GP Ansor Sebut RUU Omnibus Law Cilaka Tidak Jujur

18 Februari 2020, 18:16 WIB
yahya
Ketua Umum PP GP Ansor Yaqut Cholil Qoumas/nu.or.id

Jakarta –  RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja (Cilaka) dinilai tidak jujur karena menitikberatkan pada investasi dan investor daripada menciptakan
lapangan kerja dan para pekerja.

Hal itu ditegaskan Ketua Umum PP GP Ansor Yaqut Cholil Qoumas menyampaikan hal itu setelah

memperhatikan perkembangan situasi dan isu terkini terkait Rancangan Undang Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja.

Penilain itu setelah melakukan pemantauan melalui seluruh Pengurus Cabang (PC) dan Pengurus Wilayah (PW) Gerakan Pemuda (GP) Ansor di seluruh Indonesia, termasuk media sosial, media siber, dan media cetak di situational room PP GP Ansor selama 2 bulan terakhir.

Juga mengkaji secara khusus naskah akademik dan draf RUU Omnibus Law Cipta Kerja ini secara intensif dan komprehensif.

Pihaknya melihat, RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja, yang sebelum diserahkan ke DPR disosialisasikan oleh pemerintah sebagai RUU Omnibus Cipta Lapangan Kerja sering disingkat Cilaka merupakan RUU yang tidak jujur.

“Karena dalam pengamatan dan kajian kami, RUU ini lebih merupakan RUU yang menitikberatkan pada investasi dan investor daripada menciptakan lapangan kerja dan para pekerja” ujarnya dalam siaran pers, Selasa (18/2/2020).

Pihaknya, mencermati bagaimana pemerintah meyakinkan publik agar menerima RUU ini lebih pada argumen “memperbanyak investasi dan menarik investor” daripada narasi bagaimana menciptakan dan mengembangkan lapangan kerja bagi banyak usia kerja produktif Indonesia agar lebih berdaya di era industri 4.0.

GP Ansor mencermati ada komunikasi publik yang buruk dari pemerintah kepada rakyat, dan sebaliknya, hingga akhirnya RUU ini disusun secara tidak jujur.

Jika pemerintah memiliki komunikasi publik yang baik, rakyat bisa diyakinkan bahwa revisi UU investasi dan penanaman modal agar lebih adaptif terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Serta tren ekonomi yang lebih ramah lingkungan (eco-friendly) sekaligus berkelanjutan, sama pentingnya dengan RUU Cipta Lapangan Kerja yang menjamin dan mengupayakan semua usia produktif Indonesia, khususnya para pemuda, bisa bekerja dan memiliki kehidupan yang baik, sejajar dengan para pekerja di negara-negara maju.

“Kami menilai penyusunan RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja ini tidak mengikuti pola penyusunan undang-undang yang baik dan demokratis,” tegas dia.

Hal ini bisa dilihat bagaimana RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja — yang menurut kami lebih tepat sebagai RUU Omnibus Law Investasi— hanya dikonsultasikan kepada publik melalui Satuan Tugas Bersama Pemerintah dan Konsultasi Publik Omnibus Law (Kepmenko Perekonomian No. 378 Tahun 2019) yang melibatkan hampir seluruh asosiasi pengusaha, pengusaha, dan pejabat pemerintahan (provinsi dan kabupaten/kota).

Konsultasi sama sekali tidak melibatkan asosiasi atau serikat pekerja dan organisasi kepemudaan yang juga ikut menaungi banyak pemuda berusia produktif Indonesia, yang sebenarnya menjadi principal role occupants atau pelaksana norma utama, sekaligus target sesungguhnya dari pemberlakuan RUU ini.

GP Ansor melihat RUU Omnibus Law ini lebih sebagai RUU Obscure Law. Oleh karena itu, GP Ansor  mendesak DPR mengembalikan RUU tersebut ke pemerintah agar dikaji lagi dengan benar, dan mengkomunikasikannya dengan baik dengan seluruh pemangku kepentingan, terutama para principal role occupants. (rhm)

Artikel Lainnya

Terkini