![]() |
Ketua INW Budi Tanjung/ist |
Jakarta – Indonesia Narcotic Watch (INW) mengecam keras atas keputusan
Pengadilan Tinggi (PT) Banten dan keputusan Pengadilan Tinggi Jawa Barat yang
menganulir putusan vonis mati terhadap delapan terpidana mati terdakwa kasus
penteludupan narkoba.
Masih dalam suasana memperingati Hari Anti Narkoba Internasional (HANI) yang
jatuh pada tanggal 26 Juni 2021 kemarin, sindikat narkoba internasional telah
memberikan “kado” memalukan bagi dunia peradilan Indonesia.
Ketua INW Budi Tanjung ,menilai Keputusan kedua pengadilan tinggi tersebut
menunjukkan betapa dunia peradilan dan supremasi hukum di Indonesia masih
sangat buruk dan jauh dari nawacita Presiden Joko Widodo.
“Putusan Pengadilan Tinggi Jawa Barat dan Pengadilan Tinggi Banten tersebut
sangat-sangat memalukan dan melukai hati rakyat,” tandasnya dalam keterangan
tertulis, Minggu (27/6/2021).
Menurutnya, putusan ini juga merupakan tamparan keras dan penghinaan berat
terhadap instruksi Presiden Jokowi agar pelaku kejahatan narkoba dihukum
seberat-beratnya.
Kata Budi, seperti banyak kasus yang terjadi baik di luar maupun di dalam
negeri, bahwa para sindikat narkoba akan melakukan segala macam cara untuk
melancarkan bisnis haramnya. Terutama menyuap para penegak hukum.
Karenanyam INW meminta agar Komisi Yudisial segera memeriksa semua majelis
hakim termasuk panitera Pengadilan Tinggi Jawa Barat dan Pengadikan Tinggi
Banten yang menyidangkan perkara tersebut.
Pihaknya meminta PPATK untuk menelusuri aliran dana yang masuk ke rekening
para hakim, keluarga dan orang-orang dekatnya.
“INW mendunga kuat ada permainan atau dugaan suap di balik perubahan putusan
vonis mati menjadi 20 tahun. Bila perlu audit dan telusuri asal usul aset dan
kekayaan para hakim dan paniteranya,” Budi menegaskan.
Dikayaan, kejahatan narkoba termasuk salah satu kejahatan eksra ordinary
crime. Sehingga penanganannya juga tentu harus ekstra serius dan lebih keras.
Selama ini upaya pemberantasan narkoba di Indonesia terkesan hanya sekedar
retorika belaka.
“Anggaran pemberantasan narkoba yang begitu besar hanya terbuang sia-sia dan
nyaris tanpa hasil. Buat apa koar-koar soal komitmen penegakan hukum, tapi
kenyataannya masih banyak aparat penegak hukum masih bisa dibeli oleh para
bandar dan sindikat narkoba. Artinya hukum di negeri ini belum mampu
menimbulkan efek jera”.
Jika dalam pemeriksaan nanti para hakim yang menangani perkara tersebut
ditemukan indikasi pelanggaran, INW meminta agar mereka yang terbukti bersalah
agar dipecat dan diberikan sangsi hukum yang lebih berat.
Seringkali masalah pelanggaran hak asasi manusia (HAM) menjadi alasan ataupun
pertimbangan majelis hakim dalam menjatuhkan putusan di pengadilan. INW
sendiri sangat mendukung penegakan HAM.
Namun khusus dalam kasus narkoba sebagai kejahatan ekstra ordinary crime,
apalagi kasus dengan kategori skala besar, harusnya hakim membuat
pengecualian.
“Lebih baik mengeksekusi mati satu atau dua orang bandar besar narkoba dari
pada menjatuhkan vonis ringan terhadap bandar, dengan membiarkan jutaan
manusia yang mati akibat narkoba yang dijual oleh si bandar”.
DI sisi lain, INW menaruh prihatin terhadap pihak kepolisian khususnya
terhadap Satgas Merah Putih yang telah bersusah payah mengungkap dan
membongkar dua sindikat besar narkoba jaringan internasional tersebut.
INW juga berharap agar putusan kontroversi kedua pengadilan tinggi tersebut
tidak mengendorkan komitmen jajaran kepolisian maupun Badan Narkotika Nasional
dalam upaya memberantas peredaran dan kejahata narkoba.
Tingginya daya juang kepolisian serta besarnya anggaran dalam memberantas
narkoba tapi tidak direspon maksimal oleh pengadilan dan penegak hukum
lainnya. (rhm)