Pro Kontra Reklamasi Teluk Benoa Kembali Memanas

14 April 2014, 19:23 WIB
Suasana diskusi revitalisasi Teluk Benoa di Bappeda Bali memanas (Foto:KabarNusa)

KabarNusa.com, Denpasar – Dua kubu yang berbeda terlibat ketegangan sata diskusi publik terkait revitaliasi Teluk Benoa, Badung yang digelar di Kantor  Bappeda Bali, Renon, Denpasar.
 

Semula, jalannya diskusi berlangsung lancar ketika para pembicara dari Deputi Kemenko Perekonomian dan Tim Ahli dari IPB menyampaikan pandangannya terkait kebijakan pemerintah dan kajian akademisi dalam revitalisasi Teluk Benoa.

Diskusi berlangsung mulai memanas ketika memasuki sesi tanya jawab di mana kedua kubu yang mendukung reklamasi dan yang menolak reklamasi Teluk Benoa menyampaikan pandangannya. Hadir berbagai unsur mewakili tokoh masyarakat, pemerintahan, LSM, akademisi dan elemen masyarakat lainnya.

“Kami warga Teluk Benoa mempertanyakan dalam pembahasan diskusi publik soal revitalisasi  Kok kami tidak pernah dilibatkan,“ kata  Kadek Duarsa Humas Gerakan Masyarakat Tolak Reklamasi Senin (14/4/2014).

Duarsa meminta penjelasan Profesor Dietrich Pingin, guru besar IPB tentang manfaat secara sosial dan budaya dari revitalisasi Teluk Benoa.

“Kami ingin penjelasan yang tepat dan terbuka di mana kesejahteraan tu kami dapatkan,“ tegas Ketua Lembaga pemberdayaan masyarakat kelurahan Tanjung Benoa itu.

Dalam diskusi yang dipandu Sekda Provinsi Bali Cok Pemayun, Duarsa juga meminta Lanang Sudira peserta diskusi lainnya, agar tidak mengklaim  mengatasnamakan masyarakat Tanjung Benoa dengan mendukung reklamasi.

Terlebih, pada rapat paruman banjar, telah disepakati para klian banjar dan tokoh masyarakat lainnya, untuk menolak reklamasi Teluk Benoa.

Lontaran Duarsa itu, langsung menyulut emosi tokoh masyarakat Tanjung Benoa lainnya Ketut Sukada yang mendukung reklamasi.

Sukada menuding kesepakatan itu direkayasa dan bukan mencerminkan aspirasi warga.

Sembari bersuara lantang,dia balik mempertanyakan legitimasi posisi Duarsa dan menuding  orang yang tdak paham masalah.

“Kamu anak kemarin sore baru pulang ke kampung, tau masalah apa,“ ucapnya sengit. Suasana memanas karena keduanya terus melontarkan kecaman satu sama lainnya sehingga memancing peserta lainnya terlibat kegaduhan.

Melihat suasana semakin memanas, Sekda Cok Pemayun langsung meminta peserta tenang dan berfikir dengan kepala  dingin, jangan membuat kegaduhan.

“Ini hari baik (bulan purnama) malu kita sebagai orang Bali bisanya ribut, kita di sini mencari masukan untuk perbaikan bukan membuat keributan“ tandasnya.

Dalam kesempatan itu, guru besar IPB Prof  Dietrich Pingin mengungkapkan, Pulau Pudut telah menghadapi persoalan besar yakni pendangkalan yang diakibatkan abrasi.

Guna mengatasi masalah itu, maka revitalisasi kawasan menjadi pilihan rasionalnya namun itu menuntut persyaratan ketat.

Kata dia, revitalisasi dilakukan dengan syarat mengkombinasikan aspek teknis, lingkungan, sosial budaya dan ekonomi.

“Prioritasnya harus memperhatikan  aspek libgkungan dan sosial budaya“ imbuhnya. Baru kemudian memperhitungkan aspek teknis dan ekonominya“ paparnya.

Pendangkalan di kawasan itu bisa direvitalisasi sehingga bisa lebih baik lagi dan memberi manfaat. masyarakat agar bisa lebih berkembang.

Berdasar studi dilakukan, kawasan yang bisa dilakukan revitalisasi sebanyak 700 Hektar baik untuk pembuatan alur maupun penyangga untuk mencegah masuknya sampah.

Dari 700 hektar itu, tidak bisa dimanfaatkan semuanya, harus ada kawasan yang dibiarkan untuk ruang terbka hijau dan alur dalam yang  maksimal 40 persen. Sisanya, atau sekira  60 persen baru untuk dimanfaatkan. (kto)

Berita Lainnya

Terkini