![]() |
Aplikasi Laut Nusantara semakin canggih dengan kemampuan mendeteksi keberadaan ikan-ikan bernilai ekonomi tinggi/Dok. Xl Axiata. |
Jakarta – PT XL Axiata Tbk (XL Axiata) dan Balai Riset dan Observasi
Laut (BROL) – Pusat Riset Kelautan, Kementerian Kelautan dan Perikanan
Republik Indonesia memiliki fitur baru dalam aplikasi yang mampu pendeteksi
keberadaan ikan Tuna Sirip Kuning, Tuna Sirip Biru, dan Albacore.
Kini, aplikasi Laut Nusantara semakin canggih dengan kemampuan mendeteksi
keberadaan ikan-ikan bernilai ekonomi tinggi. Ketiganya adalah ikan bernilai
ekonomi tinggi dan menjadi primadona di pasar dunia.
Fitur baru ini sudah bisa dimanfaatkan para nelayan sejak Juli 2021. Chief
Corporate Affairs Officer XL Axiata, Marwan O Baasir menyatakan pihaknya terus
berupaya meningkatkan fungsi dan manfaat dari aplikasi Laut Nusantara ini.
“Visi kami jelas, yaitu membantu para nelayan Indonesia untuk mampu produktif
dan aman dalam bekerja sehingga akan meningkatkan kualitas hidup mereka,”
tandasnya dalam siaran pers diterima Kabarnusa.com, Minggu (17/8/7/2021).
Apalagi, BROL memiliki semua kompetensi dibutuhkan memperkaya manfaat aplikasi
ini, dengan data-data hasil riset yang melimpah, dan bisa diimplementasikan
menjadi sarana digital yang mendukung masyarakat nelayan kecil di seluruh
Indonesia.
Secara bertahap akan terus bertambah fitur-fitur baru yang bisa meningkatkan
kemampuan aplikasi Laut Nusantara.
Kepala Pusat Riset Kelautan, Dr. I Nyoman Radiarta, M.Sc. menyampaikan
keberadaan fitur baru pendeteksi ikan-ikan bernilai ekonomi tinggi merupakan
terobosan dalam upaya meningkatkan pendapatan para nelayan dengan mengubah
paradigma nelayan dari mencari ikan menjadi menangkap ikan.
Dalam aplikasi ini, informasi ditampilkan secara sederhana untuk membantu
nelayan sehingga kegiatan penangkapan ikan dapat dilakukan secara efektif,
efisien dan aman.
Peneliti BROL, Eko Susilo menjelaskan, cara kerja fitur pendeteksi ikan-ikan
tersebut adalah dengan mendeteksi lokasi daerah penangkapan ikan berdasarkan
kesesuaian kondisi laut, yang menurut berbagai penelitian sebagai area tempat
ikan berkumpul.
Kesesuaian tersebut didasarkan pada kriteria front suhu dan tingginya
kesuburan perairan. Front suhu adalah daerah pertemuan antara massa air hangat
dan dingin.
Sedangkan kesuburan perairan yang tinggi berasosiasi dengan tersedia makanan
ikan, berupa plankton, yang melimpah. Kedua kriteria tersebut dianalisis
menggunakan data citra satelit.
Sedangkan pelikan tuna dan cakalang, dihasilkan melalui pendekatan kesesuaian
habitat ikan. Kriteria kesesuaian habitat ikan tersebut dianalisis menggunakan
pemodelan numerik dan pendekatan statistik non-linear.
“Yang jelas, lokasi-lokasi keberadaan ikan Tuna Sirip Kuning, Tuna Sirip Biru,
dan Albacore ditampilkan secara sederhana sehingga bisa dengan mudah digunakan
oleh nelayan,” Eko menjelaskan.
Ikan Tuna Sirip Kuning, Tuna Sirip Biru, dan Albacore tersebut memang memiliki
nilai ekonomi yang tinggi.
Dari data Pusat Informasi Pelabuhan Kementerian Kelautan dan Perikanan, harga
Tuna Sirip Kuning di kisaran Rp 50.000/kg, Tuna Sirip Biru sekitar Rp.
100.000/kg, dan Albacore sekitar Rp 50.000/kg. Sampai tingkat konsumen, harga
jual bisa mencapai hingga 3 kali lipatnya.
Sementara itu di pasar internasional, seekor tuna Bluefin harganya pernah
menembus rekor dunia dengan harga Rp 25 miliar dengan bobot 276 kg.
Sebelumnya, aplikasi Laut Nusantara telah memiliki fitur pendeteksi ikan
bernilai ekonomi tinggi lainnya yaitu Lemuru Bali, Tuna Mata Besar, dan
Cakalang.
Ikan Tuna dan Ikan Cakalang punya nilai permintaan yang tinggi di Indonesia
dan pasar Internasional. Pada tahun 2017, Indonesia memasok lebih dari 16%
produksi Tuna, Tongkol dan Cakalang dunia.
Melansir dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, selama triwulan I 2021
komoditas Tuna, Tongkol, dan Cakalang (CTC) menempati primadona kedua untuk
ekspor dengan nilai 228,55 juta dollar AS atau 13,08 dari total nilai ekspor
sektor perikanan.
Hal ini menjadikan Tuna, Tongkol, dan Cakalang menjadi prioritas KKP.
Sementara itu, Lemuru merupakan ikan khas/spesifik di selat Bali. Sejauh ini,
sudah ada 55 ribu pengguna aktif aplikasi Laut Nusantara.
Mayoritas pengguna merupakan masyarakat nelayan yang tersebar di seluruh
Indonesia melalui sosialisasi yang diselenggarakan bersama Balai Riset dan
Observasi Laut maupun instansi lainnya seperti BAKAMLA dan Pemerintah Daerah.
Saat ini lebih dari 5.000 nelayan yang telah menerima sosialisasi langsung.
Mereka kemudian menginformasikan penggunaan aplikasi ini kepada para
sejawatnya.
Hingga tahun 2020 lalu, XL Axiata dan BROL telah menjalin Kerjasama dengan
sekitar 29 wilayah kabupaten/kota di berbagai provinsi untuk implementasi
aplikasi Laut Nusantara. (rhm)