Pertama Dikenalkan ke Publik, Puluhan Lukisan Keluarga Luna Maya Dipamerkan di Galeri ZEN1 Bali

Direktur Galeri ZEN1 Bali, Nicolas Kuswanto mengatakan, pada pameran kali ini sangat spesial karena memilih koleksi spesial dipilih dari keluarga Uut dimana istrinya yaitu Desa, ibu Luna Maya, Tipi Jabrik, dan Dully yang juga ikut dipamerkan

Badung – Untuk pertama kalinya lukisan karya keluarga artis Luna Maya dipamerkan ke publik di Galeri ZEN1 Kuta Badung selama satu bulan mulai Senin 9 Desember 2024.

Mengusung tema ‘Double Flame’ pameran seni rupa menampilkan karya seniman Uut Bambang Sugeng atau ayahanda Luna Maya dan Sang kakak Sinaga Gaotama. Sinaga Gaotama, disapa Dully, adalah putra sulung Uut.

Uut Bambang Sugeng dilahirkan tahun 1951 di Yogyakarta oleh orang tua berdarah Cirebon dan Bojonegoro. Uut yang mempersunting Desa Maya Walltraud Maler Perempuan Austria, membuahkan dua putra dan satu putri.

Compress 20241210 154351 1885
Sejumlah karya seni rupa keluarga artis Luna Maya yang dipamerkan di Galeri ZEN1, Kuta/dok.kabarnusa

Dalam pameran ‘Double Flame’, sejumlah lukisan kertas terbaru Dully untuk mendampingi karya-karya ayahandanya.

Seri lukisan Dully bertema ombak dan tarian. Tema ini dijelajahi melalul figur-figur abstrak unik yang tampak dikonstruksi dari perpaduan kartun dan elemen ragam hlas. Figur-figur itu tampak begitu dinamis, seakan kegirangan menari bersama ombak diiringi musik riang.

Dunia selancar penuh kegembiraan dan kebebasan menginspirasi karya-karya Dully yang bernuansa ringan dan spontan. Seri lukisan mutakhir Dully mencerminkan tiga aspek yang sangat bermakna dalam kehidupan sang senimart selancar, musik, dan seni.

Compress 20241210 154351 1592
Luna Maya mewakili keluarga menerima lukisan karya Maestro Seni Rupa Made Wianta/dok.kabarnusa

Karya Dully tampak jauh berbeda dengan karya ayahnya. Dully tentu sering melihat karya ayahnya. Namun, la mengaku jarang bertemu dengan ayahnya. Dan hanya sekal la pernah melihat ayahnya melukis.

Ketika Uut masih hidup. Dully belum menekuni seni lukis, la tidak pernah mendapat bimbingan atau pun pengaruh langsung dari ayahnya dalam melukis

Menariknya, mungkin tanpa disadari oleh Dully, terlihat ada unsur yang mendekatkan karya sang ayah dan sang anak. Seperti lukisan Uut, lukisan Dully dicirikan oleh warna-warni cerah dan spontanitas kuat. Dully mengaku lukisannya tidak pernah berwarna gelap. Mungkin benar kata pepatah, ‘Darah lebih kental daripada air’.

Direktur Galeri ZEN1 Bali, Nicolas Kuswanto mengatakan, pada pameran kali ini sangat spesial karena memilih koleksi spesial dipilih dari keluarga Uut dimana istrinya yaitu Desa, ibu Luna Maya, Tipi Jabrik, dan Dully yang juga ikut dipamerkan.

Puluhan dari ratusan karya Uut Bambang Sugeng yang dipamerkan, kata Nicolas Kuswanto, menggambarkan era itu, melukis itu dengan konsep jujur apa yang dilihat.

“Semuanya simple life, kijadian sehari-hari. Waktu itu saya kaget sekali, saat diundang ke rumahnya melihat koleksi lukisan begitu komplit tentang story keseharian,” jelas Nico, sapaan Nicolas Kuswanto saat pembukaan pameran yang dihadiri kurator seperti Yudha Bantono dan penikmat seni rupa di Bali itu.

Saking cintanya, Ibu Desa menyimpan semua lukisan dan tidak menjualnya, serta tidak pernah dipamerkan.

