asarnas dalam hal ini Kantor Pencarian dan Pertolongan Denpasar sebagai perpanjangan tangannya mengambil peranan dalam jaminan keselamatan di perairan/ist |
Denpasar-Basarnas Bali terus mengambil peranan dalam membantu memberikan keselamatan perairan Laut di Selat Lombok.
Sejarah baru bagi Indonesia di bidang kemaritiman, dimana kini telah memiliki Traffic Separation Scheme (TSS) atau bagan pemisah alur laut yaitu Selat Sunda dan Selat Lombok.
Indonesia merupakan negara maritime terbesar kedua di dunia, dengan total wilayah 8,3 juta KM2 dan tercatat 6,4 juta KM2 berupa lautan. Ditelisik dengan kondisi geografi tersebut, maka sangatlah penting adanya pengatur alur pelayaran. Pada kesempatan rapat koordinasi, Rabu (15/7/2020) bertempat di Gedung Wisma Sabha Kantor Gubernur Bali, dibahas terkait penguatan system keamanana laut di Traffic Separation Scheme (TSS) Selat Lombok.
Acara tersebut dibuka secara langsung oleh Wakil Gubernur Bali, Tjok Oka Artha Ardana Sukawati. Turut hadir Staf Ahli Polhukam Bidang Kedaulatan Wilayah dan Kemaritiman, Laksamana Muda (Laksda) Yusup, S.E., M.M.
Membahas Selat Lombok tentunya akan terhubung langsung dengan wilayah perairan Bali. Bahkan di perairan tersebut juga dilalui jalur pelayaran internasional yang berdampak pada masuknya kapal-kapal besar dari Benua Asia menuju Benua Amerika melalui Samudera Pasifik maupun sebaliknya. Melalui Kementerian Perhubungan memberlakukan TSS sebagai bentuk efisiensi bernavigasi dan menekan angka kecelakaan kapal serta perlindungan.
Banyak pihak atau instansi yang akan terkait satu sama lainnya dalam penerapan TSS, salah satunya dalam ranah penanganan kecelakaan di wilayah perairan Bali, disamping faktor keamanan (pembajakan, penyelundupan). Keamanan yang lebih luas lagi adalah kelestarian ekosistem laut untuk jangka panjang. Pengawasan yang lebih baik diharapakan dapat menekan kemungkinan terjadinya kecelakaan dan tindakan illegal.
Basarnas dalam hal ini Kantor Pencarian dan Pertolongan Denpasar sebagai perpanjangan tangannya mengambil peranan dalam jaminan keselamatan di perairan. Sesuai dengan amanat dari Undang-Undang Nomor 29 tahun 2014 tentang pencarian dan pertolongan, menekankan tugas pokok Basarnas dalam menangani salah satunya adalah kecelakaan di perairan.
Gede Darmada, S.E., M.AP. yang saat itu turut hadir sebagai undangan mengutarakan bahwa selama ini keterlibatan Basarnas dalam memegang komitmen sesuai Undang-Undang telah dilakukan dengan maksimal.
Menurutnya ada beberapa kendala, diantaranya keberadaan beberapa kapal-kapal yang melintas di perairan Bali belum dilengkapi alat emergency (EPIRB) atau ada yang telah memiliki tapi tidak terregistrasi.
“Kami mengharapkan kapal-kapal yang telah memiliki EPIRB agar segera melakukan registrasi kepada Basarnas dan tentunya gratis tidak dipungut biaya sama sekali,” pungkas Darmada.
Keberadaan alat tersebut sangat penting agar Basarnas dapat menerima sinyal dan melacak posisi kapal disaat alami keadaan darurat untuk mempercepat respon time. Tak hanya permasalahan EPIRB, ia juga memaparkan permasalahan dermaga sandar untuk kapal di wilayah timur perairan Bali.
“Tempat sandar yang bisa digunakan untuk kapal SAR ketika melakukan operasi SAR pada wilayah itu, setidaknya ada tempat sandar jadi tidak perlu bolak balik dari Benoa ke wilayah perariran tersebut, dampaknya akan berpengaruh pada respon time,” pungkasnya.
Ditemui usai menghadiri Rapat Koordinasi, Darmada menyatakan bahwa pada dasarnya Basarnas selalu siap dalam memberikan pelayanan operasi pencarian dan pertolongan bagi kapal-kapal yang melewati TSS Selat Lombok.
“Kesiapsiagaan kami dalam penanganan kecelakaan di perairan ataupun respon untuk permintaaan evakusai medis ABK Kapal sudah seringkali kami lakukan,” tuturnya. Memberikan rasa aman bagi kapal yang melintas diharapkan dapat menggeliatkan perekonomian di Bali secara berkelanjutan. (lif)