritas seksual.

Berdasarkan data Komnas Perempuan pada 2018 terdapat 421 Peraturan Daerah diskriminatif terhadap perempuan, yang melarang perempuan untuk tidak keluar pada malam hari atau mengatur cara berpakaian perempuan. Berdasarkan data Arus Pelangi (2018), terdapat 6 kebijakan diskriminatif terhadap kelompok minoritas seksual seperti LGBT.

Masalah-masalah RKUHP di atas berbanding terbalik dengan berhasilnya pembangunan suatu daerah, terutama daerah yang bergantung pada sektor pariwisata. Kondisi pandemi Covid-19 saat ini, pariwasata merupakan salah satu sektor yang paling terdampak. Munculnya perdebatan dan ketidakpastian dalam RKUHP tentu saja akan mengakibatkan sektor pariwasata makin menderita. ***

Berita Lainnya

Terkini