NUSA DUA – Lembaga-lembaga keuangan seperti perbankan diharapkan segera bisa mengimplementasikan regulasi dan standarisasi dalam suistainable finanace atau sistem keuangan yang berkelanjutan.
Dewan Komisaris OJK yang juga Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal Nurhaida menyatakan, selama dua hari dalam pertemuan Internasional Suistainable Finance Forum di Nusa Dua, mendiskuisika bagaimana suistainable banking network (SBN) dan rencana-rencana ke depannya.
“Masing-masing negara anggota International Finance Corporation (IFC), diminta memberikan masukanm sharing tentang apa apa yang dilakuan di negaranya, terkait keuangan yang berkelanjutan atau suistainable finance,” jelasnya Jumat (2/12/16).
Upaya meningkatkan pembangunan sistem keuangan berkelanjutan itu, dilakukan dengan banyak program termasuk OJK juga sudah memiliki roadmap keuangan yang berkelanjutan sejak tahun 2014. Salah satu program yang terus dikaji, terkait penerbitan green bond yang arahnya ke kapital market obilgasi yang memenuhi unsur-unsur lingkungan berkelanjutan.
“Ini sedang kita kaji, negara-negara lain sudah punya konsep dalam mengimplementasikan green bond, kita sedang mencoba mana yang cocok diterbitkan perusahaan-perusahaan di Indonesia,” sambungnya. Bagaimana dampak lingkungan atau dampak perusahaan-perusahaan yang akan melakukan go publik atau IPO.
Sejatinya, dalam ketentuan OJK terdapat kewajiban mencantumkan dampak lingkungan dan perusahaan harus mencantumkan itu saat penawaran umum perdana, waktu IPO,” imbuh Nurhaida. Kepedulian terhadap lingkungan, sebenarnya sudah lama menjadi perhatian terutama di pasar modal.
Ini sejalan dengan perkembangan tingkat global dan regional unuk lebih meningkatkan lagi. Bahkan telah ada kesepakatan di level internasinal untuk kemudian peduli meningkatkan kepedulian terhadap lingkungan.
“Dua bulan lalu dalam pertemuan komunitas market internasional, ada pembicara menyampaikan agar regulator pasar modal, dalam IFC Board Meeting, nanti akan menjadi kewajiban dan tingkat kepatuhan terhadap dampak lingkungan,” sambungnya.
Hanya saja, itu masih menjadi diskusi negara-negara anggota IFC, sebab biasanya jika ada ketentuan baru atau standar baru untuk negara-negara berkembang, bagi perusahaan-perusahaan itu, harus ada kajian investasi, sistem atau apapun bentuknya.
“Indonesia, diharapkan, harus siap dengan bentuk-bentuk baru itu, sejauh mana kita bisa mengatur pembiayaan yang disayararatkan, kita masih coba membuat peraturan saat ada obligasi surat utang agar dicantumkan proyek yang sustainable yang membantu meningkatkan lingkungan, mengurangi dampak kondisi pencemaran, polusi dan lainnya,” tutur Nurhaida.
Seberapa jauh pengaruh dalam menekan emisi terhadap pemanasan global misalnya, akan dilihat bagaimana regulasi mengatur pesryaratan global yang bisa dipenuhi dalam roadmap keuangan berkelanjutan.
“OJK Sejak tahun 2014, sudah ada road map itu, ya kita harapkan, tidak sebatas di atas kertas saja, harus ada implementasi ada tantangan, hingga kita coba lakukan, harus didukung perbankan, pasar modal, korporate non bank dalam lingkup pasar modal, bisa dibuat aturnannya, termasuk institusi keuangan non bank yang mengkover sektor-sektor irtu,” demikian Nurhaida. (rhm)