Ubud – Sebanyak 13 pementasan tari ditampilkan oleh 18 koreografer muda Indonesia di Pura Pesamuan Tiga Bali pada Sabtu (23/7/2022).
Mereka adalah peserta ajang Temu Seni bertema tari yang menghelat pentas pamungkas di Pura Samuan Tiga. Diketahui Pura Samuan Tiga sebuah situs cagar budaya dengan latar sejarah yang begitu penting bagi Bali, berlokasi di Banjar Bedulu, Blahbatuh Gianyar.
Sebelumnya, mereka selama seminggu menjalani dan melaksanakan 4 agenda utama Temu Seni yaitu Laboratorium Seni, Diskusi dan Sarasehan, Kunjungan Situs dan Kunjungan Budaya, dalam arahan dan bimbingan 2 fasilitator, para peserta Temu Seni berkesempatan untuk mempersembahkan karya mereka dalam 3 sesi pertunjukkan
Dalam 13 pementasan karya tari, baik dibawakan secara tunggal maupun kolaborasi dengan sesama peserta.
“Ajang Temu Seni ini, harapan dan memang biasanya terjadi adalah kolaborasi,” tutur Fasilitator Temu Seni Tari, Helly Minarti dalam keterangan tertulis.
Selain itu ada pertemanan baru dan tumbuhnya sense ‘aku tidak sendirian’, kesempatan untuk berjejaring. vAda permasalahan yang dialami dan rasakan oleh setiap koreografer dari tempat asalnya masing-masing.
Temu Seni menjadi momen bagi mereka saling berbagi strategi untuk mencari solusi, berteman, berkomunikasi dan membangun rasa bahwa mereka sama sekali tidak sendirian.
Fasilitator Joned Suryatmoko mengatakan apa yang dapat dihasilkan dari ajang ini pasti banyak sekali, terbentang begitu banyak kemungkinan-kemungkinan, semakin tidak hanya terbaca, namun juga teralami dan terujicobakan.
Hal ini yang menurutnya begitu berguna ketika kelak para koreografer muda ini kembali ke kota asal masing-masing. Mereka bisa menggerakkan praktik-praktik seni tari mereka sendiri dengan membawa cakrawala baru metode penggarapan dan materi karya yang lebih banyak.
Pementasan ini memperlihatkan adanya pilihan praktik artistik yang beragam, karena pentas solo maupun kolaborasi bisa dilihat sebagai praktik yang berbeda dalam arti penampilan di atas panggung, namun secara makna produksi yang luas.
Tiga belas pementasan yang digelar di Mandala Wisata Pura Samuan Tiga dibagi menjadi 3 sesi; Sesi 1 dihelat siang, Sesi II pada sore dan Sesi III dihelat malam hari yan berakhir pukul 22.00 Wita
Pada Sesi siang menampilkan Pementasan 1 Kolaborasi Gede Agus Krisna Dwipayana dan Ayu Anantha Putri dengan komposisi berjudul Nasarin. Pementasan 2 Koreografer dan penari Mekratingrum Hapsari dengan judul A Day to Remember dan Pementasan 3: oleh seniman tari Puri Senjani Apriliani bertajuk Fase Tubuh.
Sesi penampilan berikutnya di sore hari menghadirkan Pementasan 4 Kolaborasi antara Puri Senjani Apriliani, Bathara Swargaloka, Alisa Soelaeman dan Mekratingrum Hapsari dengan komposisi berjudul Tanda Baca.
Selanjutnya pementasan 5 juga merupakan sebuah kolaborasi berjudul Secret Coco yang dibawakan oleh Ela Mutiara Jaya Waluya, Pebri Irawan, Krisna Satya Utama dan I Putu Bagus Bang Sada Graha Saputra.
Pementasan 6 oleh I Komang Adi Pranata menghadirkan tari berjudul Lampah. Sesi II di sore hari ditutup oleh penampil 7 Razan Wirjosandjojo dengan komposisi tari berjudul Ayam.
