Jakarta – Kebijakan tarif resiprokal yang baru-baru ini diumumkan oleh Pemerintah Amerika Serikat terhadap sejumlah mitra dagang, termasuk Indonesia, telah menciptakan perubahan signifikan dalam lanskap perdagangan internasional. Kebijakan ini memunculkan potensi dampak terhadap stabilitas kinerja ekspor nasional.
Menyikapi perkembangan tersebut, Pemerintah Indonesia mengambil langkah responsif dan terkoordinasi. Selain menyampaikan posisi resmi, Indonesia secara proaktif mengajukan proposal konkret kepada Pemerintah AS dengan fokus pada prinsip kerja sama bilateral yang adil dan saling menguntungkan.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan komunikasi intensif telah dilakukan dengan berbagai pihak di AS, termasuk USTR, US Commerce, dan US Treasury. Respons positif dari Amerika Serikat menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara pertama yang diundang untuk melakukan pembicaraan bilateral.
Sejak awal pengumuman kebijakan tarif, Pemerintah Indonesia aktif membangun komunikasi dengan berbagai negara dan memperkuat posisi ASEAN dalam menghadapi isu ini secara kolektif. Diplomasi intensif juga dijalankan dengan mitra strategis seperti Malaysia, Singapura, Uni Eropa, Inggris, dan China.
“Sebagai langkah antisipatif, Indonesia telah menyusun paket kebijakan dan membentuk satuan tugas khusus,” katanya dilansir dari ekon.go.id 30 April 2025.
Respons cepat ini mendapatkan apresiasi dari AS dan memberikan Indonesia keuntungan sebagai early mover dalam proses negosiasi. Indonesia menawarkan solusi komprehensif dan seimbang yang mencakup revitalisasi perjanjian dagang bilateral yang sudah ada, seperti Trade and Investment Framework Agreement (TIFA) Indonesia-AS dan ASEAN-AS.
Pemerintah Indonesia tidak hanya merespons kebijakan AS, tetapi juga mengajukan permintaan dengan tujuan menciptakan hubungan ekonomi bilateral yang saling menguntungkan.
Selain fokus pada negosiasi dengan AS, Indonesia juga menekankan pentingnya diversifikasi pasar ekspor. Meskipun Amerika Serikat merupakan pasar ekspor terbesar kedua bagi Indonesia, Eropa diidentifikasi sebagai target pasar strategis berikutnya.
Proses penyelesaian Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia–Uni Eropa (IEU-CEPA) menunjukkan kemajuan signifikan dan berpotensi membuka peluang besar bagi ekspor produk nasional, terutama tekstil, alas kaki, dan makanan.
Langkah-langkah ini juga menjadi momentum untuk mempercepat pembenahan internal, khususnya dalam rangka aksesi ke OECD dan CPTPP. Pemerintah telah membentuk dua Satuan Tugas (Satgas) khusus, yaitu Satgas Negosiasi dan Satgas Deregulasi, untuk mendukung upaya ini.
Menko Airlangga Hartarto menekankan pentingnya sinergi antar pemangku kepentingan (Indonesia Incorporated) dalam menghadapi tantangan global. Diharapkan, ASEAN juga dapat mengembangkan strategi kolektif (antidote) untuk membangun resiliensi terhadap ketidakpastian ekonomi global, sebagaimana upaya penanganan pandemi Covid-19. ***