![]() |
Kareananya, ratusan bibit tanaman berbagai jenis, salah satunya mangrove ditanam. Ini dilakukan demi mencegah abrasi air laut/ist. |
Mempawah – Abrasi menerjang bibir Pantai Wisata Keramat Kepiting,
Kelurahan Pasir Wan Salim, Kecamatan Mempawah Timur, Kabupaten Mempawah,
Kalimantan Barat kian mengkhwatirkan tak sedikit tanah warga yang hilang
tergerus menjadi lautan.
Kareananya, ratusan bibit tanaman berbagai jenis,
salah satunya mangrove ditanam. Ini dilakukan demi mencegah abrasi air
laut.
“Upaya pemerintah Kabupaten Mempawah terus menerus akan melaksanakan langkah
juga agar kegiatan yang sudah kita lakukan ini untuk kita tingkatkan. Dan kita
dukung semaksimal mungkin,” kata Wakil Bupati Mempawah, H Muhammad Pagi, pada
Sabtu, 5 September 2020 selepas menanam ratusan bibit tanaman berbagai jenis,
salah satunya mangrove bersama puluhan komunitas yang tergabung dalam
Sekretariat Bersama Sangggar Cinta Tanah dan Air Khatulistiwa (Sangsakha) dan
Balai Wilayah Sungai (BWS) Kalimantan I Pontianak.
Pihaknya berharap, komunitas sungai yang sudah dibentuk ini (Sangsakha) agar
terus menerus melakukan inovasi dan menjaga apa yang sudah dilakukan bersama
hari ini jangan sampai terjadi pembiaran.
“Sehingga apa yang menjadi program pemerintah terus menerus secara
kesinambungan dan terjaga,” kata Muhammad.
Kepala Balai Wilayah Sungai (BWS) Kalimantan I Pontianak, Dwi Agus Kuncoro,
menyebut ada 200 pohon berbagai jenis yang ditanam. Ada mangga matoa dan
sejenis tanaman pohon buah buahan serta mangrove.
“Luar biasa untuk komunitas ini Sansakha. Kami dari BWSK 1 pasti
mendorong terus langkah aksi bersamaa tetap istikomah untuk melestarikan alam
ini,” kata Dwi Agus Kuncoro. Dia menyebut, dalam aksi nyata penanaman
itu ada 30 komunitas yang ikut. Dia berharap kedepan setiap komunitas punya
area arealnya.
“Pendampingan kita BWSk 1 dalam kontek pengabdaian pada masyarakat yang
nantinya tujuanya untuk menjaidi agen perubahan di mana utamanya
daerahnya itu. Tahun depan kita mulai, tapi tahun ini kita akan turun survey
sudah disepakati di daerah Pantai Mempawah,” kata Dwi Agus Kuncoro.
Dwi Agus Kuncoro menegaskan,”Menyelamatakan air itu bisa ada 2 kelompok
besar yang ada dikelompok yang 1 dengan tanaman, dan dengan tidak tanaman.
Dengan tanaman ini kita menanam kalau hujan tanaman menyerap air dengann
tidak tanaman itu ada namanya dengan sekala kecil yang mudah membangun.
Dwi Agus Kuncoro menambahkan, sehari sebelumnya pada Jumat, 4 September 2020,
di Wisata Nusantara, Kabupaten Mempawah, BWS Kalimantan I Pontianak menggelar
kegiatan Pembinaan Kemitraan Pemerintah, Perguruan Tinggi, dan Komunitas
Peduli Sungai WS Kapuas sebagai bentuk sinergitas antara Instansi Pemerintah
dengan Kelompok Masyarakat dalam pemeliharaan sungai.
“Sinergitas diperlukan dikarenakan seiring dengan semakin meningkatnya
berbagai permasalahan dalam pengelolaan sungai. Diperlukan kolaborasi dan
peran aktif berbagai pihak dalam memelihara sungai. Kegiatan ini diharapkan
menjadi ajang diskusi serta berbagi pengalaman antar stakeholder yang
berkaitan dengan pengelolaan sungai,” kata Dwi Agus Kuncoro.