Pada sesi III malam hari pementasan 8 kolbaorasi I Komang Adi Pranata, Eka Wahyuni, Yezyuruni Forinti dan Angelina Ayuni Praise dengan karya berjudul Rooted. Pementasan 9 berupa karya tunggal dari Alisa Soelaeman berjudul Suara yang lebih Pelan. Pementasan 10 berupa kolaborasi antara Ayu Permata dan Priccilia E.M Rumbiak berjudul Saling Gema. Sementara, pementasan 11, kolaborasi antara Eka Wahyuni dan Bagus Bang dengan karya berjudul Pesona.
Pementasan 12 Kolaborasi Kurniadi Ilham, Gede Agus Krisna Dwipayana, Yezyuruni Forinti dengan komposisi berjudul Sssst! Pementasan 13 sebagai nomor terakhir merupakan kolaborasi Razan Wirjosandjojo, Kurniadi Ilham, Priccilia E.M Rumbiak dan Yezyuruni Forinti dengan karya berjudul Sabung.
Mekratingrum Hapsar, salah seorang penampil dari Solo menuturkan, tentang A Day to Remember, sebuah komposisi solo yang ditampilkan di momen pementasan penutup
Temu Seni dihelat di Pura Samuan Tiga. Ini adalah sebuah karya yang berasal dari pengalaman diri dimana sepanjang berkarya penampil belum pernah menjamah dirinya sendiri. Artinya, materi dan kasus-kasus yang dibawakan cukup berjarak dengan penampil, namun dirinya mengalaminya.
Mekratingrum, yang akrab disapa Mike ingin memberikan wadah dan ruang dalam pertunjukan ini kepada audiens untuk berpartisipasi dalam mengingat memori-memori yang telah mereka alami dan miliki.
Koreografer muda dari Jambi, Kurniadi Ilham menjelaskan tentang karya kolaborasinya yang berjudul Sssst! Adalam semacam paradoks dan kontradiksi.
Inspirasinya adalah kepedulian dan kekhawatiran kami berempat terhadap situs cagar budaya dan ekosistem yang ada disekitarnya yang dimiliki di tempat kita masing-masing yang terancam dengan kemajuan industri.
Pihaknya melihat sebuah kebisingan parah dan eksploitasi mengepung situs-situs itu.
Dia bersyukur bisa bergabung di ajang ini, saya rasa berada di Temu Sini ini baru semacam embrio untuk kemudian menumbuhkan masa depan tidak hanya bagi kami sebagai seniman, namun juga dunia seni tari Indonesia.
Koreografer penampil dari Solo, Razan Wirjosandjojo memaparkan tentang komposisinya berjudul Ayam yang mengisahkan tentang sebuah arca dewa tajen dan tradisi sabung ayam serta bagaimana tentang prediksi tentang ketidakpastian atas pemenang di arena. Ia menari bersama ayam hidup dalam kesempatan ini.
Di komposisi kolaborasi berjudul Sabung saya tampil bersama Kurniadi Ilham dari Sumbar, Priccilia E.M Rumbiak dari Papua dan Yezyuruni Forinti dari Jailolo, Maluku. Mereka mencoba bereksperimen dari sebuah notasi koreografi dengan menambahkan elemen judi dan bertarung ayam atau sabung.
Dalam judi ada semacam meramal secara matematis dan kosmologis yang dimiliki oleh orang-orang di seputar tradisi ini.
Dari pementasan penutup ini Razan merasa begitu besar peluang kolaborasi terbuka setelah ajang Temu Seni ini berakhir. Ini adalah proses yang begitu berharga dan saya bersyukur berada di dalamnya.
