Optimalkan Penerimaan Negara, RUU HPP Majukan Perpajakan Indonesia

8 Oktober 2021, 21:11 WIB

Rancangan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan RUU memajukan perpajakan Indonesia./Dok. DJP.

Jakarta – Rancangan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (RUU) untuk mengoptimalkan  penerimaan  negara  dan memajukan perpajakan Indonesia.

Dalam peraturan memiliki enam kelompok pengaturan, yakni Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), Pajak Penghasilan(PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Program Pengungkapan Sukarela (PPS), pajak karbon, serta cukai.

Selain itu, RUU HPP juga menyangkut tiga hal utama yaitu asas dari peraturan perpajakan, tujuan, muatan isi dan pemberlakuan.

Tujuannya adalah meningkatkan pertumbuhan dan mendukung percepatan pemulihan ekonomi.

 “Pemulihan ekonomi dan mengembalikan pertumbuhan membutuhkan banyak sekali pemihakan dan  resources  dan  harus  didesain  secara  sangat  hati-hati  dan  detail.  Kita  menggunakan  semua  hal instrumen  yang  ada  di  dalam  pemerintahan,  APBN,  perpajakan  baik  pajak  dan  bea  cukai,  PNBP,  belanja negara, belanja daerah,” jelas Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dilansir dari keterangan tertulis,Jumat (8/10/2021)

UU  ini  mengoptimalkan  penerimaan  negara,mewujudkan  sistem  pajak  yang  berkeadilan dan  memberikan  kepastian hukum serta  melaksanakan reformasi, administrasi serta kebijakan perpajakan yang makin harmonis dan konsolidatif untuk memperluas juga  basis  perpajakan di era globalisasi  dan  teknologi digital yang begitu mendominasi.  

“Dan terakhir adalah dengan UU HPP, maka kita ingin terus meningkatkan sukarela kepatuhan wajib pajak”jelasnya Menkeu.

Ada pun kelompok Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pemberlakukan  Nomor  Induk  Kependudukan  (NIK)  menjadi  Nomor  Pokok  Wajib  Pajak  (NPWP)  bagi Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP).  

Pemberian  kesempatan  kepada  wajib  pajak  untuk  mengungkapkan  ketidakbenaran  pengisian  Surat Pemberitahuan (SPT), selama Direktorat Jenderal Pajak (DJP) belum menyampaikan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP).   

Sinkronisasi dengan Undang Undang Cipta Kerja dalam penerapan sanksi administrasi perpajakan.Pengaturan asistensi penagihan pajak global. Kesetaraan  pengenaan  sanksi  melalui  penurunan  sanksi  terkait  permohonan  keberatan  atau  banding wajib pajak.

Pengaturan  pelaksanaan  Mutual  Agreement  Procedure  (MAP)  agar  dapat  berjalan  secara  simultan dengan proses keberatan atau banding.  

Kuasa Wajib Pajak harus memiliki  kompetensi  tertentu  dalam  aspek  perpajakan,  kecuali  Kuasa  Wajib Pajak yang merupakan suami, istri, keluarga sedarah, atau semenda sampai dengan derajat kedua.

Sinergi antar instansi pemerintah untuk melakukan pemberian data dalam rangka penegakan hukum dan kerja sama.(Miftach Alifi)

Berita Lainnya

Terkini