Belajar Subak, Delegasi WWF China Kunjungi Jatiluwih

Serangkaian kegiatan WWF ke 10 di Bali sejumlah delegasi telah mengunjungi DTW Jatiluwih, Di antaranya mantan Presiden Hongaria, Delegasi Prancis dan Delegasi RRC

19 Mei 2024, 17:48 WIB

Tabanan – Serangkaian even World Water Forum (WWF) ke 10 di Bali yang berlangsung 18-25 Mei 2024, delegasi Republik Rakyat China (RRC) yang dipimpin Menteri Urusan Air/Pengairan, H.E Mr. Li Gouying mengunjungi Daya Tarik Wisata (DTW) Jatiluwih di Desa Jatiluwih, Kecamatan Penebel, Tabanan, Bali, Minggu (19/5/2024)

Rombongan delegasi sejumlah 8 orang tersebut diterima Manajer Operasional DTW Jatiluwih I Ketut Purna yang mendampingi langsung delegasi melihat terasering sawah yang ada di depan Jatiluwih Resto.

Melalui penterjemahnya, Li Gouying mengaku tertarik dengan pengaturan air di persawahan yang ada di Bali, khususnya di Desa Jatiluwih. Ditanyakan bagaimana cara mengatur air untuk areal persawahan yang sangat luas.

Menjawab pertanyaan tersebut, I Ketut Purna yang akrab dipanggil dengan nama John ini menjelaskan tentang Subak sebagai organisasi pengaturan air di sawah.

Disebutkan, subak telah dikenal masyarakat Bali sejak ratusan tahun yang lalu. Subak merupakan suatu sistem swadaya masyarakat yang berfungsi mengatur pembagian air irigasi yang mengairi setiap petak area persawahan. Sistem ini dikelola secara berkelompok dan bertingkat yang disertai dengan pembagian peran yang spesifik bagi setiap anggotanya.

“Pembagian air didasarkan atas luasan petakan sawah. Bila sawahnya arealnya kecil jatah airnya sedikit. Sebaliknya bila arealnya luas, jatah airnya juga banyak. Banyak sedikitnya jatah air ditentuakan luas sawahnya dengan menggunakan alat ukur khas subak ,” jelasnya.

John Ketut Purna juga menjelaskan Subak adalah organisasi kemasyarakatan yang khusus mengatur sistem pengairan sawah (irigasi) yang digunakan dalam bercocok tanam padi di Bali. Subak pada umumnya memiliki pura yang dinamakan Pura Bedugul, yang khusus dibangun oleh para pemilik lahan dan petani.

Pura tersebut diperuntukkan bagi Dewi Sri, yaitu dewi kemakmuran dan kesuburan menurut kepercayaan masyarakat Bali. Sistem irigasi ini diatur oleh seorang pemuka adat atau Pekaseh sebagai Ketua Subak yang juga adalah seorang petani di subak tersebut.

“Mister Li Gouying sempat menanyakan tentang keberadaan Pura Bedugul, namun karena lokasinya jauh saya bawa ke Pura Dalem yang lokasinya dekat sini karena mereka ingin sekali melihat keberadaan pura,” katanya.

Selain pertanyaan mendetail tentang Subak, Ketua Delegasi China juga sempat menanyakan mengapa petani di Subak Jatiluwih masih menanam padi lokal merah yang umurnya panjang sekitar enam bulan. Kanapa tidak menanam padi unggul yang umurnya hanya 3-4 bulan saja. Kanapa buang-buang waktu.

Terkait pertanyaan ini, Ketut Purna menjelaskan karena padi merah yang dikenal dengan nama padi merah Cendana Jatiluwih ini merupakan warisan nenek moyang yang sudah ditanam turun temurun.

“Padi merah Cendana Jatiluwih ini hanya bisa tumbuh di Subak Jatiluwih. Petani di sini pada bulan Januari sejak dulu harus menanam padi jenis ini. Ini sudah menjadi kearifan lokal, kesepakatan petani yang tidak bisa ditawar. Bila dilanggar akan kena sanksi dari Subak,” ujarnya.

Pada kesempatan tersebut Ketut Purna juga menjelaskan, dalam serangkaian kegiatan WWF ke 10 di Bali, selain delegasi China juga telah datang ke DTW Jatiluwih mantan Presiden Hongaria.

“Kemarin mantan Presiden Hongaria sudah berkunjung ke sini dan tadi pagi Delegasi Prancis juga berkunjung ke sini. Sekarang delegasi China yang dipimpin oleh Menteri Pengairan Urusan Airnya,” pungkasnya.***

Artikel Lainnya

Terkini