DENPASAR – Peniliti dan budayawan Ida Bagus Made Dharma Palguna banyak menelorkan karya-karyanya tetang pergulatan dan hakekat hidup manusia.
Kali ini, Bentara Budaya Bali (BBB) mengangkat Dialog Budaya, membincangkan peran intelektual dan pandangan kebudayaan Ida Bagus Made Dharma Palguna secara holistik di Sukawati, Gianyar, Jumat 11 Januari 2019.
Tajuk dialog adalah “Selampah Laku”, merujuk karya budayawan mumpuni Bali, Ida Pedanda Made Sidemen (1858-1984), yang juga menjadi guru batin dari IBM Dharma Palguna. Tampil pembicara, sahabat IBM Dharma Palguna, Dr. I Dewa Gede Palguna, dan “murid”-nya yang juga sastrawan Bali, I Gede Agus Darma Putra.
Keduanya menelisik buah perenungan IBM Dharma Palguna seraya menautkannya dengan fenomena kekinian yang bias antara dunia maya dan dunia nyata, sebagai akibat hadirnya era digitalisasi. Dialog dimaknai penampilan musikalisasi dan pembacaan puisi Ida Ayu Dampaty dan Gus Saka dari Laboratorium Studi Teater, serta Kelompok Sekali Pentas.
Dharma Palguna, akrab dipanggil Gus Pal, dilahirkan di Tabanan, Bali, 10 Januari 1962, menuju alam sunya (meninggal) 27 Oktober 2017 di Mataram. Diplebon pada tanggal 10 Desember 2017. Ngenteg Linggih 13 Desember 2017 di Pakubwan Watulumbang, Sweta, Mataram-Lombok.
Dalam hidupnya yang relatif singkat itu (1962-2017), Gus Palguna telah mewariskan kekayaan intelektual yang sangat sulit dan jarang dapat diberikan oleh intelektual Bali seusianya.
“Dengan perantaraan pena tajam yang tersurat dalam tulisan-tulisannya, Gus Palguna telah memberi terang perihal hakikat hidup manusia dalam “pertualangannya” dari dan kembali ke Asal, menurut cara pandang manusia Bali-Hindu, tanpa menggurui, tanpa menghakimi,” ungkap Dewa Gede Palguna.
Sedini masa kuliah di Fakultas Sastra Universitas Udayana, Dharma Palguna, terdepankan sebagai sosok yang kritis dengan pemikiran-pemikiran yang lintas batas dan cemerlang.
Tulisan-tulisannya di Bali Post kala itu (pertengahan 1980-an) merujuk sosok Sakuni, tidak hanya jenaka tapi juga mengandung ironi pada kenyataan sosial kultural Bali. Tidak heran bila skripsinya menyoal Roman “Bumi Manusia” dan sosok Pramoedya Ananta Toer, sesuatu yang masih tabu bahkan terlarang semasa Orde Baru tersebut.
Dewa Gede Palguna, yang bersahabat erat dengan IBM Dharma Palguna, mengungkapkan ia tidak tahu mengapa Gus Palguna memilih Sakuni, figur licik dan culas dalam itihasa Mahabharata itu, sebagai “juru bicara” buah pikirannya.
“Karakter tokoh Sakuni “versi” Post Kampus-nya Gus Palguna lebih merupakan sosok yang merepresentasikan karakter jahil namun kritis,” ucap Dewa Palguna. Ketertarikannya pada sastra Jawa Kuno dan klasik Bali mengantarnya melanjutkan kuliah S-2 dan S-3 hingga postdoctoral di Faculteit der Letteren, Rijksuniversiteit Leiden.
Selama kelana budayanya di Belanda dan benua Eropa serta negara-negara di benua lain membuahkan banyak buku. Karya-karya tersebut menggambarkan penjelajahan kreatif Dharma Palguna dan perenungan yang mendalam terhadap kehidupan berikut dinamika sosial budaya yang lintas zaman, serta menceminkan penghayatannya yang tinggi dan tekun pada spiritualitas.
Karya-karyanya bukan hanya catatan kebudayaan serta sikap kritisnya pada kenyataan sosial yang penuh paradoks akibat kehadiran globalisasi dalam masyarakat Timur, khususnya Bali, melainkan juga karya-karya berupa kumpulan puisi : Lawat-Lawat Suwung (1995) serta novel Shintany Rabbhana (2009).
Karya-karyanya yang lain diantaranya : Shiwaratri Dalam Padma Purana [1997], Ida Padanda Ngurah: Pengarang Besar Bali Abad ke-19 [1998], Dharma Sunya: Memuja dan Meneliti Shiwa [Ph.D Thesis, 1999].
Dharma Palguna aktif melakukan penelitan dan kajian terhadap persoalan-persoalan yang mengemuka di masyarakat, menggambarkan kepeduliannya yang tinggi pada ketidakadilan serta ketimpangan sosial. (rhm)