Ini untuk pertama kalinya dipamerkan ke publik, karena menurut Ibu Desa jika tidak dipamerkan tidak akan ada yang mengapresiasi.

“Secara pribadi, ini adalah sebuah kehormatan dari Galeri Zen1 Bali dapat memamerkan koleksi ini,” tandas Nico.

Disela pembukaan pameran, juga diserahkan satu lukisan karya Maestro seni rupa Made Wianta yang diserahkan Ketua Wianta Foundation, Yudha Bantono kepada Luna Maya.

Luna Maya mengaku senang mendapatkan lukisan Made Wianta yang akan dipasang di kediamannya.

Lukisan Made Wianta itu, menjadi lukisan pertama kali yang akan dipasang di rumah Luna Maya selain ratusan lukisan karya Sang Ayah Uut Bambang Sugeng.

Diakui Luna Maya meski ayahnya seorang seniman seni rupa, namun dirinya tidak bisa melukis. Meski begitu, bagi Luna Maya, lukisan memiliki makna memberi arti penting bagi kehidupan manusia.

Pameran ‘Double Flame’ menandai momen pertama kali karya Uut tampil di hadapan publik seni rupa. Lukisan dan sketsa Uut memperlihatkan dengan jelas kepekaan artistik sang seniman dalam menangkap momen keseharian yang berlangsung sekejap dan tak terulang.

Menilik temanya, berpusat kehidupan sehari-hari. Subjek karyanya berkisar pada situasi dan peristiwa lumrah, sederhana dan saling dianggap remeh oleh kebanyakan orang sehingga kerap luput dari perhatian.

Sebut saja, lukisan orang duduk, figure berbaring, manusia tidur, orang mengobrol, pemandangan di balik jendela suasana di warung dan seterusnya.

Minat besar Uut terhadap kehidupan terlihat dari penggunaan warna-warni cerah serta garis dan bentuk ekspresif dalam penggambaran objek. Ketimbang merepresentasikan objek, karya-karya Uut tampak lebih memperlihatkan ‘spirit’ objek dan efek psikologis objek, Keakuratan tidak penting. Yang diutamakan adalah penghayatan dan penjiwaan.

Objek keseharian yang remeh oleh Uut terlahir kembali menjadi kehadiran estetis yang memancarkan daya hidup.

Demikian juga, karya anak sulung Uut, Dully yang mewarisi bakat seni ayahnya. Dully yang mencintai musik bersama adiknya, Tipl, bermain musik dalam kelompok The Gotham, la gitaris dan vokalis di band itu.

Dully juga gemar surfing sehingga giat mengejar ombak dan mengikuti kompetisi selancar di berbagai belahan dunia Antara lain, Prancis, Spanyol, Amerika Serikat, Jepang, dan sejumlah pesisir berombak besar di Indonesia seperti Nias. Lombok, dan Sumbawa. Namanya sempat bertengger di peringkat atas dalam sejumlah kompetisi selancar di Indonesia Australia, dan Amerika Serikat.

Segudang kegiatan sebagai peselancar membuatnya sering melancong kelling dunia. Bahkan, ketika ayahnya tutup usia pada 1996. Dully sedang berada di Hawail dalam kegiatan selancar.

Minat Dully di bidang seni rupa sudah muncul ketika la masih sangat muda. Di sela-sela kegiatan selancar, ketika tidak ada ombak, la suka membuat sketsa sambil mendengarkan musik untuk mengisi waktu luang di pantai.

Selepas SMA Dully bahkan sempat mendaftar di akademi seni rupa di Denpasar, tetapi tidak diterima. Akhirnya la belajar menggambar dan melukis secara autodidak,

Ketika usia dan staminanya sudah tidak memungkinkan lagi untuk terlalu giat berselancar, Dully memiliki banyak kesempatan untuk mengembangkan bakatnya sebagai perupa, la menjadi lebih fokus dan produktif menciptakan karya seni rupa.

Karya-karyanya telah ditampilkan dalam beberapa pameran tunggal di Bali dan Jakarta Lingkaran koleidor juga mulai tumbuh di sekitar karyanya. ***

Berita Lainnya

Terkini