Kontribusi Industri Kreatif Bali Tercatat 1,32 Persen dari Pangsa Pasar Nasional

22 Maret 2018, 07:18 WIB
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Bali Causa Iman Karana dalam FGD Pengembangan Ekonomi Kreatif Penggerak Industri Pariwisata Bali yang digelar Bank Mandiri Regional XI Bali Nusra di Denpasarr

DENPASAR-  Meski nilai ekspor industri kreatif di Bali cukup besar namun kontribusinya masih rendah sekira 1,32 persen dari total pangsa pasar industri kreatif nasional

Pengembangan sektor ekonomi kreatif agar dapat menjadi alternatif baru sumber pertumbuhan perekonomian Bali sangat bersandar pada Jalur distribusi dagang-el dan pengembangan riset .

Dua hal penting itu dinilai bisa mengatasi tantangan yang kini dihadapi oleh industri kreatif, yakni berupa derasnya serbuan produk-produk China ke Indonesia khususnya Pulau Dewata.

Demikian beberapa pandangan yang menjadi perhatian pada Focus Group Discussion (FGD) Pengembangan Ekonomi Kreatif Penggerak Industri Pariwisata Bali yang diadakan Bank Mandiri Regional XI Bali Nusra bersama Kantor Perwakilan Bisnis Indonesia Bali di Denpasar.

Hadir dalam diskusi tersebut Chief Economist Bank Mandiri Anton Hermanto Gunawan, Kepala Perwakilan BI Bali Causa Iman Karana, asosiasi UMKM, pengusaha jasa boga, asosiasi clothing, Apindo, konsultan industri kreatif dan pengamat ekonomi Universitas Udayana.

Kepala Perwakilan BI Bali Causa Iman Karana mengatakan kontribusi ekonomi kreatif Bali baru senilai US$0,25 milair atau hanya 1,32% dari total pangsa pasar industri kreatif nasional.

Pada 2015, ekspor ekonomi kreatif dari Bali mengalami peningkatan dari US$18,2 miliar menjadi US$19,4 miliar dengan dominasi produk fashion (56%), kriya (37%), kuliner (6%) dan lainnya (1%). Adapun negara tujuannya adalah Amerika Serikat (31,72%), Jepang (6,74%), Taiwan (4,99%).

Raihan itu mencatatkan Bali sebagai pengekspor produk fesyen peringkat 7 nasional dengan kontribusi sebesar nilai 0,86%.

Dia menyakini industri kreatif merupakan salah satu lapangan usahaa yang berpotensi dikembangkan sebagai sektor pertumbuhan baru ekonomi Bali.

“Mengacu peristiwa 2017 ketika bandara Ngurah Rai ditutup karena erupsi Gunung Agung, ekonomi Bali sangat rentan karena bergantung dengan satu sektor yakni pariwisata,” tutur Iman.

Industri kreatif di Bali harus light manufacturing, karena mengangkat visi Tri Hita Karana yakni menjaga keseimbangan antara Tuhan, alam, manusia.

“Peluang masih sangat besar tapi pasar dominan hanya 3 saja, padahal kita punya Timur Tengah, Eropa dan Bali sebenarnya sangat mudah go internasional,” paparnya.

Dalam pandangan Vice President Bank Mandiri Regional Bali dan Nusa Tenggara Hendra Wahyudi, masukan dari pelaku usaha kreatif tersebut diharapkan dapat menjadi bahan bagi Bank Mandiri untuk membantu pelaku industri kreatif khususnya di Pulau Dewata.

Pihaknya ingin menangkap apa yang menjadi kunci permasalahan dan sekaligus bisa memberikan solusi untuk pengembangan ekonomi kreatif di Bali.

“Potensinya sangat besar dan sudah sewajarnya dikembangkan,” sambung Wahyudi

Sementara Ketua Induk UMKM Bali Anak Agung Ngurah Mahendra mengatakan produk-produk industri kreatif dari China mengalir deras ke Bali dan Lombok.

Dalam sehari, perusahaan kargo miliknya menangani hingga 10 ton produk ke Bali sedangkan wilayah NTB dan NTT hingga 70 ton yang 80% diantaranya merupakan produk dari China.

Padahal gempuran produk China di pihak lain, juga belum mampu dihadapi para pelaku industri kreatif. Hingga saat ini belum ada solusi yang tepat untuk menghadapi permasalahan pelaku industri kreatif.

Mahendra mengatakan, Bali perlu memiliki lembaga riset yang tangguh. Dari lembaga riset itu nantinya permasalahan yang dihadapi industri kreatif yang ada di Bali dapat teratasi. Bahkan diyakini dapat bersaing dengan China.

“Kalau begini terus kita selesai kecuali kita bersama-sama menyatukan pikiran dengan civitas akadmik dengan diback dana yang cukup besar,” imbuhnya. (rhm)

Berita Lainnya

Terkini