Denpasar- Ketua TP PKK Provinsi Bali Putri Suastini Koster menekankan pentingnya penanggulangan penyakit rabies berbasis keluarga.
Hal itu disampaikan saat tampil sebagai narasumber pada dialog “Penangulangan Rabies Berbasis Keluarga” secara LIVE di RRI Denpasar, Kamis (26/1/2023).
Selain Ketua Tim Penggerak PKK Provinsi Bali, hadir dua pembicara lainnya, yakni Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali dr. Nyoman Gede Anom dan Kadis Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali I Wayan Sunada.
Putri Koster menyampaikan penangulangan rabies menjadi atensi TP PKK Bali karena organisasi ini merupakan partner pemerintah dalam menyukseskan berbagai program pembangunan. “Program penanggulangan rabies terkait erat dengan kesehatan keluarga yang masuk dalam program pokok PKK,” katanya.
Lanjutnya, hal ini sangat terkait dengan gerakan PKK. Karena seperti yang kita ketahui, rabies menjadi ancaman serius bagi kesehatan keluarga dalam lingkungan. Diketahui, rabies muncul sejak tahun 2008, dan hingga saat ini penyakit yang menular melalui hewan berdarah panas seperti anjing, kucing dan kera tersebut masih menghantui masyarakat Bali.
Untuk itu perlu adanya satu sistem seperti yang dilakukan pemerintah dalam penanganan pandemi Covid-19. Bali menjadi daerah yang terbaik dalam penanganan Covid-19 dan mendapat apresiasi pemerintah pusat.
“Saya berharap penanganan rabies juga memiliki tata cara dan pola yang hampir serupa, sehingga rabies tidak lagi menjadi momok yang nantinya secara tidak langsung akan mempengaruhi tingkat wisatawan,” ungkapnya.
Satu hal yang bisa diadopsi dari sistem penanganan Covid-19 adalah peran aktif desa adat dan desa dinas sekaligus masyarakat itu sendiri. Perlu dibuat sistem berbasis desa adat yang mensinergikan semua kekuatan, mulai dari desa adat, desa dinas termasuk masyarakat itu sendiri harus peka terhadap hewan pembawa rabies.
“Karena jika berjalan secara parsial, maka ini tidak akan tertangani dengan maksimal,” tegasnya.
Kata Putri Koster, penting bagi pemberdayaan keluarga dalam penanggulangan rabies. Keluarga sebagai basis terkecil dari masyarakat dan berinteraksi langsung dengan hewan peliharaan khususnya anjing, harus memiliki pemahaman yang baik terkait tata laksana pencegahan rabies.
“Edukasi harus terus kita lakukan dan kami dari PKK akan intens memberi sosialisasi yang berkaitan tersebut,” imbuhnya.
Tak lupa, masyarakat pecinta untuk rajin-rajin memperhatikan kesehatan hewan peliharaan dengan baik.
“jika kita senang dengan hewan peliharaan, maka jangan tampilan fisiknya saja yang diutamakan, namun lebih kepada kesehatannya juga harus diperhatikan agar bebas dari paparan rabies,” sarannya.
Diharapkakan,agar regulasi yang bekaitan dengan tata laksana masuknya anjing ras ke Bali diimplementasikan dengan baik. Dengan demikian, ia berharap Bali secepatnya bisa menjadi daerah yang bebas dari penyebaran rabies.
Kadis Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali I Wayan Sunada menjelaskan, rabies muncul pertama kali di Pecatu pada tahun 2008 dan dalam waktu singkat menyebar di seluruh Kabupaten/ Kota se-Bali.
Penyakit yang disebabkan virus lyssa ini menyerang hewan berdarah panas seperti anjing, kucing dan kera. “Tren saat ini, selain anjing, kucing dan kera, babi serta kambing juga bisa tertular virus rabies ini,” ujarnya.
Beberapa jenis hewan itu, anjing menjadi fokus perhatian dalam pengendalian rabies karena Bali memiliki populasi anjing terbanyak jika dibanding daerah lain di Indonesia. Saat ini, populasi anjing di Bali tercatat sebanyak 620 ribu ekor dan ironisnya sebagian masuk kategori anjing liar.
Ketersediaan vaksin saat ini mencapai 120 dosis, dan pada bulan Februari akan dipasok lagi sebanyak 30 ribu dosis. Jumlah itu sangat memadai untuk mengintensifkan gerakan vaksinasi,” terangnya. Dalam melakukan vaksinasi, pihaknya melibatkan desa adat dan desa dinas dengan membentuk Tim Siaga Rabies (TISIRA).
Guna mengurangi jumlah atau populasi anjing makan dapat dilakukan dengan cara mengebiri anjing jantan dan melakukan sterilisasi pada anjing betina. Ini merupakan langkah pengendalian populasi anjing sehingga jumlah anjing liar tidak semakin banyak. Dan lebih baik jika memelihara anjing untuk diikat atau di kerangkeng.
“Karena apabila ada anjing rabies (anjing gila) yang diliarkan atau dilepas maka akan membahayakan banyak orang, terlebih si anjing menggigit seseorang, maka hal pertama yang akan diserang selain fisik, virus rabies akan menyerang otak”, ungkapnya.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali dr. Nyoman Gede Anom dalam paparannya menjelaskan tentang tata laksana penanganan gigitan anjing pada manusia. ***