Menurut Dosen Sosiologi UGM Ari Sujito, di masa depan, desa memiliki sumber daya yang cukup besar untuk mendukung kemandirian masyarakat. |
KabarNusa.com – Keberadaan fasilitator menjadi penting dalam upaya pemberdayaan masyarakat desa sehingga bisa mencapai kemandirian sebagaimana amanat UU Desa Nomor 6 Tahun 2014.
Menurut Dosen Sosiologi UGM Ari Sujito, di masa depan, desa memiliki sumber daya yang cukup besar untuk mendukung kemandirian masyarakat.
“Ke depan pendamping desa tetap diperlukan,” tegas Arie yang juga peneliti IRE Yogyakarta ini.
Hanya saja, diingatkan, mindset mereka harus diubah dari pendamping proyek menjadi pendamping masyarakat, dari fasilitator mekanik menjadi fasilitator organik.
“Kalau fasilitator masih mendominasi dan menempatkan masyarakat sebagai obyek, maka sejatinya ia tidak melakukan pemberdayaan, namun kolonisasi.” sebut dia.
Di pihak lain, ke depan desa akan semakin banyak mengelola dana -dana berasal dari tujuh sumber pendapatan yakni APBN, alokasi Dana Desa (ADD), bagi hasil, pajak dan retribusi, bantuan keuangan APBD Propinsi/Kab dan Kota, hibah dan lain-lain yang sah dan tidak mengikat.
“Jika digali dan dikelola dengan benar, desa bisa menerima lebih dari 2,5 Milyar,” sebut Direktur Dana Perimbangan Kementerian Keuangan RI Rukijo mengatakan hal itu, dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Ikatan Pelaku Pemberdayaan Masyarakat Indonesia (IPPMI) di Jakarta, baru baru ini.
Sayangnya, masyarakat seringkali hanya terfokus pada dana desa yang bersumber dari APBN saja.
Padahal penganggaran dana yang berasal dari APBN itu masih menyisakan berbagai ketidakpastian akibat data jumlah desa yang terus berubah.
“Data terakhir per 10 Desember adalah 74.045 desa,” ujarnya.
Selain itu, tidak mudah untuk menghitung alokasi dana per desa yang sering kali memancing ketidaksabaran.
Seperti diketahui, alokasi dana desa dihitung dengan mempertimbangkan jumlah penduduk desa, jumlah penduduk miskin, luas wilayah desa dan tingkat kesulitan geografis.
“Akibatnya angka yang dihasilkan bisa sangat beragam dan ini berpotensi pada konflik antar kepala desa,” sambungnya.
Di hadapan 200 fasilitator yang berasal dari 30 provinsi, Budiman Sujatmiko mengakui peran penting fasilitator pasca implementasi UU Desa,
Ia mengingatkan perlunya revolusi mental di kalangan para pendamping ini.
“UU Desa tidak hanya membawa sumber pendanaan pembangunan bagi desa, namun juga memberi lensa baru pada masyarakat untuk mentransformasi wajah desa. Fasilitator dibutuhkan untuk menjaga keseimbangan itu,” tukasnya. (nar)