Kabarnusa.com – Pita Maha, sebuah entitas sejarah seni rupa di Bali era 1930-an sampai sekarang belum pernah teridentifikasi secara tegas.
Beragam
tulisan dan ulasan memaknainya dengan berbagai penamaan, entah itu
disebut sebagai koperasi seniman, organisasi seniman, atau yang lain.
Padahal Pita Maha yang resmi berdiri 29 Januari 1936, memiliki peran sangat penting dalam sejarah seni rupa Bali.
Wayan Kun Adnyana dari penelitian disertasinya, Pita Maha merupakan gerakan sosial seni lukis Bali tahun 1930-an.
“Gerakan ini lahir dari kesadaran bersama para pelukis Bali, maesenas seni, dan pelukis Barat,” papar Kun
Dalam
renungan kebudayaan, Kun Adnyana menjelaskan, sejak medio 1920-an,
muncul gelombang praktik seni lukis oleh remaja Desa Ubud di bawah
bimbingan pelukis senior desa setempat, seperti Tjokorda Oka Gambir di
Peliatan dan Ida Bagus Kembeng di Tebasaya.
Mereka mulai melakukan praktik seni lukis baru, dengan memberi peluang bagi pribadi pelukis untuk mengungkap ekspresi pribadi.
Begitu
juga praktik seni yang dilakukan pelukis Lempad dengan melakukan
perubahan dan pembaruan atas dominasi langgam seni lukis wayang Kamasan.
Gerakan yang berhasil mempopulerkan puluhan pelukis Bali, dan
terpenting berhasil mengusung ideologi seni lukis Bali baru, yang hingga
kini tetap dirayakan seniman muda Bali.
Momentum 80 tahun Pita Maha, seiring dengan tipikal masyarakat seni abad ke-21, yang diwarnai interkonektivitas dan kolaborasi,
“Kami
maknai dengan peristiwa renungan budaya sekaligus peresmian Yayasan
Titian Bali. Yayasan ini bermaksud untuk mengembangkan spirit gerakan
sosial seni yang telah dicipta era Pita Maha, sekaligus memperluas
dengan visi baru sesuai tantangan abad ke-21 ini,”terang Pembina Yayasan
Titian Bali, Soemantri Widagdo dalam keterangan tertulisnya Jumat (29/1/2016).
Acara dalam renungan ini
dirangkai dengan penyerahan Anugerah Pusaka Seni untuk dua tokoh
terpilih dari unsur perupa dan pencinta seni yang berdedikasi dan penuh
pengabdian kepada perkembangan dan kemajuan seni rupa Bali.
Selain
itu ada peluncuran buku Lempad of Bali, edisi bahasa Indonesia. Buku
ini memuat lima bab, meliputi: ‘Perjalanan Panjang I Gusti Nyoman
lempad’ oleh John Darling, ‘Sumber Inspirasi’ oleh H.I.R. Hinzler,
‘Mengabaikan
Hutan untuk Pohonnya’ ditulis Kaja M. McGowan, ‘Gaya dan Teknik Lempad’
ditulis Soemantri Widagdo dan Bruce W. Carpenter, dan ‘Jembatan Menuju
Seni Rupa India’ oleh Bruce W.
Carpenter. Pemilihan topik
bahasan sesuai dengan latar keilmuan masing-masing penulis, menjadikan
pembahasan kaya perspektif dan data otentik.
Bertempat di Titian
Art Space, jalan Bisma, Ubud, rangkaian renungan budaya ini juga
menghadirkan pameran seni lukis bertajuk Rwa Bhineda, dengan menampilkan
karya pelukis Wayan Budiarta (Batuan), Ida Bagus Purwa (Sanur), I Wayan
Aris Sarmanta (Batuan), Putu Kusuma (Keliki), dan Ketut Teja Astawa
(Sanur). (gek)