Derita Janda Tua Lumpuh yang Hidup dengan Anak Yatim Piatu

11 Maret 2015, 16:21 WIB

janda%2Blumpuh%2Bhidup%2Bmemprihatinkan

Kabarnusa.com – Kehidupan yang dijalani Astima (70), seorang janda yang tinggal  di Banjar Ketapang, Desa Pengambengan, Kecamatan Negara, Kabupaten Jembrana, Bali, tepatnya di depan Menara Suar, Pelabuhan Perikanan Pengambengan, cukup memprihatinkan.

Sejak lima tahun, janda miskin ini mengalami lumpuh karena musibah kecelakaan. Alhasil Astima yang telah ditinggal mati suaminya sejak 20 tahun lalu ini hanya bisa terbaring lemah di tempat tidur.

Kondisi tempat tidurnyapun sangat tidak layak. Hanya beralas kasur tipis yang sudah usang tanpa sprai. Demikian halnya lantai kamar yang awalnya dari semen sudah terkelupas dan berganti dengan tanah.

Dinding rumahnya setengah menggunakan bata merah, namun telah terkikis angin dan hujan. Sementara setengahnya lagi terbuat dari gedeg yang sudah compang-camping.

Janda ini juga jarang makan lantaran tidak memiliki apa-apa. Akibatnya, tubuhnya kurus kering, hanya tinggal tulang dibalut kulit kriput.

Dalam rumah yang sangat sederhana dan tidak layak huni itu, Astima tinggal bersama  Niswati (50), anak perempuannya yang juga seorang janda. Bahkan Astima juga mengajak tinggal Isma Sakina (5), anak tetangganya yang sudah yatim piatu karena kedua orang tuannya meninggal.

Untuk makan, keluarga kecil dan sangat memprihatinkan ini hanya seadanya saja. Bahkan tak jarang mereka berpuasa lantaran tidak memiliki beras untuk dimasak.

Selama ini yang menopang kebutuhan sehari-hari hanya Niswati sebagai buruh serabutan. Penghasilannya tidak menentu. Kadang dia pulang membawa uang hanya cukup untuk beli beras satu kilo, kadang dia harus pulang dengan tangan hampa.

“Saya bekerja di pantai, kadang membetulkan jaring di pantai dan kerja serabutan lainnya. Yang penting saya dapat uang untuk beli beras dan lauk,” ujar Niswati lirih.

Niswati mengaku kehidupan mereka memang morat marit namun dia tetap berusaha tegar dan iklas.

Yang dia pikirkan sekarang hanyalah masa depan Isma Sakina. Sudah waktunya dia sekolah. Tapi apa kami bisa menyekolahkan dia karena kondisi kami kayak begini.

“Mudah-mudahan saja ada orang yang berbaik hati mau menanggung pendidikannya. Kalau ibi biarlah, dia sudah sepuh,” keluhnya.(dar)

Berita Lainnya

Terkini