![]() |
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti/humas kkp |
Jakarta – Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menegaskan keberadaan Satuan Tugas Pemberantasan Penangkapan Ikan Secara Ilegal (Satgas 115) berkontribusi positif terhadap sumber daya kelautan dan perikanan Indonesia.
Susi yang juga menjabat sebagai Komandan Satuan Tugas Pemberantasan Penangkapan Ikan Secara Ilegal (Satgas 115) menginginkan agar upaya pemberantasan illegal, unreported, and unregulated fishing (IUU Fishing) tetap menjadi prioritas kerja di masa pemerintah mendatang.
“Saya berharap, ini bukan Rakornas terkahir untuk Satgas 115 itu sendiri untuk periode pemerintahan selanjutnya,” ungkap Menteri Susi saat membuka Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Satgas 115 di kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Selasa (17/9/2019).
Rakornas ini , lanjut Susi, menjadi wadah untuk meninjau kembali perjalanan Satgas 115 dalam memberantas IUU Fishing selama 4,5 tahun terakhir.
Satgas 115 adalah Satgas pertama yang dibentuk oleh Presiden Joko Widodo dalam penanggulangan IUU Fishing yang terdiri dari KKP, TNI AL, Bakamla, Kejaksaan Agung, dan Polair.
“Ini adalah kesempatan tiga hari yang baik untuk melakukan reviewing, kilas balik, melihat kembali apa yang telah kita lakukan bersama di sini,” ujarnya.
Pelaksanaan untuk menyatukan aksi di awal terbentuknya Satgas 115 tidaklah mudah. Banyak tantangan yang harus dihadapi. Namun, hal tersebut dapat dilalui dengan menyamakan visi dari berbagai instansi dalam Satgas 115.
“Kita telah berhasil menyatukan visi dan aksi dalam kepemimpinan Presiden Joko Widodo. KKP, TNI AL, Polair, Kejaksaan Agung, Bakamla, dan dibantu oleh semua civil society yang peduli dengan kedaulatan pengelolaan sumber daya kelautan,” katanya menegaskan.
Dengan kontribusi posifif Satgas 115 terhadap sumber daya kelautan dan perikanan Indonesia, Menteri Susi mengingkan agar ekspor perikanan terus menerus meningkat tanpa harus bergantung pada armada-armada kapal perikanan asing.
“Buktikan Indonesia dapat membangun armada-armada baru. Pajak sektor perikanan kita sudah naik dari Rp800 miliar di tahun 2014 jadi Rp1,6 triliun di tahun 2018. PNBP sektor perikanan kita juga naik dari Rp300 miliar pada tahun 2014 menjadi Rp1 triliun pada tahun 2018.
Neraca perdagangan perikanan Indonesia juga menjadi nomor 1 di Asia Tenggara pada tahun 2015-2016. Hal ini adalah berkat komitmen dan ketegasan Satgas 115 yang telah memberikan efek jera kepada pelaku IUU Fishing,” tandasnya.
Dia berpesan agar seluruh lini aparat penegak hukum yang tergabung dalam Satgas 115 sebagai ASN yang akan terus berada dalam pemerintahan di masa mendatang terus bersinergi menjaga kedaulatan laut Indonesia.
Menurutnya, hal ini penting karena perang di masa mendatang akan mengarah pada kecukupan pangan. Oleh karena itu, sumber daya alam, terutama di bidang perikanan harus dijaga keberlanjutannya.
“Saya mengingatkan kembali kepada Bapak/Ibu semua, terutama yang datang dari instansi TNI AL, KKP, Kejaksaan, Bakamla, Polair.
Anda akan terus berada di sana, terus mempunyai kewajiban dan komitmen yang harus terus dijaga untuk memastikan sumber daya perikanan ini cukup dan terus ada untuk generasi yang akan datang,” katanya mengingatkan.
Kepala Bakamla Laksdya Taufiqoerrochman berpesan agar seluruh instansi dalam Satgas 115 berupaya bersama dengan menggunakan peralatan masing-masing tanpa melekatkan egoisme sektoral/kelembagaan.
“Saya berpesan dalam Rakornas ini, mari kedepankan ketulusan kita demi kepentingan bangsa dan negara,” ujarnya.
Untuk memperkuat penanganan terhadap tindak pidana yang terorganisir tersebut, Koordinator Satgas 115 Mas Achmad Santosa yang akrab dipanggil Otta menyatakan, kerja sama internasional dalam penegakan hukum ke depannya harus terus ditingkatkan.
“Salah satu upaya yang bisa kita lakukan ialah dengan membentuk kesepahaman antar negara terkait dengan transnational organized crime (like-minded countries). Kita juga harus meningkatkan efektivitas dalam penanganan kasus, terutama terkait dengan data dan information sharing,” ucapnya.
Hal itu perlu dilakukan agar penegakan hukum dapat menjerat aktor intelektual (beneficial owner) tindak pidana yang berada di luar yurisdiksi negara.
“Sejalan dengan hal itu, selama ini kita telah membangun Global Fishing Network untuk memberantas IUU Fishing. Perhatian dunia internasional terhadap isu IUU Fishing pun terus meningkat,” tambah Otta.
Beberapa global network yang telah terbentuk untuk mendorong aksi global (global action) tersebut ialah Friends of Ocean Action, Friends of Fisheries, High Level Panel for a Sustainable Ocean Economy, dan Fisheries Transparency Initiative (FiTI).
Selain itu, IUU Fishing juga terus menjadi bahasan dalam forum-forum global dan regional seperti G-20, APEC, dan UN Congress on Crime Prevention and Criminal Justice. (rhm)