Kriminalisasi Narasumber Ancam Kebebasan Pers di Indonesia

4 Desember 2018, 21:42 WIB
ilustrasi

JAKARTA – Fenomena terjadinya kriminalisasi terhadap narasumber jika tidak segera dihentikan pada gilirannya akan mengancam kebebasan pers di Tanah Air. Direktur Eksekutif Lembaha Bantuan Hukum (LBH) Pers Ade Wahyudin menegaskan hal itu menanggapi adanya kecenderungan kriminalisasi terhadap narasumber.

Menurutnya, pernyataan narasumber yang sudah dikemas dalam sebuah berita dikategorikan sebagai karya jurnalistik. Karena sudah diolah dengan prosedur jurnalistik di perusahaan media. Demikian juga, jika ada sengketa, akan diselesaikan mekansime jurnalistik sebagaimana diatur dalam UU Pers.

“Dalam hal ini, perusahaan media tidak lepas tangan dan harus melindungi narasumber,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Selasa (4/12/2018).

Selain itu, jika kasus ini terus menerus terjadi, tidak menutup kemungkinan akan ada Chilling Effect keadaan dimana masyarakat tidak mau atau enggan berkomentar karena takut terkena kriminalisasi tersebut.

“Apabila masyarakat sudah terjangkit itu, maka kebebasan pers akan semakin buram,” katanya mengingatkan.

Adanya kriminalisasi terhadap narasumber sangat berbahaya bagi kebebasan pers dan bisa dianggap sebagai intervensi terhadap independensi ruang redaksi. Pasalnya, narasumber bisa gamang dan takut dalam membeberkan pernyataan kritis terhadap isu sosial-politik.

Kondisi itu melahirkan publik bisa kehilangan akses pada informasi yang mendalam, karena narasumber sudah melakukan sensor mandiri pada pernyataannya. Sehingga publik tak punya lagi referensi informasi yang kuat.

Selain menyebabkan narasumber melakukan swasensor terhadap pernyataannya, maraknya kriminalisasi narasumber juga menimbulkan masalah baru antara narasumber dengan media.

Dia mengungkapkan, Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa (European Court) menyatakan hak untuk perlindungan sumber sebagai: landasan untuk kebebasan pers, yang tanpanya sumber dapat menjadi terhalang untuk membantu pers dalam menginformasikan kepada publik mengenai hal-hal terkait kepentingan publik.

Peran vital pengawas publik (publikwatchdog) pers dapat terganggu dan kemampuan pers untuk memberikan informasi yang akurat dan handal kepada publik dapat terkena dampak merugikan.

Begitu juga dengan pendapat Prof Bagir Manan yang menyatakan bahwa Perlindungan pers kepada narasumbernya itu absolut. Pihaknya mendesak pihak kepolisian untuk lebih hati-hati dalam menangani sebuah kasus yang didalamnya terdapat pihak media ataupun narasumber.

“Karena media ataupun pers dan narasumber dilindungi oleh UU Pers,” tutup Ade. (rhm)

Berita Lainnya

Terkini