![]() |
Gubernur Bali Wayan Koster/ist |
Denpasar – BPJS disarankan merevisi kebijakan rujukan bertingkat dengan
memperbolehkan setiap pasien dirujuk pada RS terdekat di wilayah mereka, dan
sesuai kebutuhan gangguan kesehatan yang dialami pasien.
Gubernur Bali Wayan Koster menyampaikan itu saat mengikuti rapat koordinasi
bersama Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) secara virtual di Rumah Jabatan
Gubernur Bali, Jaya Sabha, Denpasar, Selasa (1/12/2020).
Tanggungan layanan fasilitas jaminan sosial BPJS Kesehatan di Indonesia selama
ini menerapkan sistem layanan rujukan bertingkat. Dimulai dari puskesmas,
selanjutnya dirujuk secara bertahap mulai dari RS tipe C, B, dan A apabila
tidak mampu tertangani oleh rumah sakit (RS) kelas di bawahnya.
Acapkali hal ini menimbulkan permasalahan bagi masyarakat khususnya Bali.
Pasalnya masyarakat sebagai pasien tidak mendapatkan pertolongan tepat waktu
dan sesuai kebutuhannya.
Hal ini disebabkan sejumlah wilayah di Bali tidak memiliki RS tipe C karena
taraf layanan kesehatannya sudah dengan fasilitas lebih bagus, sehingga pasien
harus dirujuk terlebih dahulu ke RS type C di luar wilayahnya.
Untuk itu, BPJS disarankan merevisi kebijakan itu dengan memperbolehkan setiap
pasien dirujuk pada RS terdekat di wilayah mereka, dan sesuai kebutuhan
gangguan kesehatan yang dialami pasien.
“Sepertinya harus direvisi sistem rujukan saat ini, kurang relevan. Contohnya
di Badung yang tidak memiliki RS tipe C, saat ini harus dirujuk ke Tabanan
dulu. Kalau tidak tertangani di sana, baru dirujuk lagi ke Badung, padahal
didekat rumahnya ada rumah sakit,” ungkapnya.
Jadi pasien membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mendapatkan pertolongan.
Di samping juga tidak sesuai kebutuham penanganan yang diperlukan.
“Kenapa tidak langsung saja ke RS yang fasilitasnya memang memadai untuk
menangani dan langsung dirawat di sana? Jadi tidak perlu rujuk kesana-kesini,”
kata dia. Masyarakat saat ini sudah cerdas, mereka sudah mengetahui RS yang
fasilitasnya memadai atau tidak.
Mantan anggota DPR RI tiga periode ini menjelaskan sistem saat ini juga
mempengaruhi pendapatan daerah kabupaten/kota yang rata-rata RS kelolaannya
bertipe B, sehingga pasien dialihkan ke RS tipe C yang kebanyakan milik
swasta.
Hal ini pun ditakutkan menjadi permainan oknum – oknum yang tidak
bertanggungjawab. Untuk itu, BPJS diharapkan menerapkan pengawasan yang
melibatkan daerah agar tercipta layanan BPJS Kesehatan yang lebih baik.
Kata Koster, fasilitas RS daerah di Bali rata-rata sudah bagus dan lengkap.
Jadi penyelenggaraan pelayanan BPJS juga saya harapkan tertib dan merata.
Jangan sampai ada kesenjangan. Kami pun di Provinsi tidak memiliki fungsi
pengawasan secara langsung, sehingga tidak bisa mengontrol.
“Saya berharap bagaimana bisa terbangun satu sistem koordinasi yang baik
secara vertikal maupun horizontal sehingga tercipta tata kelola layanan BPJS
yang lebih baik,” pinta Koster.
Didampingi di antaranya oleh Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali Ketut
Suarjaya dan Kepala Dinas Sosial Provinsi Bali Dewa Gede Mahendra Putra,
Koster mengharapkan kepesertaan BPJS berdasar kriteria Penerima Bantuan Iuran
(PBI) yang ditanggumg negara sepenuhnya sejumlah 100% ditanggung negara,
mengingat kondisi ekonomi dan pendapatan per kapita daerah terutama Bali yang
tergantung sektor pariwisata terpengaruh pandemi Covid – 19.
“Tapi tidak menutup kemungkinan, daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota di
Bali melaksanakan kewajiban sesuai bunyi undang-undang,” sambungnya.
Dia juga mengusulkan satu kebijakan penting yang memihak para
sulinggih/pemangku di masing – masing desa adat di Bali yang bekerja tanpa
kenal waktu memuput upacara keagamaan untuk mendapatkan tanggungan BPJS
Ketenagakerjaan oleh negara.
Pihaknya secara khusus menyampaikan usulan agar para tenaga kerja di bidang
keagamaan seperti para pemangku sebagai komponen yang mendapat tanggungan
negara untuk BPJS ketenagakerjaan.
Karena merekalah yang memimpin doa-doa, memimpin upacara – upacara yang
digelar dimasyarakat yang tidak tergantung waktunya terkadang pagi, siang,
bahkan malam.
Pihak DJSN diwakili dr. Mohammad Subuh menyampaikan monev tersebut sebagai
tugas yang diberikan dalam melakukan kajian dan penelitian merumuskan
kebijakan investasi dari BPJS tenaga kerja – kesehatan, kemudian juga
mengusulkan anggaran penerima bantuan.
Ia pun menyampaikan secara keseluruhan fasilitas kesehatan di Bali sudah
sangat cukup juga termasuk SDM yang memadai walaupun terdapat sedikit
kekurangan di sebagian kecil wilayah Bali.
Terkait kondisi Indonesia saat ini yang didera pandemi – Covid 19, tidak
dipungkiri banyak kepesertaan yang menunggak hingga nonaktif, sehingga perlu
dipikirkan bersama-sama untuk mendapatkan solusi.(rhm)