Ilustrasi (kabarnusa) |
Kabarnusa,com, Jakarta – Masuknya RUU Pertembakauan dalam Prolegnas DPR RI dinilai lebih memihak kepentingan industri rokok dibanding perlindungan kesehatan masyarakat sehingga dapat mengancam ketahanan bangsa dan memerpanjang daftar kemiskinan.
Kesimpulan itu muncul dari pertemuan media dengan Prijo Sidipratomo selaku Ketua Umum Komnas Pengendalian Tembakau), Dr. Hakim Sorimuda Pohan dan Tulus Abadi, selaku pengurus Komnas Pengendalian Tembakau.
Pertemuan di kantor PB-IDI menyikapi hasil sidang paripurna DPR yang telah memutuskan RUU Tentang Pertembakauan masuk Prolegnas 2014.
Komnas Pengendalian Tembakau sangat prihatin dan mengecam keras keputusan ketua sidang yang jelas tidak menghiraukan keberatan-keberatan dari banyak anggota DPR lainnya.
“Semangat RUU Tentang Pertembakauan berfokus pada kelangsungan produk yang masuk dalam kategori investasi negatif dan juga produk berdampak buruk pada kesehatan,” tegas Ketua Umum Komnas Pengendalian Tembakau Prijo Sidipratomo .
Artinya, RUU ini sangat bertentangan dengan upaya negara untuk mencerdaskan, menyehatkan dan meningkatkan kualitas hidup rakyat.
RUU Pertembakauan merupakan kemunduran signifikan dari negara Indonesia dalam melindungi rakyat dari bahaya rokok yang mematikan sehingga memperpanjang kemiskinan dan melemahkan ketahanan bangsa.
Sekilas gambaran jalannya sidang paripurna kemarin tanggal 17 Desember 2013, Pembahasan RUU Pertembakauan dalam sidang paripurna dihujani interupsi dari para anggota dewan.
Banyak penolakan dari kalangan pembela kesehatan dan masa depan generasi penerus bangsa serta pelindung para petani yang menolak RUU Pertembakauan.
RUU tersebut, disinyalir lebih condong kepada pemilik industri rokok yang telah diketahui umum merupakan pihak yang menyengsarakan petani maupun buruh.
Fraksi Demokrat, Fraksi Gerindra, Fraksi PKS maupun Fraksi PPP secara tegas
menyuarakan penolakan dalam sidang paripurna melalui anggota mereka.
Namun hujan penolakan ini ditepis Taufik Kurniawan selaku Pimpinan Sidang dengan pengambilan keputusan sepihak menyetujui RUU Tentang Pertembakauan masuk dalam Prolegnas 2014.
Keputusan Taufik menyebabkan suara-suara protes dari para anggota dewan hingga sebutan Tuan Takur kepada Pimpinan Sidang tercetus dari salah satu anggota.
Pada sidang Paripurna,Taufik Kurniawan tidak memperdulikan penolakan keras para anggota Dewan karena menurut dia penolakan datang dari perorangan, bukan fraksi.
Karena anggota Baleg adalah dari berbagai fraksi di DPR, maka susunan daftar Prolegnas 2014 yang telah dirapatkan di internal Baleg dianggap telah disetujui oleh seluruh fraksi.
Hakim Pohan menambahkan, RUU tersebut tidak memenuhi kriteria tata-tertib DPR RI, yang sejatinya sama hukumnya dengan Undang-undang.
“Pimpinan Baleg telah memanipulasi Undang-undang, sebab rapat Paripurna bukan forum untuk fraksi, tapi untuk anggota-anggota,” katanya.
Karena itu, rapat Paripurna adalah forumnya untuk interupsi dan menyatakan keberatan. Ada ketentuan tertentu untuk mencapai kuorum.
Penandaan bintang pada RUU tersebut pada paripurna Desember tahun lalu, karena dianggap masih bermasalah.
“Seharusnya tidak memotong kompas langsung memasukkan ke Prolegnas 2014, melainkan seharusnya disepakati dahulu untuk dicabut, baru didiskusikan kembali, ” tukas mantan anggota DPR itu.
Pohan empertanyakan apa yang menyebabkan Taufik Kurniawan – yang dari dapil Jateng– memutuskan seperti itu, mengapa Taufik tidak bersedia lagi memperhatikan suara-suara menentang di Paripurna.
“Apakah karena ada perjanjian dengan pimpinan Baleg yang di lain pihak telah punya komitmen dengan Industri rokok untuk menggoalkan RUU Tentang Pertembakauan ini,” tanya dia.
Hal ity merupakan kenyataan yang sangat ironis, karena Taufik dari partai PAN yang merupakan partai reformis.
Tulus Abadi mengatakan, masuknya RUU tersebut dalam Prolegnas merupakan sebuah kiamat kecil bagi anak-anak dan generasi muda.
Dari sisi manapun keputusan sidang tidak dapat diterima oleh akal sehat. Layaknya seperti mau menjadikan Indonesia masyarakat perokok nomor 1 di dunia.
“Ini merupakan reaksi defensif terhadap pasal-pasal yang ada yang mengatur tembakau, dan yang menyatakan tembakau adalah produk yang bersifat adiktif,” tukasnys.
Tidak ada di dunia luar justru industri rokok yang membuat RUU untuk mengatur konsumsinya.
Dia menengarai, masuknya RUU ini ke dalam Prolegnas 2014 sangat beraroma korupsi.
Keberatan tentang RUU tersebut yg disuarakan banyak masyarakat sipil peduli pengendalian tembakau di indonesia dan Komnas HAM, bahkan Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi, tidak dihiraukan oleh Baleg DPR.
“Padahal para pegiat pengendalian tembakau sudah berkali-kali menyatakan bahwa tidak ada urgencynya mengundangundangkan pertembakauan,” tukas dia.
Harusnya DPR berfokus pada dampaknya yang negatif terhadap masyarakat Indonesia. Bahkan pengakuan industri rokok yang sebetulnya tertera pada bungkus rokok bahwa produknya berbahaya menyebabkan sakit akan tidak berarti lagi.
“Industri telah berhasil menutupi dosanya melalui kegiatan CSR serta membangun citra psotifi melalui kreatifitas iklan rokok,” imbuhnya.
Buktinya adalah Baleg tidak lagi berpikir jauh dan jernih. Komnas PT menganggap perlunya aksesi FCTC (Framework Convention for Tobacco Control) segera karena ini merupakan rambu-rambu berstandar internasional, yang dilahirkan berdasarkan rundingan dan kesepakatan negara-negara di dunia, yang dapat mengendalikan tembakau.
Bila FCTC diaksesi, maka negara perlu membuat undang undang yang sejalan, bukan yang bertentangan.
Komnas PT akan mengadukan proses tidak sehat di sidang Paripurna DPR tersebut kepada Badan Kehormatan DPR, dan akan terus mengadvokasi masyarakat tentang perlunya pengendalian tembakau, pengendalian konsumsinya. (des)