IFS Dorong Percepatan Digitalisasi Industri Jasa keuangan dan Pemulihan ekonomi Nasional

Pentingnya  strategi atau aksi advokasi guna mempercepat digitalisasi pada industri jasa keuangan serta mendorong percepatan pemulihan ekonomi nasional menjadi penekanan dalam even Indonesia Fintech Summit (IFS) keempat di Bali.

12 November 2022, 07:55 WIB


Badung – Indonesia Fintech Summit (IFS) keempat di Bali menekankan pentingnya  strategi atau aksi advokasi guna mempercepat digitalisasi pada industri jasa keuangan serta mendorong percepatan pemulihan ekonomi nasional.

Even 4th Indonesia Fintech Summit (IFS) berlangsung pada 10-11 November 2022 di Kuta, Badung, Bali guna mmperingati Hari Fintech Nasional yang diperingati setiap 11 November.

Ajang ini sekaligus membuka rangkaian Bulan Fintech Nasional (BFN) 2022. Kegiatan digelar Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia (BI), Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH), dan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI).

Dalam kegiatan dua hari rangkaian kegiatan ini, para pendiri fintech lokal dan internasional, regulator, lembaga keuangan, investor, akademisi, dan pemangku kepentingan utama lainnya membahas topik industri dan peraturan terkini, mengembangkan jejaring.

Demikian juga, pertemuan merumuskan strategi atau aksi advokasi guna mempercepat digitalisasi pada industri jasa keuangan serta mendorong percepatan pemulihan ekonomi nasional.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI Airlangga Hartarto menyambut baik penyelenggaraan kegiatan 4th IFS yang menjadi bagian dari Bulan Fintech Nasional 2022.

Meski berada di tengah gejolak tantangan global, Airlangga menyebutkan, perekonomian Indonesia cukup resilient.

“Terbaru dalam kuartal ketiga tahun ini, pertumbuhan ekonomi Indonesia tumbuh di atas ekspektasi, yakni sebesar 5,72% (YoY) dengan tingkat inflasi yang terkendali sebesar 5,71% (YoY) pada bulan Oktober 2022 di tengah lonjakan inflasi di berbagai negara.

“Pertumbuhan tersebut juga seiring dengan perbaikan sektor jasa keuangan yang juga tumbuh konsisten dan stabilitas tetap terjaga,” ungkap Airlangga dalam pidatonya secara virtual pada hari kedua kegiatan 4th IFS.

Karenanya, Airlangga menyampaikan optimisme pemerintah dalam pemulihan perekonomian nasional yang akan terus berlanjut ke depannya.

Termasuk pertumbuhan ekonomi di atas 5% hingga Triwulan IV-2022. Ia menambahkan, sektor keuangan digital memiliki potensi yang sangat menjanjikan.

Dengan demikian, dibutuhkan kolaborasi para stakeholder, termasuk asosiasi sehingga beragam platform layanan keuangan digital semakin inklusif dan mampu menjangkau segenap lapisan masyarakat.

Melalui Menko Perekonomian, pemerintah bekerja sama dengan OJK dan BI akan terus mendukung kontribusi industri fintech terhadap penguatan ekonomi nasional.

Dalam pemulihan ekonomi secara nasional dan global, Indonesia menghadapi tantangan dari tingkat inflasi dunia yang lebih tinggi dari perkiraan. Berdasarkan Dana Moneter Internasional (IMF), pertumbuhan ekonomi global diperkirakan melambat, dari 6,1% pada 2021 menjadi 3,2% pada 2022.

Hasilnya, negara-negara di seluruh belahan dunia memprioritaskan upaya untuk “menjinakkan” inflasi.

Sejalan dengan hal tersebut, Menteri Keuangan RI Sri Mulyani mempertegas, masalah yang dihadapi oleh Indonesia adalah masalah yang juga dihadapi oleh seluruh negara secara global.

“Tidak ada negara yang dapat menyelesaikan hal ini sendirian. Indonesia sebagai anggota G20 merupakan salah satu negara dengan ekonomi terbesar, dan kita setidaknya punya sumber pertumbuhan ekonomi domestik. Sebagai negara yang besar, kita harus memastikan sumber ekonomi domestik harus dalam kondisi sehat dan baik utk menghadapi ketidakpastian eksternal.

Itulah (red: sumber pertumbuhan ekonomi domestik) yang menjadi jaminan pertama kita untuk terus berprogres.

“Kami ingin memastikan sumber domestik ini akan berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi,” tegas Sri Mulyani.

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Mahendra Siregar menyampaikan, layanan digital saat ini bergerak menuju konvergensi, seperti kehadiran multi apps atau super apps.

Tentunya hal ini tidak dapat dihindari. Di sisi lain, hal ini dapat menghadirkan tantangan tersendiri bagi regulator. Namun, paling tidak, saat ini kita merupakan salah satu negara di dunia yang memiliki koordinasi yang solid antara pemerintah dengan pemangku kepentingan lainnya dalam memfasilitasi perkembangan layanan keuangan digital sekaligus memperkuat integrasi antar pihak.”

“Bagi regulator, tantangan menghadapi kondisi global ada pada upaya dalam menyediakan kepastian hukum dan layanan yang terlegitimasi,” ungkap Mahendra Siregar.

