Badung – Diperkirakan kesenjangan infrastruktur secara kumulatif akan mencapai USD10,6 triliun pada tahun 2040 di negara-negara G-20 dan USD15 triliun di seluruh dunia.
Chair Finance & Infrastructure Task Force atau CEO Indonesia Investment Authority (INA) Ridha Wirakusumah menyampaikan hal itu, pada forum dialog, B20-G20 Finance & Infrastructure Task B20-G20 Indonesia di Sofitel Bali Nusa Dua Beach Resort, Nusa Dua, Badung, Kamis (14/7/2022)
Pertemuan membahas pembiayaan berkelanjutan demi pemulihan global di Bali itu dihadiri Gubernur BI Perry Warjiyo, Managing Director of Development Policy and Partnerships World Bank Mari Elka Pangestu dan Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan RI Luky Alfirman, Chair of B20 Indonesia Shinta Kamdani serta Deputy Chair Finance & Infrastructure Task Force/Deputy CEO Indonesia Investment Authority (INA) Arief Budiman
Ridha Wirakusumah menambahkan, keadaan kesenjangan infrastruktur ini, lebih signifikan terlihat pada negara-negara berkembang, seperti Indonesia.
Selama 10 bulan ini, lanjut dia, gugus tugas Finance & Infrastructure yang terdiri dari 115 anggota dari 25 negara, merumuskan empat rekomendasi kebijakan yang didiskusikan bersama pada acara B20-G20 Dialogue.
Nantinya, rumusan final rekomendasi akan diajukan dalam KTT G-20.
“Kami kan dari bisnis, rekomendasi ini nanti diserahkan ke pemerintah, pemerintah yang akan melakukan aksi apakah di Bali atau Labuan Bajo, Jakarta, yang nanti akan menindaklanjuti dari kami, policy ke pemerintah kemudian pemerintah ke masing-masing ke negara lalu action,” imbuhnya.
Pihaknya berharap prosesnya transparan dan jika itu proyek nantinya harus jelas nilai imbal baliknya.
“Itu semua kami usulkan, yang nanti dijalankan tergantung pemerintah, harusnya bisa diterapkan,” sambungnya saat konferensi pers.
Dalam paparannya di forum dialog, Ridha Wirakusuma mengungkapkan ada empat rekomendasi yang dirumuskan pertama, meningkatkan akses ke sumber pembiayaan yang terjangkau dan sesuai.
Kedua, mendorong kolaborasi antar negara untuk mempercepat transisi yang adil menuju net-zero -yakni jumlah emisi karbon yang dilepaskan ke atmosfer, tidak melebihi jumlah emisi yang mampu diserap bumi.
Ketiga, mempercepat pengembangan dan adopsi infrastruktur digital dan cerdas serta yang keempat, memperbaiki regulasi jasa keuangan global untuk mencapai keseimbangan yang lebih baik antara pertumbuhan ekonomi, produktivitas dan stabilitas.
Rekomendasi keempat, dari gugus tugas Finance & Infrastructure berangkat dari fakta, saat ini masih terdapat sebuah kesenjangan infrastruktur, perbedaan yang signifikan antara perkiraan kebutuhan infrastruktur dan realisasi penyediaan infrastruktur.
Ia memambahkan, sebagian besar hal itu disebabkan kurangnya pendanaan pemerintah maupun ketidaktersediaan pembiayaan swasta untuk mengisi kesenjangan. Kesenjangan infrastruktur yang semakin besar diperparah kondisi pandemi Covid-19.
Forum dialog ini pada intinya pada sesi panel di mana Co-Chairs dari B20 Finance and Infrastructure Task Force, mewakili perusahaan multinasional terkemuka, bersama perwakilan pemerintah Indonesia, berbagi pemikiran mereka tentang sorotan utama dari setiap rekomendasi.
Mengusung tema “Building Coalitions to Enable Greener and Smarter Infrastructure Development at Scale”, forum juga menekankan pada pembiayaan berkelanjutan demi pemulihan global.
Pada kesempatan itu, Chair of B20 Indonesia Shinta Kamdani menambahkan, tujuan forum ini untuk mengkomunikasikan, mendiskusikan rekomendasi kebijakan yang dihasilkan B20 Finance & Satgas Infrastruktur serta bagaimana mengimplementasikan semua rekomendasi itu untuk menghasilkan dampak yang lebih besar.
Kata Shinta Kamdani, pandemi Covid-19 mempengaruhi investasi pemerintah dan sektor swasta untuk pengembangan infrastruktur sekaligus terhadap akses pembiayaan.
Karenanya, para pebisnis, menkeu dan gubernur bank sentral harus berkomitmen berkolaborasi mengupayakan peningkatan sumber pembiayaan infrastruktur dengan cara berkelanjutan, inklusif, mudah diakses dan terjangkau. ***