![]() |
Kepala Perwakilan Ombudsman Provinsi Bali Umar Ibnu Alkhattab |
Denpasar – Dari pemantauan langsung dalam pelaksanaan ujian nasional (UN) bagi siswa SMK di Kota Denpasar Bali masih ditemukan beberapa catatan dan kekurangan seperti para siswa ngobrol hingga petugas pengawas bermain handphone.
Temuan itu disampaikan Kepala Perwakilan Ombudsman Provinsi Bali Umar Ibnu Alkhattab usai mendapat hasil laporan jajarannya yang melakukan pengawasan ke sejumlah sekolah pada Ujian Nasional, Kamis (27/3/2019).
Ombudsman melaksanakan pemantauan UN di 5 sekolah SMKN yang ada di sekitar Kota Denpasar dan sekitarnya. Umar mengatakan, pihaknya turut memantau atau mengawasi penyelenggaran UN Tahun 2019 di wilayah Provinsi Bali.
UN tersebut mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 4 Tahun 2018 tentang penilaian hasil belajar oleh Satuan Pendidikan dan Penilaian Hasil Belajar Oleh Pemerintah.
“Jadi sebagaimana pemantauan UN tahun-tahun sebelumnya di Bali, maka tahun ini Ombudsman Bali juga melakukan pengawasan. Kami mengawasi, apakah penyelenggaraan UN itu sesuai dengan petunjuk teknis (Juknis) atau tidak,” katanya.
Periode pengawasan dilakukan sesuai dengan jadwal UN tahun ajaran 2018/2019. Sesuai jadwal, maka untuk SMK digelar 25-28 Maret 2019.
Tim Ombudsman melakukan pantauan selama satu hari terhadap UN di SMK, menyasar di 5 SMKN di Denpasar, yakni SMKN 1 Denpasar, SMKN 2 Denpasar, SMKN 3 Denpasar, SMKN 4 Denpasar dan SMKN 5 Denpasar.
Pihaknya berasumsi, pantauan di 5 SMKN ini bisa mewakili seluruh SMK di Bali karena jumlah di kabupaten lainnya tidak terlalu banyak. Dari pemantauannya masih terdapat beberapa temuan pelanggaran yakni temuan mayor dan minor.
Untuk temuan mayornya ada 2 temuan yakni pertama, pengawas yang sibuk menggunakan HP saat UN berlangsung di ruang ujian. Kondisi terjadi di SMKN 1 Denpasar. Sedangkan temuan mayor yang kedua adalah banyak siswa mengobrol saat ujian berlangsung. Kondisi ini terjadi di SMKN 1 dan SMKN 5 Denpasar.
“Banyak siswa mengobrol saat mengerjakan soal ujian, pengawas tidak menegur atau melarangnya. Kami tidak tahu apa yang diobrolin siswa,” ucapnya. Hanya saja, sekalipun obrolan mereka tidak menyangkut soal ujian karena ujian sudah berbasis komputer, namun hal itu mengganggu konsentrasi siswa lainnya yang tengah mengerjakan soal.
Sementara temuan minor misalnya ruangan ujian tertutup gorden dengan alasan silau sehingga sulit dilakukan pengawasan seperti terjadi di SMKN 5 Denpasar. Ada juga sekolah yang tidak menyiapkan genset atau cadangan listrik untuk mengantisipasi listrik mati seperti di SMKN 2, SMKN 3 dan SMKN 5 Denpasar.
Umar menambahkan, pihaknya memilih sekolah negeri dalam pemantauan karena jumlah siswanya cukup banyak demikian juga ruangannya sehingga butuh penyelenggaranya yang akuntabel.
Pihaknya tidak melakukan pemantauan di SMK swasta, bukan berarti Ombudsman diskriminasi, karena SMK swasta muridnya sedikit, sehingga lebih mudah diorganisir pihak yayasan. “Sementara untuk SMKN Negeri muridnya banyak, sehingga butuh pengawasan yang ketat. Kami tidak diskriminasi,” demikian Umar. (rhm)