Gianyar – implementasi Kawasan Tanpa Rokok (KTR) secara konsisten di lingkungan pendidikan, kesehatan, dan publik sangat diperlukan.
Anggota Udayana Central, Ni Made Dian Kurniasari, SKM, MPH dalam rapat koordinasi lintas sektor program pengendalian dampak tembakau di Ruang Sidang I Kantor Bupati Gianyar, Kamis (6/3/2025) mengungkapkan berdasarkan Riskesdas 2018 ada 1,34% perokok pada kelompok usia 10-14 tahun dan 15,21% perokok remaja kelompok usia 15-19 tahun di Bali.
Saat masalah rokok belum selesai, anak dan remaja di Bali kini menghadapi masalah baru pengguna rokok elektronik atau vape.
“Pengguna rokok elektrik di Bali usia 15-19 tahun lebih tinggi, yakni 20,33% daripada kelompok usia 20-24 tahun,” jelas Dian Kurniasari.
Masa depan generasi muda Bali terancam oleh meningkatnya perilaku merokok. Anak-anak usia 10 tahun sudah terpapar rokok, dan persentase perokok remaja terus meningkat setiap tahun.
Ditambah lagi, tren penggunaan vape yang tinggi menambah kompleksitas masalah ini. Data Riskesdas 2018 dan temuan terbaru mengenai penggunaan vape menunjukkan perlunya tindakan segera untuk melindungi kesehatan anak dan remaja Bali.
Perilaku merokok pada anak dan remaja memiliki dampak negatif yang signifikan terhadap perkembangan kognitif dan kesehatan.
Paparan zat-zat kimia dalam rokok terbukti menurunkan konsentrasi, kemampuan belajar, dan kecerdasan, yang berkorelasi dengan penurunan prestasi akademik. Selain itu, kondisi kesehatan rentan terhadap infeksi dan perkembangan paru-paru terhambat.
Oleh karena itu, implementasi Kawasan Tanpa Rokok (KTR) secara konsisten di lingkungan pendidikan, kesehatan, dan publik sangat diperlukan. Penegakan hukum yang tegas melalui sidak dan tipiring Perda KTR merupakan langkah krusial untuk melindungi generasi muda dari dampak buruk rokok.
Meningkatnya angka perokok remaja di Bali menjadi perhatian serius Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali, Dr. dr I Nyoman Gede Anom MKes.
Untuk mengatasi hal ini, Dinas Kesehatan telah menjalankan berbagai program dan menggandeng berbagai pihak. Lebih dari itu, beliau mengajak tokoh adat untuk berperan aktif dalam pengendalian tembakau, karena kerjasama semua pihak sangat dibutuhkan.
Nyoman Gede Anom menyatakan bahwa sanksi adat di Bali memiliki potensi yang kuat dalam menciptakan efek jera terhadap pelanggaran. Sebagai contoh, larangan penyajian rokok dalam acara keagamaan dan kemasyarakatan.
Dalam hal penegakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR), Dinas Kesehatan Provinsi Bali terus berkoordinasi dengan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) sebagai penegak Peraturan Daerah, dengan harapan agar kegiatan sidak dapat ditingkatkan.
Pemerintah Kabupaten Gianyar, yang diwakili oleh Plt Asisten II Anak Agung Suryadiputra, menyampaikan apresiasi atas penyelenggaraan rapat koordinasi lintas sektor program pengendalian dampak tembakau. Dengan dukungan dari Dinas Kesehatan Provinsi Bali dan Udayana Center, rapat ini diharapkan dapat meningkatkan perlindungan masyarakat Kabupaten Gianyar dari paparan asap rokok.
Data Kementerian Kesehatan RI tahun 2024 memperkirakan lebih dari 230.000 kematian per tahun disebabkan oleh kebiasaan merokok.
Berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia tahun 2023, jumlah perokok aktif di Indonesia diperkirakan mencapai 70 juta orang, dengan peningkatan prevalensi perokok remaja aktif dari 18,8% pada tahun 2019 menjadi 22,04% pada tahun 2023, termasuk 7,4% remaja usia 10-18 tahun.
Anak Agung Suryadiputra menekankan bahaya asap rokok bagi kesehatan, baik perokok aktif maupun pasif. Oleh karena itu, pencegahan perilaku merokok pada remaja sebagai kelompok rentan sangat krusial, mengingat dampaknya terhadap kesehatan jiwa seperti kecanduan dan potensi penyalahgunaan narkotika.
Sebagai komitmen, Kabupaten Gianyar telah memiliki Perda Nomor 7 Tahun 2014 tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) dan Peraturan Bupati Nomor 62 Tahun 2014 tentang pelaksanaan KTR. Upaya ini diakui dengan penghargaan dalam pengembangan kebijakan pengendalian tembakau di tingkat kabupaten pada Bali High Level Meeting For Healthy Cities di Denpasar, Juni 2024.
Dalam sesi diskusi, Ketua PHDI Kabupaten Gianyar, I Wayan Ardana, menyampaikan bahwa meskipun regulasi pengendalian dampak rokok telah memadai, implementasi Kawasan Tanpa Rokok (KTR) masih belum optimal.
Wayan Ardana menyoroti kesulitan dalam mengubah kebiasaan merokok, dan mengusulkan penegasan larangan penyajian rokok pada acara keagamaan dan kemasyarakatan. Ia menekankan pentingnya disiplin dalam upaya pengendalian dampak rokok.
PHDI Gianyar menekankan perlunya edaran ulang kepada masyarakat mengenai penegakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di tempat umum, dengan penerapan sanksi bagi pelanggar.
Ia juga mengusulkan agar proses tindak pidana ringan (tipiring) KTR dapat dilakukan di tempat, tanpa harus melalui Pengadilan Negeri, demi penegakan hukum yang lebih efektif dan efisien. ***