Jakarta – Presiden Joko Widodo menyatakan organisasi keagamaan harus
menghargai tradisi dan budaya lokal masyarakat Indonesia yang sangat bineka,
ramah dan terbuka terhadap keberagaman tradisi yang merupakan warisan leluhur.
“Keberagaman tradisi merupakan warisan leluhur kita, ramah dan terbuka
terhadap seni dan budaya masyarakat lokal dalam kerangka bhinneka tunggal ika
kita sebagai bangsa Indonesia,” tandasnya saat membuka secara virtual
Musyawarah Nasional (Munas) IX Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) dari
Istana Negara, Jakarta, Rabu (7/4/2021).
Untuk itu, pemerintah berkomitmen untuk selalu mendorong dan meneguhkan
moderasi beragama dalam kehidupan dan keseharian masyarakat. Moderasi beragama
merupakan bagian tak terpisahkan dari jati diri bangsa yang sesuai dengan
karakter bangsa Indonesia semenjak berdirinya.
Kepala Negara bersyukur, Indonesia mewarisi bhinneka tunggal ika dari para
pendiri bangsa Indonesia. Walaupun berbeda suku, ras, agama, juga pandangan
dalam keagamaan, tetapi tetap saling menghormati, bersatu, rukun.
“Bersama-sama bergotong royong,” Presiden Joko Widodo menambahkan. Jokowi
mengungkapkan, organisasi keagamaan harus menjunjung tinggi sikap toleran
kepada sesama, menghormati perbedaan, hingga memberi ruang bagi orang lain
untuk berkeyakinan.
Lanjut dia, dengan sikap tersebut, masyarakat dapat mengekspresikan keyakinan
mereka secara bertanggung jawab dan saling menghargai perbedaan yang tidak
menjadi penghalang untuk tetap bekerja sama.
Presiden juga menekankan bahwa setiap organisasi keagamaan harus berprinsip
antikekerasan dan menolak tindakan yang menggunakan cara-cara kekerasan baik
fisik maupun verbal dalam aktivitasnya.
Hal penting lainnya, ditekankan, sikap toleransi merupakan bagian penting dari
moderasi beragama. Presiden mengatakan bahwa sikap tersebut adalah sikap yang
harus dimiliki untuk dapat memandang perbedaan-perbedaan di tiap anak bangsa
dalam kerangka persatuan dan kesatuan.
Sikap tertutup, eksklusif, sebagai kebalikan dari sikap toleransi merupakan
hal yang harus dihindari karena selain tidak sesuai dengan bhinneka tunggal
ika, juga akan memicu dan meningkatkan intoleransi yang bakal merusak
sendi-sendi kebangsaan.
“Praktik-praktik keagamaan yang eksklusif, yang tertutup, harus kita hindari
karena sikap ini pasti akan memicu penolakan-penolakan dan akan menimbulkan
pertentangan-pertentangan,” katanya mengingatkan.
Munas LDII bertemakan “Penguatan SDM Profesional Religius untuk Ketahanan dan
Kemandirian Bangsa Menuju Indonesia Maju” tersebut, Presiden mengajak seluruh
jajaran dan keluarga besar LDII untuk selalu menyuarakan dan meningkatkan
toleransi dalam kehidupan sosial dan keagamaan bangsa Indonesia.
Perbedaan-perbedaan yang ada hendaknya tak menjadi penghalang untuk menjaga
pergaulan dan gotong royong di antara sesama.
“Kita harus berpedoman pada ajaran keagamaan yang sejuk, ramah, mengedepankan
toleransi, serta menjauhi sikap yang tertutup, yang eksklusif,” kata Presiden.
Menurut Kepala Negara, organisasi-organisasi keagamaan di Indonesia dalam
kiprahnya membangun bangsa harus turut menguatkan moderasi beragama di tengah
masyarakat. Ada sejumlah hal yang dapat dilakukan, dimulai dari memperkuat
komitmen kebangsaan.
“Organisasi keagamaan harus punya komitmen kebangsaan yang kuat, mengedepankan
penerimaan prinsip-prinsip berbangsa yang tertuang dalam konstitusi kita,
menjunjung tinggi ideologi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, serta tata
kehidupan berbangsa dan bernegara,” tutupnya.
Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dan Menteri Sekretaris Negara Pratikno turut
hadir dalam Munas. Sementara kurang lebih 3.750 peserta dari LDII mengikuti
jalannya acara secara daring maupun luring dari hampir seluruh provinsi dan
kabupaten/kota di Indonesia. (rhm)