![]() |
Almarhum Aldy Surya Athori saat mengisi waktu luang dengan mengaji Al Quran |
TABANAN – Almarhum Aldy Surya Athori (18), santri yang meninggal tenggelam saat mandi di sungai Yeh Panahan, Tabanan, Minggu (23/4/17) sore, jenazahnya telah dikuburkan di pemakaman muslim Tunggal Sari, Tabanan, Bali, Senin (24/4/17) pagi.
Sebelum meninggal, ternyata almarhum pernah membuat status di halaman Facebook (FB) nya tertanggal 31 Agustus 2016. Status FB-nya tentang kecintaannya kepada ibu kandungnya tersebut diberi judul “Surga di Kaki Pahlawanku” yang mampu membuat para pembacanya merasa trenyuh dan menangis.
Baca sebelumnya : Seorang Santri Ditemukan Tewas Tenggelam di Sungai Yeh Panahan
Inilah status lengkap almarhum Aldy Surya Athori di FB yang mampu membuat pembacanya menangis sedih :
“Setiap kita adalah anak yang dilahirkan oleh seorang ibu. Semua ibu pasti menginginkan anak-anaknya cerdas, berwawasan luas, bertingkah laku baik, berkata sopan dan kelak suatu hari anak-anak mereka akan memiliki nasib yang lebih baik dari segi aspek kedewasaan pikiran, kondisi ekonomi, agama maupun status sosial.
Tidak peduli seberapa besar tenaga dan uang yang dihabiskan demi mengantarkan anak-anaknya ke pintu gerbang kesuksesan dan kebahagiaan. Sejatinya, seorang ibu tidak mengharapkan imbalan sedikitpun dari anak-anaknya. Akan tetapi faktanya, ada ungkapan yang mengatakan kasih ibu sepanjang masa, kasih anak sepanjang jalan. Ungkapan ini tidaklah berlebihan karena begitulah kebanyakan pada kenyataannya.
Tidak mungkin ada pelopor negara seperti Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta tanpa seorang ibu yang hebat. Begitu juga dengan ibuku yang kuat dan hebat. Walaupun ibuku hanya lulusan SMA, tetapi ibuku bisa menyekolahkan 3 anaknya ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi dari apa yang ia rasakan.
Aku dan adikku sedang duduk di bangku kelas 3 SMA, bahkan kakakku telah lulus dari Universitas Indonesia. Karena tuntutan biaya pendidikan yang mahal, ibuku yang seorang wanita karier, harus bekerja hingga larut malam.
Ibuku tidak pernah bosan menasihati agar aku menjadi anak yang baik, berguna bagi agama, negara, dan keluarga. Kenakalan apapun yang kulakukan tidak ditanggapinya dengan amarah. Permintaan ibuku hanya agar aku menjadi anak yang baik.
Satu hal yang kelihatannya sangat mudah untuk dijalani, tetapi tentu sulit bagi seorang remaja seumuranku. Tetapi akan kucoba dan aku berjanji untuk mengubah semua sifat burukku.
Aku teringat nasihat guruku bahwa surga berada di bawah telapak kaki ibu. Surga yang telah aku kotori dengan banyak kenakalan dan kuhancurkan dengan tangisan sedih ibu. Akan aku bersihkan dan aku bangun kembali surga yang telah hancur itu dengan mengubah pemikiran dan tindakan bodohku.
Aku ingin menghapus air mata ibuku, menggantinya dengan senyum yang ikhlas, bukan senyuman pura-pura untuk menutupi kesedihannya.
Membuat ibuku bahagia adalah impianku yang belum tercapai. Aku berharap bisa membahagiakannya, sebelum semuanya terlambat. Aku tidak ingin menyesal di akhir dan ingin menggunakan kesempatanku sebaik mungkin.
Apabila waktu telah memanggil nanti, apalah dayaku, aku tidak akan bisa bercengkrama dengannya. Ibuku adalah pahlawan hidupku yang tidak akan tergantikan hingga aku menutup mata.” (gus)