Badung – Setelah aksi tak senonoh di jalanan viral HRC (60) warga negara Belanda dideportasi melalui Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai Bali.
Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Denpasar di bawah kepemimpinan Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan RI Agus Andrianto, kembali melaksanakan pendeportasian terhadap warga asing yang melanggar Keimigrasian.
Dua warga asing dideportasi yakni HRC (60) warga negara Belanda dan MAMM (48) warga negara Mesir, setelah melanggar Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.
Plh. Kepala Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Denpasar, Albertus Widiatmoko menjelaskan, HRC (60) tinggal di kawasan Tibubeneng, Kuta Utara, Bali, telah dilaporkan membuat keributan dan perbuatan tidak senonoh di jalanan pada awal November 2024.
HRC dipanggil mengklarifikasi dan diperiksa oleh petugas Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Ngurah Rai pada 12 November 2024 setelah kejadian tersebut sempat viral di media sosial.
Sebagaimana video yang beredar, HRC tampak menurunkan celana di tengah jalan dan melakukan tindakan vulgar sambil mencaci maki warga sekitar.
Sebelumnya, HRC datang ke Bali dengan izin tinggal ITAS investor yang berlaku hingga 23 Mei 2026, diduga terlibat dalam kegiatan yang meresahkan masyarakat.
Dari klarifikasi HRC mengaku tindakannya merupakan respons atas intimidasi yang ia alami terkait tanah dan villa yang ia tempati.
Diketahui HRC belum melakukan kegiatan usaha di perusahaannya selama melakukan investasi di Indonesia. Bahkan alamat perusahaan didaftarkan pada detil perseroan yakni di Tibubeneng – Kuta Utara, bukan merupakan alamat perseroan dimaksud.
Meskipun demikian, pelanggaran yang dilakukan HRC dianggap telah melanggar ketentuan keimigrasian dan tidak sesuai dengan izin tinggal yang diberikan.
Dari pemeriksaan, HRC telah melanggar Pasal 75 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian,” ujar Widiatmoko.
Akibatnya, HRC dikenai tindakan administratif berupa pembatalan izin tinggal dan pendeportasian kembali ke negaranya.
Petugas juga mendeportasi pria warga negara Mesir, MAMM (48), setelah terbukti melanggar aturan keimigrasian di Indonesia.
MAMM pertama kali datang ke Indonesia pada April 2022 dan tinggal di Jakarta dengan visa wisata untuk menikah dengan kekasihnya seorang WNI.
Hanya saja, MAMM didapati melampaui batas waktu tinggalnya sejak 5 Agustus 2022 tanpa memperpanjang izin tinggal atau melaporkan dirinya ke pihak Imigrasi.
Setelah beberapa bulan mengalami kesulitan keuangan, MAMM mengaku tidak bisa membayar denda overstay dan biaya pembuatan KITAS, sehingga ia tidak dapat memperpanjang izin tinggalnya. Ia juga merasa takut dilaporkan dan ditahan oleh pihak Imigrasi.
MAMM mengaku ia telah ditipu oleh agen perjalanan setelah membayar uang sebesar 25 juta rupiah untuk mengurus ITAS dan overstay-nya, namun agen tersebut hilang tanpa kabar.
853 hari berada di Indonesia tanpa izin tinggal yang sah dan berpisah dengan kekasihnya, MAMM akhirnya melaporkan diri ke Imigrasi Ngurah Rai dan dikenakan tindakan administratif berupa deportasi sesuai dengan ketentuan Pasal 78 Ayat (3) UU No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.
Ditambahkan Widiatmoko tindakan pendeportasian terhadap kedua WNA ini merupakan bagian dari upaya pengawasan yang lebih luas terhadap pelanggaran keimigrasian di Bali.
“Kami akan terus memperkuat pengawasan terhadap warga negara asing yang berada di Bali untuk memastikan mereka mematuhi semua peraturan yang berlaku,” ujar Albertus Widiatmoko .
HRC dan MAMM dipindahkan ke Rumah Detensi Imigrasi Denpasar untuk menunggu proses pendeportasian lebih lanjut.
Keduanya akhirnya diterbangkan ke negara asal masing-masing, untuk HRC menuju Schipol Amsterdam International Airport sedangkan MAMM dengan tujuan akhir Cairo International Airport melalui Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai dengan pengawalan ketat dari petugas Rudenim Denpasar.
Kakanwil Kemenkumham Bali, Pramella Yunidar Pasaribu, menegaskan bahwa pihaknya akan terus mengawasi keberadaan warga negara asing di Bali, khususnya yang terkait dengan pelanggaran keimigrasian.
“Kami berkomitmen untuk menjaga keamanan dan ketertiban di Bali, terutama dalam hal keberadaan WNA yang tidak mematuhi aturan keimigrasian. Tindakan tegas akan terus kami lakukan untuk memastikan Bali tetap aman dan nyaman bagi semua pihak,” ujar Pramella Yunidar Pasaribu.
Sebagaimana diatur dalam Pasal 102 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, penangkalan dapat diberlakukan hingga enam bulan dan diperpanjang, serta penangkalan seumur hidup dapat diterapkan bagi orang asing yang mengancam keamanan dan ketertiban umum.
Keputusan akhir mengenai penangkalan akan diputuskan oleh Direktorat Jenderal Imigrasi setelah mempertimbangkan aspek-aspek kasusnya,” tutup Pramella Yunidar Pasaribu. ***