DENPASAR – Dramawan Abu Bakar, akan hadir di Bentara Budaya Bali (BBB), berbagi pengalaman perihal proses adaptasi naskah teater menjadi bentuk pertunjukan yang memikat.
Acara terangkum dalam Dialog Sastra #55 “Naskah Teater, Sebuah Proses Adaptasi” ini berlangsung di Jalan bypass Prof. Ida Bagus Mantra No. 88A, Ketewel, Gianyar, Bali, Jum’at (30/6/2017).
Selain membahas naskah-naskah drama asing yang kerap dimainkan publik teater di Indonesia, semisal karya-karya Anton Chekov, William Shakespeare, Samuel Beckett, Eugene Eunesco, Kenneth Sawyer, juga membincangkan proses penyutradaraan terhadap naskah-naskah pilihan tersebut.
Abu Bakar yang merupakan pendiri Teater Poliklinik ini sudah puluhan tahun mendedikasikan hidupnya untuk seni pertunjukan, sastra dan film. Ia juga akan berbagi pandang mengenai apa sebenarnya yang disebut sebagai adaptasi bebas, atau adaptasi yang bersetia pada sumber naskah aslinya.
Termasuk perihal batasan antara keduanya, serta upaya strategi kreatif yang harus dipilih guna mewujudkan naskah adaptasi tersebut sebagai lakon panggung yang kontekstual serta akrab dengan publik setempat, di Bali ataupun di daerah-daerah lain di Indonesia.
Tidak sedikit sutradara di Indonesia yang memainkan dan mengadaptasi lakon-lakon sohor dari luar, semisal Kereta Kencana karya Eugene Eunesco yang diterjemahkan dan dimainkan oleh WS Rendra dan teater lainnya.
Tak kurang populernya juga naskah Anton Chekov seperti Pinangan, Orang Kasar, Kebun Ceri, dan Bahaya Racun Tembakau diadaptasikan jadi tontonan panggung yang menarik dengan mengusung warna lokal atau teater tradisi setempat.
Demikian juga naskah sohor dari William Shakespeare seperti Romeo dan Juliet, Hamlet, serta Macbeth, termasuk Menunggu Godot dari Samuel Beckett.
Beberapa grup teater yang sering memainkan naskah adaptasi di Indonesia, misalnya: Bengkel Teater Rendra, Studiklub Teater Bandung, Teater Populer, Teater Koma, Teater Payung Hitam, Teater Gandrik Yogyakarta, hingga yang muncul belakangan semisal Teater Garasi, Teater Satu Lampung, Mainteater Bandung, Teater Kami Jakarta, dan lain-lain.
Sedangkan di Bali, Teater Polikinik, Teater Bumi, Teater Nyuh Gading, Sanggar Putih, Kebun Bayam Bebunga, Teater Agustus, Tulus Ngayah, tak ketinggalan Teater Kampung Seni Banyuning, Teater Seribu Jendela, Komunitas Mahima, Teater Orok, dan lain sebagainya.
Abu Bakar lahir di Denpasar, 1 Januari 1944. Ia merupakan penyair, cerpenis, dramawan serta sutradara teater. Karya-karyanya antara lain Wanita Batu (Monolog, 2006), Bali Menangis (sinetron, 2004), Komedi Hitam, dll.
Selain mencipta karya-karyanya yang luar biasa, Abu Bakar telah mencipta karya-karya pertunjukan yang dihadirkan hingga ke luar negeri di antaranya, bersama kelompok teater dari Perancis pentas keliling Indonesia membawakan naskah Mayora (1980) dan kolaborasinya dengan Ikranegara pada pertunjukan Berani-Beraninya Menunggu Godot di Amerika (1990), serta telah berkeliling ke berbagai kota di Indonesia mementaskan berbagai naskah drama dan teater.
Menulis puisi, cerpen, novel dan skenario film, di antaranya Tuhanku Kupu-kupu (Cerpen), Lukamu Dukaku (sinetron, 1993), Surat Cinta (cerpen), Menunggu (novel), dan lain sebagainya. Pentas “Pinangan” Anton Chekov oleh Komunitas Teratai
Sejalan dialog seputar naskah teater adaptasi, akan dipentaskan drama satu babak karya Anton Chekov (Rusia) berjudul “Pinangan”.
Pemanggungan yang dibawakan oleh Komunitas Teratai (KOSTRA) ini berlangsung Jum’at (30/6) pukul pukul 19.00 WITA di Jalan bypass Prof. Ida Bagus Mantra No. 88A, Ketewel, Gianyar, Bali.
Anton Chekov dikenal karena ratusan cerpennya. Namun naskah dramanya juga memberi pengaruh mendalam terutama pada masa awal abad ke-20. Chekov dilahirkan di Taganrog, Rusia Selatan 29 Januari 1860 dan wafat pada 15 Juli 1904.
Publik teater Indonesia mengakrabi lakon-lakon karyanya semisal monolog Bahaya Racun Tembakau, Orang Kasar, Kebun Ceri, termasuk juga Pinangan.
Pinangan merupakan salah satu naskah drama asing yang kerap dimainkan oleh kelompok-kelompok teater di Indonesia. Naskah komedi ini diadaptasi atau disadur oleh Suyatna Anirun.
Jalan ceritanya menarik bernada satir dan ironi, mengisahkan perseteruan yang bermula dari seseorang yang datang melamar, tetapi justru akhirnya terlibat konflik memperebutkan sebidang tanah dan mempermasalahkan hewan peliharaan kesayangan masing-masing.
Teater Komunitas Teratai yang disutradai oleh Hendra Utay dan pimpinan produksi Didon Kajeng mengadaptasi naskah Pinangan ini, sehingga ceritanya menjadi kontekstual dengan kenyataan di Bali juga di Indonesia.
Tiga tokoh sentral sebut saja Agus Tubagus, Ratna, dan Rukmana Kholil terlibat dalam percekcokan yang kerap mewarnai keseharian masyarakat. Para pemain yang terlibat antara lain: Ida Bagus Surya Manuaba, Putu Yogantara, dan Micico Andrilla.
Sebagai penata musik adalah Agus Weda Gunawan. “Teater Komunitas Teratai bertujuan sebagai wadah bagi para anggotanya dalam menyalurkan bakat dan ide-ide kreatif mereka kedalam sebuah pertunjukan drama yang dibawakan secara lucu serta mengandung pesan moral,” ungkap Didon Kajeng. (gek)