Dalam hal ini tentu OJK membutuhkan proses, sehingga kita semua membutuhkan komunikasi yang baik, kolaborasi yang solid, serta membangun kepercayaan di antara semua pemangku kepentingan.

Kita harus memiliki pemahaman terhadap ekosistem, yang pada akhirnya akan berpengaruh pada bagaimana kita dapat menawarkan proposisi bisnis yang matang, namun tetap terbuka dengan solusi yang kreatif,” imbuhnya.

Deputi  Senior Bank Indonesia (BI), Destry Damayanti menyampaikan strategi BI dalam mengarahkan digitalisasi sistem pembayaran untuk mendukung ekonomi keuangan digital, yaitu melalui Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia (BSPI) 2025.

Blueprint tersebut memperkenalkan QRIS sejak 2019 untuk meningkatkan akses pembayaran kepada UMKM.

Kini QRIS telah semakin berkembang dengan perluasan target pengguna melalui kenaikan limit, dan implementasi QRIS lintas negara (cross border), dimana dalam waktu dekat akan terdapat penandatanganan MOU dengan 4 negara ASEAN untuk mendukungnya yang sekaligus merupakan aksi konkrit Presidensi G20 2022.

Tidak.hanya itu, terdapat  layanan BI-FAST pada lebih dari 77 bank peserta untuk memperkuat transaksi ritel. Selanjutnya, BI juga memperkuat infrastruktur sistem pembayaran dengan prinsip Integrated, Interoperable, dan Interconnected (3I). Sejalan dengan itu, BI melakukan reformasi regulasi yang lebih kuat dan berbasis prinsip dengan penyempurnaan pada sisi perizinan.”

Pada sesi breakout bertema Fintech Role in the Effort of Economic Resilience: Support Unbankable Startups and Build Credit Record to Unbanked MSMEs yang diadakan di hari kedua gelaran 4th IFS, Ketua Umum Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Adrian Gunadi kembali menekankan pentingnya pemanfaatan data, teknologi, dan kolaborasi antar pihak demi mengoptimalkan upaya menyediakan akses keuangan bagi para pelaku UMKM underbanked dan underserved.

“Karena memang itu yang kita lihat. Fintech lending tidak bisa sendiri. Kita harus bersinergi di dalam suatu collaborative ecosystem. Itu menjadi salah satu kunci dan sejalan juga dengan tema moving forward together yang menjadi tema utama di Indonesia Fintech Summit ini,” katanya.

AFPI yang menjadi co-host dalam penyelenggaraan 4th IFS juga berpartisipasi dengan mengadakan 2 sesi breakout yang membahas sejumlah isu di bidang fintech secara umum dan fintech lending secara khusus.
Bulan Fintech Nasional, Masyarakat Bisa Akses Edukasi, Promosi, dan Lowongan Pekerjaan selama Satu Bulan Penuh

Tidak berhenti pada rangkaian 4th IFS dua hari ini, BI, OJK, AFTECH, dan AFPI masih akan menghadirkan Bulan Fintech Nasional (BFN) yang digelar selama satu bulan penuh mulai dari 11 November 2022 hingga 12 Desember 2022 secara online.

Informasi terkait jadwal webinar, rangkaian program promosi serta insentif untuk menggunakan fintech dari lebih dari 70 penyelenggara fintech, dan kesempatan mengakses lebih dari 180 lowongan pekerjaan di industri fintech bisa diakses melalui www.fintechsummit.co.id.

Executive Director Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH) Mercy Simorangkir menyampaikan, meski kondisi global sedang sangat menantang dan beberapa negara menghadapi stagflasi perkembangan ekonomi.

Kondisi keuangan Indonesia masih tumbuh cukup baik dan terjaga, sehingga ini menjadi momentum baik bagi kita bersama untuk melanjutkan transformasi sektor keuangan ke arah yang lebih baik lagi.

Di Indonesia, jumlah masyarakat unbanked masih sangat banyak, sehingga fintech yang merupakan bagian dari ekosistem ekonomi digital memiliki potensi yang besar sebagai sumber pertumbuhan ekonomi baru dan dalam mendukung pemerataan ekonomi digital di Indonesia.”

Seiring dengan hal tersebut, di sisi masyarakat, pengetahuan dan pemahaman risiko dalam menggunakan fintech perlu ditingkatkan agar kepercayaan masyarakat terhadap fintech juga semakin meningkat.

Diharapkan, kegiatan ini dapat menjangkau semakin banyak masyarakat untuk melek fintech sekaligus hasil diskusi yang dilakukan dapat menjadi bagian dari advokasi industri kepada pemerintah, terutama menuju ASEAN Chairmanship 2023.

Sebagai penutup rangkaian 4th IFS,  Mercy Simorangkir menyampaikan apresiasi setinggi-tingginya bagi, pemerintah, jajaran kementerian, jajaran institusi, dan asosiasi industri lokal, organisasi internasional, serta mitra strategis yang mendukung terlaksananya rangkaian 4th IFS dan BFN 2022.

“Gelaran 4th IFS dan BFN menjadi bukti nyata kekuatan ekosistem keuangan digital Tanah Air dan dampaknya terhadap inklusi keuangan, pemulihan ekonomi nasional, sekaligus pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, sejalan dengan Tema Presidensi G20 ‘Recover Together, Recover Stronger’.” tutup Mercy. ****



Berita Lainnya

Terkini