Pemandu dan narasumber napak tilas Pura Samuan Tiga, Dewa Gede Yadhu Basudewa menjelaskan, “Lontar Tatwa Siwa Purana menyebutkan bahwa Pura Samuan Tiga dibangun pada masa pemerintahan Raja Candrasangka. Jika Prabu Candrasangka seperti disebutkan dalam Lontar Tatwa Siwa Purana sama atau nama lain dari raja Candrabhayasingha Warmadewa seperti disebutkan dalam prasasti Manukaya, maka Pura Samuan Tiga sudah ada sekitar abad X.
Samuan Tiga secara etimologi berasal dari kata samuan berarti pertemuan/penyatuan/rapat, sedangkan tiga berarti bilangan tiga. Uraian lontar di atas, menunjukkan bahwa nama Samuan Tiga dikaitkan dengan adanya suatu peristiwa penting, yaitu adanya musyawarah tokoh-tokoh penting dalam suatu sistem pemerintahan.
Lebih jauh Dewa Gede memaparkan bahwa kepercayaan mengenai lokasi Pura Samuan Tiga pada masa lampau digunakan sebagai tempat pertemuan (samuan) menyatukan sekte-sekte di Bali hingga menjadi sebuah konsep Tri Murti dan Kahyangan Tiga dapat dibuktikan dengan tinggalan-tinggalan budayanya.
Dalam hal ini Pura Samuan Tiga sebagai situs Cagar Budaya ketika diamati menyimpan artefak sebagai benda Cagar Budaya tersebar tersimpan pada pelinggih-pelinggih (bangunan suci).
Dalam momen Lokakarya dan Pementasan Tari Kecak bersama Maestro kecak, I Ketut Rani menyampaikan apresiasi dan kekaguman atas kemampuan gemilang yang ditunjukkan oleh 18 koreografer Temu Seni saat belajar tari kecak dalam momen yang begitu singkat sekaligus mementaskannya bersama Maestro di Pura Kahyangan Tiga.
Cak Rina mengakui para koreografer muda adalah seniman terpilih sesungguhnya.
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi melalui Direktorat Perfilman, Musik, dan Media, Direktorat Jenderal Kebudayaan menggelar Temu Seni yang berlangsung di Ubud, Gianyar pada 18-24 Juli 2022.
Sebanyak 18 koreografer muda yang memiliki beragam latar genre dan berasal dari berbagai tempat di Indonesia hadir di Ubud untuk turut serta dalam Temu Seni, sebuah ajang silaturahmi, apresiasi dan jejaring seni tari sekaligus memperkenalkan dan menambah gaung Indonesia Bertutur 2022 di daerah cagar budaya di Indonesia.
Direktur Perfilman, Musik dan Media, Kemendikbudristek RI, Ahmad Mahendra menyampaikan, “Kegiatan Temu Seni ini merupakan salah satu rangkaian dari festival mega event Indonesia Bertutur 2022 yang digelar menjadi bagian dari perhelatan akbar Pertemuan Menteri-Menteri Kebudayaan G20 (G20 Ministerial Meeting on Culture) dimana akan dilaksanakan di Kawasan Borobudur, Magelang, Jawa Tengah pada bulan September mendatang.”
Direktur Artistik Indonesia Bertutur 2022, Melati Suryodarmo memaparkan pertunjukan pamungkas di ajang Temu Seni ini adalah momen yang begitu menarik sebagai sebuah pertunjukan karya dari koreografer muda Indonesia dengan proses pengkaryaan melalui pendekatan yang berbeda dan istimewa.
Lebih jauh Melati menuturkan karya-karya yang ditampilkan disarankan berdasarkan pemahaman tentang situs cagar budaya terdekat di wilayahnya, namun bebas menginterpretasikan narasi dan maknanya atau mengembangkannya sesuai dengan arahan kekaryaan masing-masing.
Para Koreografer muda yang diundang tidak hanya punya pengalaman berkarya terkait peninggalan masa lampau, namun juga berorientasi pada praktik kontemporer yang visioner dalam versi yang berbeda-beda. ***