BI Bali Ingatkan Gejolak Harga Cabai Telur hingga Canang Sari Menjelang Hari Raya

8 April 2021, 11:38 WIB
IMG 20210408 WA0043
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali, Trisno Nugroho selaku
Wakil Ketua TPID Provinsi Bali/Dok.BI Prov Bali.

Denpasar – Bank Indonesia meminta Tim Pengendalian Inflasi Daerah
(TPID) se Provinsi Bali lebih memperhatikan gejolak kenaikan harga sejumlah
komoditas seperti cabai telur canang sari menjelang datangnya hari raya
keagamaan seperi Galungan Kuningan hingga Idul Fitri.

Berkaitan itu, dilakukan High Level Meeting (HLM) Tim Pengendalian Inflasi
Daerah (TPID) Provinsi Bali.

Rapat dipimpin langsung Gubenur Bali, Dr. Ir.
Wayan Koster, MM. selaku Ketua TPID Provinsi Bali dan Kepala Perwakilan Bank
Indonesia Provinsi Bali, Trisno Nugroho selaku Wakil Ketua TPID Provinsi Bali.

Rapat diikuti oleh seluruh Kepala Daerah Kota dan Kabupaten se-Provinsi Bali,
serta seluruh anggota TPID Provinsi Bali, Rabu 7 April 2021.

Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali Trisno Nugroho menyebutkan,
inflasi Provinsi Bali tercatat sebesar 0,52% (mtm) atau 0,84% (yoy) pada Maret
2021. Secara spasial, inflasi bulanan Kota Denpasar dan Kabupaten Singaraja
masing-masing sebesar 0,47% dan 0,81%.

Dibandingkan kota/kabupaten lain di tingkat nasional, inflasi Kabupaten
Singaraja menduduki peringkat ke-4, sementara Kota Denpasar menempati urutan
ke-9. Berdasarkan jenis komoditas, cabai rawit dan daging ayam ras menjadi
penyumbang utama inflasi bulan Maret 2021.

Mengutip data pada Sistem Informasi Harga Komoditas Pangan (SIGAPURA), harga
cabai rawit yang sebelumnya sempat menyentuh harga Rp120.000/kg pada akhir
Maret 2021 saat ini sudah kembali di bawah Rp100.000/kg.

Namun demikian, beberapa komoditas terpantau mengalami lonjakan harga pada
awal April 2021, diantaranya daging babi, minyak goreng dan cabai merah.

Dalam rangka menyambut Hari Raya Galungan dan Kuningan pada bulan April 2021,
Bank Indonesia menekankan tiga komoditas yang perlu diperhatikan yakni cabai
merah, cabai rawit dan canang sari.

Sementara untuk menyambut periode puasa dan Lebaran, harga komoditas cabai
rawit, telur ayam ras, bawang merah, tongkol diawetkan dan cabai merah patut
diantisipasi.

Secara historis, seluruh komoditas tersebut sering mengalami kenaikan harga
pada hari raya Galungan, Kuningan dan Lebaran selama 3 (tiga) tahun terakhir.

Bank Indonesia juga mengingatkan adanya potensi kenaikan inflasi Provinsi Bali
tahun ini dibanding tahun sebelumnya yang didorong beberapa faktor yakni
meningkatnya aktivitas pariwisata pasca COVID-19, peningkatan daya beli
masyarakat, normalisasi harga tiket angkutan udara, peningkatan cukai rokok,
dan kenaikan biaya sekolah.

Bank Indonesia merekomendasikan sejumlah kebijakan pengendalian inflasi di
Provinsi Bali, pembentukan BUMD pangan untuk meningkatkan serapan produksi
pertanian dan meningkatkan kualitas produk lokal.

Kedua, memperluas cakupan pasar yang disurvei dalam rangka melengkapi data
harga bahan pangan di SIGAPURA.

Ketiga mendorong perluasan penggunaan CAS (Controlled Atmosphere Storage)
sebagai tempat penyimpanan surplus produksi, (4) menjalin kerja sama
perdagangan antar daerah, baik intra provinsi, maupun antar provinsi.

Kelima pemanfaatan aplikasi digital untuk mendorong kenaikan hasil produksi
dan kelancara distribusi, dan keenam edukasi kepada masyarakat untuk belanja
bijak dan pemanfaatan pekarangan untuk penanaman komoditas bahan pangan.

Gubernur Bali Wayan Koster menambahkan secara umum Provinsi Bali mengalami
surplus delapan komoditas bahan pangan, termasuk beras, bawang merah, cabai
besar, cabai rawit, daging sapi, daging ayam, telur ayam, dan daging babi.

“Artinya, produksi bahan pangan di Provinsi Bali mampu memenuhi kebutuhan
seluruh penduduk Bali. Namun demikian, Provinsi Bali masih mengalami defisit
untuk komoditas bawang putih,” katanya.

Sebagai langkah awal inisiasi kerja sama perdagangan antar daerah, Gubernur
Bali meminta untuk dilakukan pembentukan tim neraca pangan di tingkat
kota/kabupaten yang bertugas memetakan komoditas bahan pangan yang mengalami
surplus/defisit di masing-masing daerah.

Terakhir, kehadiran BUMD pangan dinilai semakin krusial terutama sebagai
penyangga stok bahan pangan terutama ketika harga sedang mengalami lonjakan.
(rhm)

Berita Lainnya

Terkini