Menteri Trenggono: Reklamasi Terjadi Hampir di Seluruh Indonesia

Reklamasi kata Menteri KKP Wahyu Sakti Trenggono terjadi hampir di seluruh Indonesia.

13 Juni 2023, 11:20 WIB

Jakarta – Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menyatakan reklamasi terjadi hampir di seluruh Indonesia.

Hal itu disampaikan Menteri Trenggono dalam rapat kerja dengan Komisi IV DPR di Jakarta, Senin 12 Juni 2023.

Diingkapkan Menteri Trenggono alasan perlunya penerbitan regulasi tata kelola hasil sedimentasi di laut.

Salah satunya untuk memenuhi kebutuhan tingginya permintaan material reklamasi di dalam negeri.

Selama ini reklamasi mengandalkan pasir laut yang di beberapa lokasi praktik pengambilannya tanpa mempertimbangkan keberlanjutan ekosistem.

Dengan adanya regulasi, kegiatan reklamasi harus menggunakan hasil sedimentasi yang diambil menggunakan alat ramah lingkungan.

Reklamasi terjadi hampir di seluruh Indonesia. Yang menjadi pertanyaan adalah reklamasi yang sekarang ini dari mana bahan untuk reklamasinya? Pulau dihajar. Kita tangkap di Rupat. Kita stop karena pulau yang disedot. Enggak bisa seperti ini, merusak lingkungan,” tegasnya.

Pihaknya menerima banyak keluhan masyarakat, khususnya para nelayan yang terhambat produktivitasnya akibat alur sungai yang mereka lintasi mengalami pendangkalan imbas sedimentasi.

Diungkapkan, pentingnya kolaborasi para pemangku kepentingan dalam pelaksanaan tata kelola hasil sedimentasi di laut.

Kerja kolaboratif untuk menjamin pengelolaan hasil sedimentasi di laut mengutamakan kepentingan ekologi sehingga tidak berdampak negatif bagi ekosistem.

Di PP itu dikatakan betul, untuk menentukan apakah dia (material) sedimentasi, harus ada Tim Kajian. Dibentuk dulu.

Siapa isinya? KKP sendiri, Kementerian ESDM, KLHK, perguruan tinggi, Pushidrosal, Kementerian Perhubungan, pemda, lembaga lingkungan, kumpul, ditetapkan Menteri Kelautan dan Perikanan, bekerjalah mereka,” ungkapnya.

Pembentukan Tim Kajian tertuang dalam Pasal 5 Bab Perencanaan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023. Tim ini bertugas menyusun dokumen perencanaan pengelolaan hasil sedimentasi di laut yang berisikan sebaran lokasi prioritas, jenis mineral, dan volume hasil sedimentasi.

Lalu prakiraan dampak sedimentasi terhadap lingkungan, upaya untuk pengendalian hasil sedimentasi di laut, rencana pemanfaatan hasil sedimentasi di laut, dan rencana rehabilitasi ekosistem pesisir dan laut. ***

Anggota Komisi IV DPR TA Khalid mengakui keberadaan sedimentasi di muara-muara sungai di Aceh menghambat pergerakan nelayan melaut. Pendangkalan muara sungai akibat sedimentasi membuat kapal-kapal nelayan tidak bisa melintas.

“Di Aceh panjang pantai 2.666 Km sangat panjang, sehingga banyak muara yang dangkal. Maka setelah saya membaca PP tersebut saya rasa ini solusi. Tolong ambil sedimen kami yang ada di muara-muara di Aceh, agar masyarakat kami tidak lagi menunggu pasang untuk melaut maupun pulang. Jadi ini saya pikir menjadi pintu solusi untuk menyelesaikan semua muara dangkal yang ada di Aceh,” bebernya.

Dia berharap KKP segera menyelesaikan peraturan turunan PP 26/2023 yang akan menjadi panduan teknis pengelolaan hasil sedimentasi di laut. Dengan adanya panduan, pengelolaan sedimentasi menjadi lebih tertata dan tidak berdampak buruk bagi lingkungan.

“Permennya segera diselesaikan, sehingga niat baik menyelesaikan sedimentasi di muara-muara dangkal tidak merusak lingkungan,” pungkasnya.

Sementara itu Ketua Komisi IV Sudin menilai penerbitan PP 26/2023 tidak dilakukan sembarangan meski isinya dapat diubah melalui mekanisme yang berlaku.

Pemerintah juga memberi peluang bagi semua pihak, termasuk wakil rakyat untuk ikut mengawasi pelaksanaan pengelolaan hasil sedimentasi di laut.

“PP ini dikeluarkan tidak sembarangan, dan tadi diberikan peluang untuk mengawasinya,” ujar Sudin. ***

Artikel Lainnya

Terkini