Narasumber utama dalam kegiatan ini adalah Kepala BWS Kalimantan I Pontianak,
Dwi Agus Kuncoro, yang menyampaikan materi terkait Local Wisdom Pengelolaan
Sumber Daya Air, serta Raja Fajar Ardiansyah (Dinas Pendidikan, Pemuda, Olah
Raga dan Pariwisata) yang memaparkan Pemanfaatan Wilayah Pesisir (Mangrove).
Dalam Kegiatan ini Sekretariat Bersama Sangsakha (Sanggar Cinta Tanah Air dan
Khatulistiwa) juga menyampaikan program kerja serta berbagai kegiatan yang
selama ini telah dilakukan untuk masyarakat.
“Kegiatan ini mengambil tema “Bersame Kite Jage Sungai Kapuas” dengan tujuan
agar semua pihak dapat turut serta berperan dan bersinergi dalam menjaga
keberlangsungan Sungai Kapuas di saat ini dan masa mendatang,” kata
Kepala BWS Kalimantan I Pontianak, Dwi Agus Kuncoro.
Ketua Sekretariat Bersama Sangggar Cinta Tanah dan Air Khatulistiwa
(Sangsakha), Syamhudi, berkata Gerakan Nasional Kemitraan Penyelamatan
Air atau GN-KPA ikut andil dalam agenda menanam kembali pohon sebagai media
kampaye.
Dia mengajak semua pihak untuk menyelamatkan air baik dari sumber sampai ke
muara. “Di negara tropis termasuk Indonesia, air sangat identik dengan pohon.
Dengan menanam pohon berarti kita juga menyelamatkan air,” kata Syamhudi.
Dia menjelaskan, di Kalbar khususnya di sebagian daerahanya mengalami abrasi
yang sangat menghawatirkan. “Itu disebabkan banyak tanah masyarak yang hilang
dan menjadi lautan,” kata Syamhudi.
Syamhudi berkata saat ini juga kita di hadapkan dengan perubahan iklim
dengan cuaca yang tidak menentu alhasil beberapa daerah juga terendam banjir
saat ini seperti yang terjadi di Kabupaten Mempawah.
“Dengan demikian berdiam dan tak merespon fenomena ini sama saja dengan bunuh
diri. Mari kita jaga hutan dengan fungsinya, gambut dengan peruntukannya,
sungai-sungainya dengan ekosistemnya, untuk kemaslahatan masa depan kita dan
menjaga etika relasi manusia dengan alam,” kata Syamhudi.
Ketua Mempawah Mangrove Conservation (MMC), Raja Fajar Azansyah, menyebut
panjangnya hutan mangrove di Kabupaten Mempawah 29 kilometer dari Jungkat ke
Sungai duri dari adanya pesisir.
Beberapa titik di wilayah Kabupaten Mempawah mengalami abrasi.
“Ini sudah terjadi sejak tahun 70-an. Mangrove yang ada pada saat ini sekitar
tahun 2000,” kata Raja Fajar Azansyah. Saat ini, msyarakat melakukan
percepatan pembibitan menanam 4000 bibit mangrove. Upaya ini, salah satu cara
agar pesisir Kabupaten Mempawah agar terjaga garis pantainya.
Diketahui, Mempawah Mangrove Conservation telah melakukan kegiatan sejak 2011
sampai saat ini sekitar 9 tahun. Pesisir yang dulunya tidak ada mangrove
sekarang sudah semakin lestari.
“Makanya kami mengajak para kawan-kawan jurnalis, komunitas, masyarakat agar
lebih perduli terhadap keadaan pesisir kita. Tidak hanya pesisir namun juga di
daerah daratan agar apa agar hutan ini semakin lestari,” kata Fajar.
(rhm)