Workshop jurnalis sekolah (Foto:KabarNusa) |
KabarNusa.com, Denpasar – Para siswa yang terjun dalam kegiatan jurnalistik memiliki peran penting dan efektif dalam mengkampanyekan pencegahan bahaya rokok sejak dini mulai lingkungan sekolah mereka.
Kaum remaja masih menjadi target bidikan industri rokok di Indonesia. Apalagi, jumlah perokok berusia anak-anak di Indonesia masih tinggi.
Sebagaimana dilansir Global Youth Tobacco Survey memperlihatkan 20 persen siswa SMP sudah merokok.
Jurnalis Majalah Tempo Bagja Hidayat saat memandu siswa bagaimana menulis isu bahaya rokok agar menarik perhatian anak muda.
Di hadapan, 24 peserta dari SLTA yang mengikuti workshop penulisan isu rokok bagi jurnalis sekolah pada Minggu 18 Mei lalu, Bagja memaparkan kiat-kiat menulis agar menarik minat pembaca.
Workshop digelar oleh Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Bali bekerja sama dengan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Denpasar.
Mereka akan membantu mengampanyekan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) dengan terlibat dalam lomba esai tentang upaya Bali mengimplementasikan Perda terkait ini.
Sebelumnya mereka mendiskusikan tantangan penerapan Perda ini dan upaya remaja untuk mencegah kecanduan rokok sejak dini.
Sementara I Made Kerta Duana dari Imu Kesehatan Masyarakat FK Universitas Udayana mengatakan prevalensi perokok di Indonesia masih tinggi.
Data Riset Kesehatan Dasar menunjukkan prosentase prevalensi perokok Indonesia secara berturut adalah 34,2% (2007), lalu 34,7% (2010), dan 36,3% (2013). Sementara penduduk yang terpapar asap rokok sekitar 76% pada 2010.
Di Bali prevalensi perokok di atas 15 tahun sekitar 63%. Menurut riset pada 2011, sebanyak 34% remaja di Kota Denpasar merokok.
“Dipicu keinginan untuk mencoba, tidak mau dibilang banci, dan alasan lainnya,” ujar Duana
Pembicara lainnyam Kabid Pencegahan Penanggulangan Penyakit Menular Dinas Kesehatan Bali Wira Sunetra menyebutkan, angka penyakit tak menular untuk gangguan saluran pernafasan masih tinggi.
Ia mengingatkan rokok bisa menjadi pemicu sejumlah penyakit akut seperti kanker paru-paru.
Perilaku merokok pada remaja umumnya semakin lama semakin meningkat sesuai dengan tahap perkembangannya yang ditandai dengan meningkatnya frekuensi dan intensitas merokok, dan sering mengakibatkan mereka mengalami ketergantungan nikotin.
Remaja yang sudah kecanduan merokok pada umumnya tidak dapat menahan keinginan untuk tidak merokok, mereka cenderung sensitif terhadap efek dari nikotin.
Dalam pengendalian konsumsi rokok, banyak daerah yang telah melakukan pengembangan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) sebagai salah satu upaya efektif dalam pengendalian konsumsi rokok dan melindungi perokok pasif dari bahaya asap rokok.
Sejak Tahun 2009 LPA bersama jaringan pengendalian tembakau di Bali ngkat propinsi maupun kabupaten telah melakukan advokasi dalam pembentukan Perda KTR,baik di tingkat kabupaten maupun tingkat provinsi sebagai dukungan dalam melindungi anak-anak dari dampak buruk rokok.
Banyak pandangan pesimis dari masyarakat tentang efektifitas PERDA KTR. Hal ini disebabkan karena tidak pahamnya masyarakat dengan aturan ini dan informasi yang salah yang mereka terima selama ini tentang rokok, bahaya dan aturannya.
“Jurnalis sekolah harus memiliki pemahaman lebih dini bahaya rokok dan kebijakan kawsan tanpa rokok agar bisa diketahui teman sebaya mereka,” tukas Ketua LPA Bali Ni Nyoman Masni. (gek)