Ekonom Konstitusi: Pernyataan Pertamina Memeras Rakyat Adalah Sesat Logika

27 April 2020, 15:04 WIB

Jakarta – Pernyataan yang dilontarkan Muh. Said Didu, mantan Sekretaris Menteri BUMN dan Staf Ahli Menteri
Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) saat dijabat oleh Sudirman Said yang menyatakan Pertamina memeras rakyat sebagai hal yang sesat logika.

Banyak kalangan menyudutkan posisi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT. Pertamina sebagai salah satu entitas ekonomi yang megengemban mandat konstitusi (UUD 1945) Pasal 33 atas tidak turunnya harga jual BBM.

Ekonom Konstitusi Defiyan Cori menilai sebagai seorang mantan pejabat tentu pernyataan Said Didu soal memeras rakyat atas tidak turunnya harga jual BBM terhadap semakin anjloknya harga keekonomian dunia tentulah bukan pernyataan sembarangan.

Dia menuturkan, sejak Tahun 1970 Pertamina sudah tidak melakukan eksplorasi besar, atau tidak ditemukannya cadangan minyak dan gas (migas) dalam skala besar dan dalam 10 tahun terakhir fluktuasi harga minyak telah memperlebar defisit migas dan APBN, serta perlu upaya mengatasinya yang berjangka panjang.

Di Indonesia dalam Rancangan Umum Energi Nasional (RUEN) menetapkan porsi migas hingga 2050 juga masih mencapai 44% dari total energi nasional. Artinya, industri migas masih jadi tulang punggung energi dalam 30 tahun ke depan

Terhadap kondisi migas yang sedang menjadi perhatian, terutama akibat konsumsi minyak dan gas yang semakin meningkat. Indonesia telah menjadi net importir minyak pada 2002.

Dan Indonesia diperkirakan akan menjadi nett importer gas di 2022. Defiyan melanjutkan, atas alasan itu, perlu investasi besar untuk menemukan sumber migas baru, dan untuk itu membutuhkan pendanaan yang besar.

Tantangan untuk investasi migas ke depannya juga semakin besar untuk meningkatkan produksi, dan menyeimbangkan kebutuhan dan pasokan migas di Indonesia.

Sementara itu, Pertamina terus mengkonsolidasikan diri memperkuat sektor hulu serta mengatasi konsumsi energi yang semakin besar sehingga membuat sektor industri migas dalam perhatian khusus

Tantangan besar karena eksplorasi telah geser ke daerah frontier dan laut dalam di mana butuh investasi besar dan teknologi tinggi, maka dukungan pada BUMN yang menguasai hajat hidup orang banyak juga menjadi penting agar Indonesia tidak lagi dipermainkan oleh mekanisme pasar minyak mentah dunia yang dikuasai sekelompok orang.

Walaupun, harga minyak juga turun drastis sejak 2014 dan mulai beranja naik secara fluktuatif pada akhir 2017. Ini, seharusnya bisa membawa optimisme akan bangkitnya sektor migas di Indonesia, namun, tidak serta merta dapat menurunkan harga jual BBM atas kondisi yang temporer akan berubah.

Peluang menurunkan harga jual BBM tetap diakomodasi dalam Keputusan Menteri ESDM No. 62K/MEM/2020 tertanggal 20 Februari 2020 dengan ketentuan harga MOPS (Mean Oil Platts Singapore) tersebut bertahan selama 2 (dua) bulan (lebih maju 1 bulan dibanding aturan Permen dan formula lain sesuai Perpres 191/2014 yang diperbaharu menjadi Perpres 43/2018).

Pihaknya meminta pemangku kepentingan (stakeholders) yang punya perhatian (concern) terhadap industri migas agar berhati-hati, tidak menyampaikan pendapat asal berbeda, bahkan tidak berdasar serta hanya memancing kekeruhan ditengah pandemik covid 19 yang sedang dialami rakyat, bangsa dan negara.

“Sebaiknya, lebih mempertimbangkan logika sehat, dan dasar penilaian yang jelas atas terminologi memeras rakyat, sebab kebijakan harga jual BBM Pertamina bukan domainnya BUMN. Apalagi kehadiran BUMN Pertamina tidak hanya sesaat, tetapi memilki kepentingan strategis bagi negara,” tuturnya,.

Defiyan mempertanyakan atas dasar apa menuduh Pertamina dengan serampangan melakukan pemerasan pada rakyat.

“Apakah yang bersangkutan ingin Pertamina bangkrut atas kondisi penjualan yang semakin menurun (sampai 35%) dan beban tanggungjawab sosial lebih besar dibandingkan korporasi swasta?,” tanya Defiyan mengakhiri. (rhm)

Berita Lainnya

Terkini