Denpasar – Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Bali Putri Suastini Koster meminta para perajin mempromosikan dan mematenkan karya produk kerajinan lokal mereka.
“Dekranasda khususnya di Bali lebih menekankan pada upaya promosi produk-produk kerajinan Bali, dari produsennya yakni para perajin lokal Bali hingga dikenal oleh para konsumen,” kata Putri dalam wawancara dengan sebuah stasiun televisi, Jumat (3/4/2020).
Setelah menjadi produk, umumnya akan menemui kendala-kendala promosi. Jadi harus bersama melakukan upaya pembinaan terkait langkah-langkah untuk memperkenalkan, mempromosikan produk kerajinan lokal tersebut.
Kita maklumi bahwa pemasaran adalah salah satu masalah bagi perajin lokal kita.
“Kita juga harus paham bagaimana karakter perajin kita yang tidak lain adalah seniman-seniman yang sangat fokus pada hasil karya. Hasilnya ada yang ‘menyerah’ untuk mengurus administrasi berkaitan dengan hak cipta misalnya. Ada juga ketakutan mengenai proses yang panjang untuk mendapatkan hak ciptanya,” tuturnya.
“Sebagai seniman, perajin di Bali sangat kreatif. Di bidang sandang contohnya, para penenun telah menciptakan motif-motif-nya sendiri cukup bagus,” imbuhnya.
Hanya saja, dalam perkembangan zaman, ada yang mengambil keuntungan dengan mengklaim, mematenkan ciptaaan, karya perajin tersebut hingga pada suatu kasus sang perajin tersebut malah tidak bisa memproduksi hasil karyanya sendiri, sebab sudah dipatenkan orang lain.
Di sini peran petugas yang mesti lebih banyak menjemput bola, untuk memproses HAKI dari para perajin di daerah.
Perajin juga membutuhkan pameran-pameran sebagai media untuk mempromosikan karya-karya mereka. Bahkan pameran di daerah sendiri pun sangat penting, karena produk para perajin bisa lebih dikenal, para peminat pun bisa datang langsung dan melihat dari dekat.
Dia melihat ke perajin sandang di Bali, baik songket atau endek, harus menghadapi ‘tantangan’ dari produk serupa yang menggunakan mesin bordir pada produksinya.
Namun, motif-motif yang ditawarkan pun sama karena menjiplak langsung dari motif-motif yang dibuat para pengerajin tradisional. Padahal kalau bicara kulaitas jauh berbeda, meskipun harga yang ditawarkan lebih murah.
Kondisi ini perlu upaya penyelamatan khususnya dari para konsumen untuk memilih dan sekaligus melestarikan produk karya penenun kita. Jangan sampai para perajin kita yang sudah susah payah menciptakan motif-motif, jadi gulung tikar dan tidak mau kreativitas lagi.
Setelah virus Corona ini mereda, kami di Dekranasda Bali akan kembali menggeber upaya promosi produk kerajinan kita, yang mengkhusus pada produk tradisional, warisan para leluhur.
Begitupun dengan UMKM yang baru berkembang, juga kita jangkau dan promosikan lebih banyak lagi.
“Bali ini, hasil dan produk kerajinannya sangat banyak dan beraneka ragam. Sudah sepantasnya para perajin kita menampilkan produk-produknya di tempat yang bergengsi, karena Bali sudah layak jadi etalase produk kerajinan. Ini penting bagi para perajin, bisa memamerkan hasil karyanya di ‘rumahnya’ sendiri,” imbuhnya.
Selain itu, Bali memiliki ‘taksu’ dalam tiap produk Ada sentuhan tangan-tangan terampil yang keahliannya terasah sejalan dengan waktu. Sehingga ‘seni-nya’ bukan pada mesin, namun pada senimannya. Kualitaslah yang harus kita kejar, bukan semata kuantitas,” tandasnya.
“Kita juga perlu merangsang lagi pada generasi muda, bahwa mereka punya tugas sebagai pewaris yang bahkan harusnya bisa mengambil alih kepiawaian para seniman dan perajin pendahulu kita.
Tunjukkan pula bahwa seniman punya posisi yang terhormat di tengah masyarakat Bali,” demikian Putri. (rhm)