Jakarta – Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengenakan baju adat pria Tanimbar saat sidang tahunan MPR RI tak lain untuk mengangkat kebudayaan dan pakaian suku Tanimbar Maluku.
Menurut Deputi II Kepala Staf Kepresidenan, Abetnego Tarigan, pilihan Presiden Joko Widodo mengenakan baju adat pria Tanimbar memiliki semangat untuk mengangkat kebudayaan dan pakaian suku Tanimbar Maluku ke panggung tertinggi kenegaraan di Indonesia.
“Ini wujud dari semangat Presiden Jokowi untuk mengangkat pakaian adat Tanimbar dari daerah yang belum banyak diketahui masyarakat Indonesia,” kata Abetnego, di Jakarta, Rabu 16 Agustus 2023.
Diketahui, Presiden Jokowi tahun ini memilih mengenakan baju adat Tanimbar Maluku saat menghadiri Sidang Tahunan MPR RI serta Sidang Bersama DPR RI dan DPD tahun 2023, di gedung Nusantara kompleks Parlemen, Jakarta.
Baju adat pria Tanimbar sendiri terdiri atas celana panjang dan kemeja panjang. Kelengkapan adat meliputi umpan, yaitu selembar kain tenun yang dililitkan ke tubuh dan diikatkan di bahu atau pinggang.
Pada bagian kepala dikenakan hiasan dari bulu burung. Seperti burung cenderawasih atau kakatua .
Disebutkan Abetnego, pemilihan baju adat Tanimbar juga tidak terlepas dari kunjungan Presiden Jokowi, pada September 2022 lalu. Di mana Presiden mendapat sambutan luar biasa dari masyarakat. Terlebih, Presiden Jokowi merupakan Presiden kedua yang berkunjung ke Tanimbar.
“Masyarakat sangat antusias menyambut Presiden Jokowi, mengingat kunjungan terakhir Presiden ke Tanimbar adalah Presiden Soekarno pada tahun 1958,” jelas Abetnego Tarigan.
Filosofi di balik baju adat Tanimbar. Yakni berkaitan dengan identitas budaya, spiritualitas, dan nilai-nilai masyarakat Tanimbar.
Motif-motif pada baju adat Tanimbar, ujar Abetnego Tarigan, juga seringkali memiliki makna simbolis yang menggambarkan keseimbangan alam, hubungan antar manusia dan alam, serta nilai-nilai sosial dan spiritual.
Jadi, bukan sekedar pilihan pakaian, tapi juga pesan simbolis tentang persatuan, semangat kebangsaan.
“Dan pentingnya melestarikan warisan budaya Indonesia,” tutup Abetnego Tarigan. ***