Kabarnusa.com – Wacana untuk mengundang investor baru bergulir jika kisruh antara PT GAIN selaku menajemen Garuda Wisnu Kencana dengan ratusan pemilik toko Plaza Amata tidak bisa dituntaskan.
Menurut kuasa hukum pemilik toko Plaza Amata Putu Wirata Dwikora jika kisruh ini tidak bisa dituntaskan di mana PT GAIN tidak mau menghormati serta memenuhi tuntutan PT BI dan Plaza Amata, dia meminta Wakil Gubernur Bali Ketut Sudikerta, mempertimbangkan untuk mengundang investor lain.
“Kalau bisa gabungan investor putra daerah Bali yang berkomitmen menjaga nama besar GWK serta melindungi hak-hak pemilik toko yang notabene banyak putra-putri Bali,” katanya mengusulkan dihubungi wartawan Rabu (1/7/2015).
Bila PT GAIN ngotot mempertahankan temboknya yang dibangun tanpa melibatkan pemilik toko serta pihak terkait lainnya, lalu mengubah-ubah master plan GWK secara sepihak, sangat bisa dijadikan bahan pertimbangan untuk mengundang investor lain melanjutkan pembangunan GWK sesuai dengan konsep dan masterplan awal.
Diketahui, konsep GWK adalah kawasan pariwisata yang berbasis budaya, bukan kawasan real estate yang melulu bermotif ekonomi dan bisnis.
Karenanya, Wagub Sudikerta diminta memperjelas duduk soalnya dan tidak membiarkan investor PT GAIN mengatur-atur serta mengacak-acak masterplan awal, bahwa GWK punya visi dan misi budaya di dalamnya.
Munculya kisruh di GWK (Garuda Wisnu Kencana) memang sejak masuknya investor baru PT Alam Sutera Realty Tbk (PT ASR) sebagai pemilik saham mayoritas PT Garuda Adhimatra Indonesia (PT GAIN) tahun 2013 lalu.
Sejak masuknya PT ASR Tbk, pemilik toko yang sudah 13 tahun rugi karena patung GWK belum juga selesai dibangun, semakin dirugikan karena manajemen GWK membangun tembok tinggi di sisi timur dan barat kompleks pertokoan Plaza Amata, juga meninggikan badan jalan masuk ke arah kompleks pertokoan.
Kata Dwikora, peninggian badan jalan itu mempersulit bus dan mobil berchasis rendah untuk melintas di pintu masuk ke Plaza Amata.
Manajemen juga melakukan pelarangan secara tertulis untuk melakukan fit out dan menggunakan akses jalan di depan GWK, kecuali bersedia membayar sejumlah uang.
Sekedar mengingatkan, belum lama warga Banjar Adat Giri Dharma Desa Ungasan, sempat memblokir jalan masuk ke areal GWK, karena janji-janji memberi jalan Rurung Agung yang merupakan akses untuk ke setra tidak kunjung diberikan.
Anehnya, manajemen GWK justru memberikan akses Rurung Agung baru dengan menggunakan tanah milik pribadi Putu Antara tanpa memberitahu dan tanpa izin, dan berpotensi menjadi tindak pidana, karena bisa saja merupakan penyerobotan lahan.
Membangun di atas tanah orang lain dan memperjanjikannya untuk diserahkan pemanfaatanya sebagai pengganti Rurung Agung dengan Banjar Adat Giri Dharma, menunjukkan tindakan arogan.
“Apakah investor seperti ini layak ada di Bali, yang mengedepankan konsep Tri Hita Karana, sagilik-saguluk salunglung sabayantaka,” kata Made Dewantara Endrawan, SH, kuasa hukum lain dari PT BI dan Plaza Amata. (rhm)