Denpasar– Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati meminta produsen dan konsumen untuk mengurangi sampah makanan dalam mendukung pariwisata berkelanjutan.
Cok Ace mengungkapkan, mitigasi climates change dan pengelolaan food waste untuk mendukung pariwisata Berkelanjutan menjadi topik hangat di berbagai pertemuan dan seminar baik diinisiasi pemerintah maupun dunia usaha.
“Diperlukan upaya yang dilakukan bagi pengurangan food loss and food waste melibatkan berbagai pihak, mulai dari produsen sampai dengan konsumen,” tegas Cok Ac dalam acara Seminar Nasional Pertanian Berkelanjutan ke-2 dengan tema “Mitigasi Climates Change dan Pengelolaan Food Waste Untuk Mendukung Pariwisata Berkelanjutan.
Seminar, digelar Fakultas Pertanian dan Bisnis Universitas Mahasaraswati Denpasar, bertempat di Aula Kampus Mahasaraswati Denpasar, pada Kamis (17/11/2022).
Food Waste adalah sampah makanan di tingkat konsumen setelah proses distribusi.
Melansir data United Nation Environment Programme (UNEP) bahwa ada kurang lebih 1,3 miliyard ton Food Waste yang sebenarnya masih layak dikonsumsi, dimana 61% berasal dari rumah tangga, 26 % berasal dari layanan makanan, kafe dan 13 % berasal dari ritel.
“Masalah sampah makanan menjadi ironi dalam isu-isu ekonomi, sosial, dan lingkungan,” katanya mengingatkan.
Indonesia merupakan salah satu negara yang telah berkomitmen untuk mendukung pencapaian target Sustainable Development Goals (SDGs) Tahun 2030 (Poin ke-12).
Tarhet SDGs yakni pengurangan separuh Food Waste dan target pengurangan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sesuai Paris Agreement pada tahun 2030.
Komitmen tersebut ditunjukkan dengan mengarusutamakan tujuan, sasaran, dan indikator SDGs dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2020-2024.
Kemudian, menjadikan pmbangunan rendah Karbon (Low Carbon Development) menjadi salah satu program prioritas pada Prioritas Nasional 6 (membangun lingkungan hidup, meningkatkan ketahanan bencana, dan perubahan iklim).
Sesuai Data The Economist Intelligence, Indonesia termasuk penghasil sampah makanan ( Food Waste) sebanyak 300 Kg/Kapita/Tahun diurutan ke dua setelah Arab Saudi sebanyak 427 Kg/Kapita/Tahun.
Sedangkan berdasarkan data dari Bappenas terdapat Timbunan Food Loss/Waste (FLW) di Indonesia pada 2000-2019 sebanyak 23-48 Juta Ton/Th atau 115-184 per kapita/th.
Volume sampah dan komposisi sampah yang di produksi di Bali sebesar 60 % adalah sampah organik yang sebagian bersumber dari sisa makanan.
Gambaran fakta pola konsumsi pangan oleh masyarakat yang boros terhadap pangan. Sesuai de kajian FLW 2021, nasi adalah jenis sisa makanan terbuang yang paling rutin dilaporkan.
Rata-rata dalam 4 dari 7 hari ada nasi yang terbuang sebanyak ½–8 sendok makan.
Umumnya sisa nasi ini berasal dari proses penyimpanan dalam magic com yang memang cenderung membuat nasi di dinding wadah lebih cepat mengering.
Olahan sayuran ada di posisi kedua yang paling sering terbuang karena urusan penyimpanan menjadi salah satu permasalahan.
Dampak negatif dari FLW terhadap Climate Chgange yaitu, FLW berkontribusi dalam peningkatan emisi gas CO2 akibat penumpukan limbah makanan di TPA (Tempat Pembuangan Akhir) yang merupakan salah satu penyebab terjadinya global warming.
Sebagian besar emisi gas yang dihasilkan berbentuk gas metana, yang potensinya 25 kali lebih tinggi daripada karbon dioksida dalam meningkatkan pemanasan global.
Zat organik dalam sampah makanan yang tidak diolah dapat menyebabkan pencemaran lingkungan.
Diperlukan upaya yang dilakukan bagi pengurangan food loss and food waste melibatkan berbagai pihak, mulai dari produsen sampai dengan konsumen.
Melalui Seminar Nasional ini diharapkan memberi sumbangan baik pemikiran dan aksi terhadap upaya-upaya pengurangan food loss and food waste
Rektor Universitas Mahasaraswati Denpasar I Made Sukamerta, menyampaikan seminar dilatar belakangi isu global yang saat ini Isu ketahanan pangan global yang harus dicari solusi bersama.***