Jakarta – Pengamat energi dari Institut Energi Anak Bangsa (IEAB), T. Budi Utomo, mempertanyakan langkah penggeledahan yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dalam perkara dugaan korupsi pengelolaan minyak mentah bagian negara (Crude Oil atau Ceri).
“Penggeledahan tersebut seharusnya dilakukan di Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), karena lembaga tersebut adalah pihak yang secara langsung bertanggung jawab atas pengelolaan dan penjualan minyak mentah negara”, kata T. Budi Utomo dalam keterangan tertulisnya (11/2).
Ia pun menyatakan keherannya. Sebab, secara hukum, SKK Migas adalah institusi yang memiliki kewenangan operasional dan administratif dalam pengelolaan Crude Oil, bukan Kementerian ESDM.
“Jika ada dugaan tindak pidana, logikanya, investigasi harus berfokus pada lembaga pelaksana, bukan pada kementerian yang hanya berperan dalam regulasi dan kebijakan,” kata T. Budi Utomo.
Ia menambahkan bahwa pengelolaan minyak mentah bagian negara diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.
“Dalam regulasi tersebut, SKK Migas adalah satu-satunya lembaga yang bertanggung jawab melaksanakan pengawasan, pengelolaan, serta penjualan minyak mentah dan gas bumi hasil produksi kontraktor kontrak kerja sama (KKKS)”, ujarnya.
Lebih lanjut, Ia menjelaskan jika kita merujuk pada PP 35/2004 dan UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, jelas bahwa SKK Migas adalah pelaksana teknis.
“Kementerian ESDM hanya berfungsi sebagai regulator dan pengawas kebijakan umum di sektor energi. Maka, dugaan pelanggaran administrasi atau pidana mestinya ditelusuri langsung di SKK Migas,” tegasnya.
T. Budi Utomo melanjutkan bahwa dalam hukum pidana, asas legalitas menuntut penegak hukum untuk bertindak berdasarkan fakta hukum yang relevan dengan subjek yang diperiksa.
“Penggeledahan di Kementerian ESDM berpotensi menimbulkan persepsi keliru di publik, seolah-olah kementerian tersebut merupakan pelaku utama dalam dugaan penyimpangan tersebut”, tandasnya.
Menurutnya, dalam Pasal 1 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menegaskan bahwa setiap tindakan hukum harus didasarkan pada bukti dan subjek hukum yang tepat.
“Jika dugaan penyimpangan terjadi di lapangan, maka subjek pertama yang diperiksa haruslah SKK Migas,” jelasnya.
Budi Utomo juga mengingatkan pentingnya menjaga proses hukum tetap obyektif dan akuntabel. Menurutnya, langkah penggeledahan yang kurang tepat sasaran justru bisa merugikan kredibilitas penegakan hukum itu sendiri.
“Kita tentu mendukung penuh upaya pemberantasan korupsi, terutama di sektor energi yang merupakan sumber utama penerimaan negara. Tetapi, penegakan hukum harus dilakukan secara cermat, profesional, dan sesuai prosedur hukum yang berlaku,” ungkapnya.***