Koalisi Damai Desak Penerapan Moderasi Konten Digital Hadapi Disinformasi dan Ujaran Kebencian Pemilu 2024

Menghadapi serangan disinformasi dan ujaran kebencian menjelang Pemilu 2024 Koalisi Demokratisasi dan Moderasi Ruang Digital Indonesia (Damai) mendorong pemerintah dan platform digital menerapkan moderasi konten Digital.

17 Februari 2023, 09:54 WIB

Jakarta – Koalisi Demokratisasi dan Moderasi Ruang Digital Indonesia (Damai) mendorong pemerintah dan platform digital, termasuk media sosial menerapkan moderasi konten digital guna menghadapi serangan disinformasi dan ujaran kebencian menjelang Pemilu 2024.

Ketua Presidium Koalisi Damai Wijayanto menekankan hal tersebut pada diskusi Countering Hate Speech and Disinformation Online in the Context of the 2024 Elections: Challenges and Opportunitiesdi Jakarta Kamis 17 Februari 2023.

“Tentu dengan memperhatikan konteks lokal dan menghormati standar internasional tentang hak asasi manusia serta kebebasan berekspresi,” tandas Wijayanto.

Upaya ini penting dilakukan, untuk melawan disinformasi dan ujaran kebencian yang beredar di ranah digital, terutama memasuki tahun politik Pemilu 2024.

Karenanya, koalisi segera menyiapkan rekomendasi konkret menghadapi Pemilihan Umum 2024 ke depan untuk mendorong praktik moderasi konten yang merujuk pada hak asasi manusia.

Disampaikan Wijayanto, gberbagai negara, disinformasi dan misinformasi telah terbukti melahirkan polarisasi politik, mengancam perdamaian, dan bahkan dapat berujung pada kekerasan fisik yang nyata.

Guna memastikan ruang publik berisi informasi yang benar melalui praktik penyaringan atau moderasi konten adalah satu keharusan dengan tetap menghormati standar HAM dan kebebasan berekspresi serta memperhatikan konteks lokal.

Diskusi ini diselenggarakan Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) dengan dukungan program UNESCO-EU Project #SocialMedia4Peace dan diikuti 150 peserta daring dan luring.

Peserta diskusi merupakan wakil lembaga pemerintah, platform media sosial, masyarakat sipil dan media.

Narasumber lainnya Semuel Abrijani Pangerapan (Direktur Jenderal Aplikasi dan Informatika, Kementerian Komunikasi dan Teknologi Informasi), Danny Ardianto (Head of Government Affairs and Public Policy YouTube Indonesia), dan Ana Lomtadze (Head of Communication and Information Unit, UNESCO Jakarta)

Semuel Abrijani Pangerapan menyampaikan partisipasi masyarakat sipil dalam diskusi moderasi konten perlu terus ditingkatkan, mengingat saat ini moderasi konten masih menjadi tantangan pemerintah dalam menyelaraskan standar komunitas platform digital dan regulasi lokal.

“Algoritma moderasi konten harus memperhatikan konteks lokal,” imbuhnya setuju.

Pada kesempatan itu, Danny Ardianto selaku Head of Government Affairs and Public Policy YouTube Indonesia menambahkan sebagai salah satu platform digital, Youtube telah berupaya membatasi sebaran konten berbahaya karena menyadari sebaran masif disinformasi dan ujaran kebencian.

Hanya saja, diakuinya mengalami tantangan memahami konteks lokal dalam praktik moderasi konten.

Ada lima persen moderasi konten melibatkan human moderator, sedangkan 95 persen dilakukan oleh automatic flagging system karena begitu banyaknya konten yang diproduksi kreator setiap hari.

“Pada beberapa konten tidak bisa hanya bersandar pada mesin tapi perlu kombinasi dengan manusia,” tuturnya.

Sementara, Ana Lomtadze, mendorong praktik moderasi konten dapat dilakukan secara setara dan transparan antara regulator dan masyarakat sipil.

“Kami berharap platform digital setuju membuka ruang komunikasi langsung dengan koalisi masyarakat sipil agar dapat memberikan masukan praktik moderasi konten yang sesuai standar internasional,” tambahnya.

Diketahui, UNESCO dan EU Dukung Peluncuran Koalisi Demokratisasi dan Moderasi Ruang Digital Indonesia (Damai).

Sebelum diskusi berlangsung,12 organisasi masyarakat sipil meluncurkan Koalisi Damai, yaitu Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet), Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Jaringan Gusdurian, ICT Watch, Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Center for Digital Society (CfDS) Universitas Gajah Mada, ECPAT Indonesia, Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), Yayasan Tifa, Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo), Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES), dan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem). ***

Artikel Lainnya

Terkini