Sekda Bali Dewa Indra Ingatkan Perusahan Pers Jangan ‘Cengeng’ Tetap Hasilkan Karya Jurnalistik Berkualitas

Perusahaan media konvensional yang tergabung dalam wadah Serikat Perusahan Pers (SPS9i) diingatkan Sekda Provinsi Bali Dewa Made Indra agar tidak cengeng dan tetap menghasilkan karya jurnalistik berkualitas.

11 Agustus 2023, 07:08 WIB

Denpasar – Sekretaris Daerah Provinsi Bali Dewa Made Indra mengingatkan perusahaan media konvensional yang tergabung dalam wadah Serikat Perusahan Pers (SPS) tidak cengeng dan tetap menghasilkan karya jurnalistik berkualitas.

Hal itu ditegaskan Dewa Made Indra dalam menanggapi derasnya informasi atau ‘tsunami informasi’ yang tersebar melalui media sosial dan media digital lainnya, termasuk platform asing yang dikendalikan oleh AI (kecerdasan buatan).

Dewa Made Indra berharap, perusahaan pers yang mengelola media konvensional tak cengeng dalam menghadapi fenomena ini.

“Hadapi tantangan ini dengan beradaptasi, meningkatkan kolaborasi dan susun strategi bersama agar bisa tetap survive,” tandasnya saat Dialog Nasional Serikat Perusahan Pers (SPS) di Harris Hotel & Convention Denpasar, Kamis 10 Agustus 2023.

Namun dalam beradaptasi, pengelola media konvensional diingatkan tetap berpedoman pada kaidah jurnalistik sehingga tetap bisa menjadi media arus utama yang menyajikan karya jurnalistik berkualitas.

Sekretaris Daerah Provinsi Bali Dewa Made Indra mendorong perusahaan media konvensional yang tergabung dalam wadah Serikat Perusahan Pers (SPS) untuk meningkatkan kolaborasi dan sinergitas.

Acara dialog digelar serangkaian memperingati HUT ke-77 SPS ini mengusung tema “Transformasi Industri Media Untuk Bangkit Bersama”.

Mengawali paparannya, Sekda Dewa Indra mengutip teori dromologi hasil pemikiran filsuf Paul Virilio.

Secara sederhana, dromologi berarti semesta berpikir yang didasarkan pada prinsip kecepatan.

Menurut Dewa Indra, mengacu pada teori itu, saat ini dunia tengah dikuasai oleh fenomena kecepatan.

“Semua minta serba cepat, termasuk informasi. Kalau tidak cepat, seolah kita merasa akan ketinggalan,” ujarnya.

Hal itu kemudian memicu pertarungan realitas dan virtual. Jika dicermati, saat ini kehidupan post modern dikuasai kehendak virtual.

Ia lantas mencontohkan adanya kecenderungan mencitrakan diri sebagai orang kaya, baik hati, cantik dan rupawan di ruang virtual.

“Padahal secara aktual belum tentu demikian. Kita sering tertipu oleh hal-hal yang tersaji secara virtual,” imbuhnya.

Bertolak dari teori dromologi, ia berpendapat kalau fenomena kecepatan itu juga membawa implikasi pada dunia pers.

Kemunculan medsos dan media berplatform digital yang menawarkan kecepatan dalam penyebaran informasi menjadi tantangan yang harus dihadapi media konvensional seperti televisi dan surat kabar.

Masih dalam paparannya, Dewa Indra menyampaikan rasa optimis terhadap keberlanjutan media konvensional. Optimisme itu mengacu pada hasil riset Dewan Pers yang bekerjasama dengan Universitas Moestopo Beragama pada tahun 2019. Hasil riset menunjukkan bahwa tingkat kepercayaan masyarakat terhadap media konvensional lebih tinggi dibandingkan media siber. Berdasarkan hasil riset, tingkat ketidakpercayaan pada media siber tercatat sebesar 25 persen, sedangkan ketidakpercayaan kepada surat kabar harian 14 persen, surat kabar mingguan/tabloid/majalah berita 17 persen.

Menurutnya, tingkat kepercayaan masyarakat ini merupakan modal bagi media konvensional untuk tetap bertahan.

Apalagi, SPS yang mewadahi media konvensional telah memasuki usia 77 tahun. “Ini artinya, selama kurun waktu 77 tahun, SPS tetap eksis dengan beragam tantangan yang telah dihadapi,” pungkasnya.

Ketua Umum SPS Januar Primadi Ruswita menyampaikan l dalam 10 tahun belakangan media digital berkembang sangat pesat dan berimbas pada keberadaan media konvensional.

“Imbasnya sangat terasa, banyak yang terpaksa tutup karena tak mampu bertahan baik karena alasan ekonomi maupun kesulitan adaptasi teknologi,” ucapnya.

Dia mengajak perusahaan pers yang tergabung dalam wadah SPS mengubah model bisnis agar terhubung dalam ekosistem digital, namun tetap berada dalam koridor jurnalistik. “Beradaptasi bukan berarti kita mengikuti sepenuhnya pola platform media digital. Itu nanti akan menjadi ancaman bagi misi suci pers dalam membangun karakter bangsa,” ujarnya.

Januar menambahkan, dialog nasional serangkaian HUT ke-77 SPS menjadi momentum bertemu dengan berbagai pemangku kepentingan untuk membangun jalan bersama.

Ditambahkan SPS yang saat ini beranggotakan 538 perusahaan media akan terus menyerukan penyelamatan pers sebagai warisan bangsa, menjalankan fungsi yang baik dan bermakna.

Sementara Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu mengingatkan media konvensional mampu mengadopsi perkembangan teknologi agar bisa tetap bertahan.

“Media konvensional juga diingatkan agar tetap menjaga karya jurnalistik agar selalu kualitas,” tandasnya.

Menteri Komunikasi dan Informatika RI Budi Arie Setiadi yang menyampaikan paparan secara virtual menegaskan keberpihakan pemerintah terhadap perkembangan media konvensional.

Keberpihakan itu teraktualisasi dalam dua Rancangan Peraturan Presiden (Perpres), yakni Rancangan Perpres tentang Kerja Sama Perusahaan Platform Digital dengan Perusahaan Pers untuk Mendukung Jurnalisme Berkualitas serta Rancangan Perpres tentang Tanggung Jawab Perusahaan Platform Digital untuk Mendukung Jurnalisme Berkualitas.***

Berita Lainnya

Terkini