![]() |
Kepala Staf Kepresidenan Republik Indonesia Jenderal (Purn) Dr. Moeldoko/KSP |
Jakarta – Kepala Staf Kepresidenan Republik Indonesia Jenderal (Purn)
Dr. Moeldoko menegaskan lahirnya UU Cipta Kerja salah satunya dimaksudkan
untuk menyederhanakan atau reformasi birokrasi.
Hal itu disampaikan Moeldoko dalam wawancara dengan Staf Komunikasi Politik
Kantor Staf Presiden RI. Menurut Moeldokom banyak orang berpandangan UU
Cipta Kerja ini merugikan. Padahal ini menciptakan lapangan pekerjaan baru
seluas-luasnya.
“Kita mengupayakan ada jaminan lebih baik tentang pekerjaan, jaminan
pendapatan lebih baik, dan jaminan lebih baik bidang sosial. Itu poin yang
penting,” tandsnya, Sabtu 17 Oktober 2020.
Bisa dibayangkan, sampai saat ini ada 33 juta orang yang mendaftar menjadi
peserta Kartu Pra Kerja. Betapa besar kebutuhan lapangan kerja saat ini.
Melalui UU Cipta Kerja ini, membuka kesempatan yang luar biasa bagi pengusaha
kecil dan menengah (UMKM) dan koperasi. Mereka yang tadinya mengurus perizinan
panjang dan berbelit, nanti cukup lewat satu pintu saja.
“Sekali saja ! Jadi jangan buru buru komplain berlebihan padahal belum
memahami penuh, isi dan substansi dari versi terakhir UU Cipta Kerja ini,”
seru Moeldoko.
Kebijakan ini diarahkan untuk menghadapi kompetisi global. Saya lihat banyak
tokoh yang sesungguhnya belum memahami isi sepenuhnya, tapi keburu menolak.
Padahal saat ini yang dibutuhkan adalah sebuah persatuan.
Mereka menyampaikan keberatan isi substansi dari undang-undang yang mungkin
itu konsep sebelum disahkan. UU Cipta Kerja ini bukan untuk menyingkirkan
pemikiran tertentu.
Dikatakan, masyarakat sering mengeluhkan pelayanan birokrasi yang lamban,
berbelit, menyebalkan, belum lagi banyak regulasi yang tumpang-tindih. Ini
membuat tidak adanya kepastian bagi siapapun, termasuk investor.
Peringkat kompetitif (Competitiveness indeks) Indonesia ada dibawah Malaysia
dan Thailand. Saya tangkap mungkin Presiden malu melihat kondisi ini. Presiden
ingin Indonesia bisa maju dalam kompetisi global.
Perkembangan politik yang begitu dinamis di dalam negeri merupakan sebuah
tantangan. Sementara kita tidak hanya menghadapi tantangan nasional, tetapi
juga global. Ada fenomena global perubahan cepat, penuh risiko, dan
kompleksitas yang luar biasa. Bahkan kadang kadang mengejutkan.
Belum lagi saat ini muncul sebuah game changer yaitu COVID- 19 yang tidak kita
perkirakan sama sekali. Game changer ini memporak porandakan sasaran yang
sudah tersusun dan disiapkan. Kondisi ini membutuhkan pemikiran dan terobosan
baru.
“UU Cipta Kerja ini merupakan penyederhanaan regulasi yang dibutuhkan,
sehingga mau tidak mau birokrasi juga harus mengalami reformasi,” katanya
menegaskan.
Namunn, saat pemerintah mengambil langkah, yang terjadi di masyarakat justru
paradoks. Kondisi ini harus diluruskan. Jika di satu sisi pemerintah mengambil
langkah cepat dengan UU Cipta Kerja untuk memotong dan menyempurnakan berbagai
keluhan tadi.
“Tapi di sisi yang lain masyarakat menolak. Ini kan kondisi yang paradoks,”
demikian Moeldoko. (rhm).