Perjuangan Komang Sutama, Kuliahkan Anak dari Jualan Gorengan

28 Februari 2020, 12:54 WIB

Amlapura – Penjual gorengan I Komang Sutama (50) warga Dusun Bangbang Biaung, Duda, Selat Karangasem mengaku sudah 10 tahun jualan gorengan hingga mampu menyekolahkan anaknya hingga bangku perguruan tinggi.

Awalnya, Sutama seorang sopir angdes. Namun saat angkutan umum sekarat dia mulai banting setir. Beberapa usaha sempat dilakukan sebelum memilih sebagai penjual gorengan.

Diantaranya adalah jualan Kacang Kapri keliling. Bahkan saat awal awal jualan gorengan sang istri masih jualan kacang kapri keliling. Caranya dengan menaruh dibeberapa warung dengan sistem titip.

Seiring waktu usaha gorengan yang dia jual semakin ramai maka dia mulai focus untuk jualan gorengan. “Sekarang ini hanya jual gorengan saja,” ujar pria lulusan SMA.

Pertama tama jualan hanya mempu menghasilkan Rp 150 ribu sampai 200 ribu per hari. Saat itu masih buka sore mulai jam 15 sore sampai jm 18.00 wita. Belakangan ini dia mulai jualan sejak pagi pukul 10.00 sampai sore.

Selain sempat jadi sopir Bemo tahun 1998 dia juga sempat menjadi tenaga honorer di SMAN 1 Selat. Namun memilih mundur karena tidak bisa memenuhi kebutuhan hidupnya.

Gorengan dia jual lengkap dari tempe, pisang goreng tahu isi bahkan godoh nangka. (Nangka Goreng). Kerja kerasnya selama 10 tahun sekarang ini diakui cukup untuk kebutuhan sehari hari.

Saat ini bisa menyekolahkan anaknya sampai di bangku kuliah. Bahkan anak pertama sudah tamat kuliah sekalipun hanya D1 namun sudah bekerja.

“Sempat kuliah di Word Traening Center jurusan memasak,” ujarnya. Saat ini sang anak Ni Luh Saraswati sudah bekerja di sebuah restoran di Denpasar. sementara anak kedua saat ini juga sedang kuliah di Apolonia Hotel School juga untuk satu tahun.

“Kalau anak kedua (Kadek Suarasta Dijaya) baru empat bulan kuliah di sana,” sebutnya sembari menambahkan anak ke III masih kelas VI SD.

Pria yang piawai dalam beberapa seni musik tradisional. Diantaranya rindik, gong, bale ganjur dan yang lainya. saat ini mengaku dia mendapat jualan per harinya mulai 500 ribu sampai 700 ribu.

Ini dialakukan dari jam 10 pagi sampai jam 21.00 wita. Sampai saat ini dia mengerjakan sendiri kegiatanya tersebut bersama istrinya. Sutama sendiri mengaku belum bisa mencari tenaga kerja karena balum sanggup untuk menggaji.

Guna persiapan itu, dia harus bekerja mulai pagi dengan mulai membeli bahan bahan. Sementara sebagian bahan baku seperti Tahu dan Tempe dia ambil di Sidemen, Karangasem. Gorengan yang dia buat dijamin belih berkwalitas karena menggunakan minyak goreng yang sekali pakai.

“Saya tidak menggunakan minyak bekas, karena akan menimbulkan batuk,” ujarnya. sebab jika pembeli sampai sakit tentunya akan kapok berbelanja di tempatnya. Karena itu dia pun wajib menjaga kwalitas daganganya.

“Saya awalnya dikira orang jawa,” ujar suami dari Ni Wayan Tampeg tersebut. karena selama ini jualan gorengan seperti ini sebagian besar dilakukan orang rantau asal Jawa.

Lokasi dia jualan juga cukup strategis dan ada di depan rumahnya. Ini karena jalan di depan rumahnya adalah jalan besar yang cukup ramai.

Dirinya mengatakan memang jarang orang Bali ada yang mau berjualan seperti ini. “Ya mungkin mereka malu dan inginya jadi pegawai,” tambahnya.

Mestinya tidak usah gensi apapun peluang harus dikerjakan dengan baik dan serius. Sementara itu keuntungan bersih dari hasil jualan tersebut sekitar 30 persen. Ini sudah di potong bahan baku, monyak goreng dan juga gas.

Dia juga tidak pernah membuat gorengan sisa dia goreng lagi. Karena ini akan merugikan konsuman. “Saya harus jaga terus kwalitas sekalipun hanya dagang gorengan,” tambahnya.

Awalnya di Selat ada dagang gorengan dari Jawa namun sekarang sudah tidak ada lagi. Sehingga sekarang ini nyaris tidak ada pesaing. (nik)

Berita Lainnya

Terkini