KSP Pastikan Indonesia dan Malaysia Terus Berkomunikasi Terkait Persoalan PMI di Malaysia

Tenaga Ahli Kantor Staf Presiden Fadjar Dwi Wisnuwardhani memastikan, pemerintah Indonesia dan Malaysia terus melakukan komunikasi untuk membahas dan mencari jalan keluar atas persoalan penempatan Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Malaysia. 

25 Juli 2022, 00:08 WIB

Jakarta – Tenaga Ahli Kantor Staf Presiden Fadjar Dwi Wisnuwardhani memastikan, pemerintah Indonesia dan Malaysia terus melakukan komunikasi untuk membahas dan mencari jalan keluar atas persoalan penempatan Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Malaysia. 

Hal ini, menyusul keputusan pemerintah Indonesia terkait penghentian sementara penempatan PMI ke Malaysia sejak 13 Juli 2022 lalu. Keputusan itu, buntut dari pelanggaran MoU tenaga kerja yang dilakukan oleh negeri jiran. 

“Pada prinsipnya MoU antar dua negara harus dihormati dan dilaksanakan. Pelanggaran ini mencederai itikad baik pemimpin kedua negara, yakni Presiden RI dan Perdana Menteri Malaysia,” tegas Fadjar, di Jakarta, Minggu (24/7/2022). 

Bangkitkan Ekonomi Bali, Enam LPD Percepat Implementasi Merchant QRIS

Fadjar mengungkapkan, pasca penandatanganan MoU, Malaysia ternyata masih menggunakan sistem di luar SPSK, yaitu Sistem Maid Online (SMO). Sistem itu, ujar dia, menempatkan pekerja migran secara langsung dengan mengubah visa kunjungan menjadi visa kerja, termasuk bagi pekerja asal Indonesia. 

SMO yang berjalan ini, lanjut Fadjar, dikelola oleh Kementerian Dalam Negeri (KDN) Malaysia sendiri melalui Jabatan Imigresen Malaysia. 

“Sistem ini dinilai pihak Indonesia membuat pelindungan pekerja migran semakin rentan dan Pemerintah RI tidak memiliki data PMI,” sambungnya. 

WTI HKTI Diharapkan Dorong Perempuan Bali Olah Produk Unggulan

Kondisi tersebut, terang Fadjar, membuat pemerintah RI sulit memberikan perlindungan kepada PMI saat menghadapi berbagai persoalan. Seperti penahanan paspor oleh majikan, pemotongan gaji, dan tidak adanya kontrak kerja. 

“Karena aspek penegakan hukum yang lemah bagi pekerja asing yang tidak resmi di Malaysia,” tuturnya. 

Fadjar mengakui, Malaysia termasuk negara yang terpenting dalam penempatan PMI. Tercatat ada 1,6 juta PMI prosedural di Malaysia yang bekerja di sektor perkebunan, pabrik, dan domestik, yakni sebagai pekerja rumah tangga (PRT).

“Dengan jumlah tersebut, keberadaan PMI dalam stabilitas dan pembangunan ekonomi negara menjadi sangat signifikan,” jelasnya.

Diskominfos Bali Maksimalkan Medsos Sebarkan Risiko Kesehatan Rabies hingga PMK

Pada kesempatan itu, Fadjar juga meminta Kemnaker dan Kemlu mengkomunikasikan keputusan penghentian sementara kepada berbagai pihak di dalam negeri, terutama Calon PMI yang akan berangkat ke Malaysia. 

“Agar CPMI tidak salah persepsi atas keputusan pemerintah. Bahwa apa yang dilakukan pemerintah ini semata-mata demi melindungi PMI,” tutupnya. ***

Artikel Lainnya

Terkini