![]() |
Tambang minyak.sebagai ilustrasi/Shutterstock |
Jakarta – Masyarakat atau konsumen diharapkan bisa bertindak secara
arif dan bijkasana dalam menyikai harga minyak mentah dunia terus berfluktuasi
sejak bulan Januari Tahun 2020. Pada hari Jum’at, 21 Mei 2021 harga anjlok
lebih dari 2% pada akhir perdagangan Kamis (Jumat pagi WIB).
Gejolak naik turun harga itu kali ketiga secara berturut-turut yang berpotensi
merugikan produsen minyak, baik hulu dan hilir industri Bahan Bakar Minyak
(BBM) ini.
Anjloknya harga minyak yang berturut-turut ini telah mengundang tanggapan
(respon) para diplomat negara penghasil minyak mentah dengan menyatakan akan
membuat kesepakatan untuk mencabut sanksi USA terhadap Iran, yang dapat
meningkatkan pasokan minyak mentah.
Berdasarkan data harga minyak mentah yang dipublikasi, harga berjangka Brent
untuk pengiriman Juli mengalami penurunan US$1,55 atau 2,3%, atau tetap pada
angka US$65,11 per barrel.
Sedangkan, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk
pengiriman Juni 2021 mengalami penurunan sejumlah US$1,31 atau 2,1% lebih
rendah, menjadi US$62,05 per barel.
Ekonom Konstitusi Defiyan Cori mengungkapkan, telah lebih dari 2 (dua) tahun
harga BBM Pertamina tidak mengalami kenaikan secara signifikan.
Ditambah adanya penugasan (PSO) dari Pemerintah melalui Perpres 121 Tahun 2014
yang diperbaharui melalui Perpres No. 43 Tahun 2018 tentang Penyediaan,
Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak dengan tetap
memproduksi harga BBM khusus dan tertentu telah memberatkan posisi keuangan
BUMN Pertamina dan Keuangan Negara melalui APBN.
“Sebagian besar produsen atau perusahaan minyak dunia telah melakukan
penyesuaian atas harga BBM retail yang dijual kepada konsumen untuk mensiasati
fluktuasi harga minyak mentah dimaksud, dan oleh karena itu menjadi masuk akal
(reasonable) Pertamina sebagai BUMN strategis yang menguasai hajat hidup orang
banyak melakukan langkah yang serupa,” ungkapnya dalam keterangan tertulis,
Senin (24/5/2021).
Mengacu pada kedua alasan diatas, seluruh konsumen BBM dari sabang sampai
merauke di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, agar memahami dan
mengambil sikap arif dan bijaksana apabila terjadi penyesuaian harga BBM
sebagai akibat fluktuasi harga minyak mentah dunia tersebut.
Namun demikian, sebelum penetapan kebijakan penyesuaian harga BBM bersubsidi
dan non subsidi dilakukan, maka Pemerintah melalui Menteri ESDM perlu mengkaji
ulang Keputusan Menteri Nomor :62.K/12/MEM/2020 tentang Formula Harga Dasar
Dalam Perhitungan Harga Jual Eceran Jenis Bahan Bakar Minyak Umum Dan Minyak
Solar Yang Disalurkan Melalui Stasiun Bahan Bakar Umum Dan/Atau Stasiun Bahan
Bakar Nelayan.
“Khususnya terkait alasan penentuan harga berdasar formula MOPS (Mean Oil
Platt Singapore) yaitu, harga rerata transaksi bulanan minyak di pasar
Singapura beserta konstanta yang selalu berubah-ubah,” urainya.
Termasuk alasan kewajiban BUMN Pertamina melaporkan setiap kenaikan atau
penurunan harga BBM kepada Menteri ESDM, sementara formulasi harga BBM tidak
disusun oleh BUMN Pertamina.
“Kemudian, meminta Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk lebih
pro aktif dan mengambil inisiatif bersama Kementerian Keuangan dalam
menghadapi situasi ini dan menindaklanjuti kebijakan energi alternatif secara
konsisten,” tandasnya. (rhm)