Urban Jakarta Watch Desak DPRD Panggil Walikota Se-Jakarta Terkait Fasum Fasos Bermasalah

31 Januari 2025, 12:57 WIB

Jakarta – Direktur Eksekutif Urban Jakarta Watch (UJW), Bobby Darmanto, mendesak DPRD DKI Jakarta untuk segera memanggil dan mengevaluasi para walikota se-Jakarta yang dinilai tidak serius dalam menertibkan pengembang nakal yang belum menyerahkan kewajiban fasilitas umum (fasum) dan fasilitas sosial (fasos) kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

“Pembiaran terhadap pengembang yang tidak memenuhi kewajiban ini dapat berdampak serius pada ketaatan hukum dan mencoreng citra tata kelola Jakarta sebagai ibu kota negara”, ujar Bobby dalam keterangannya.

Ia menegaskan, sudah berulang kali Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI maupun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan Pemprov DKI untuk segera menertibkan kewajiban fasum dan fasos dari para pengembang.

“Rralitasnya, hingga kini masih banyak kasus di mana pengembang besar mengabaikan kewajibannya tanpa konsekuensi tegas dari pemerintah daerah,” ujarnya.

Menurut kajian UJW, persoalan ini tidak hanya sebatas ketertiban administrasi yang buruk, tetapi juga mengindikasikan adanya dugaan kongkalikong antara birokrasi dengan korporasi, terutama para pengembang nakal.

“Lemahnya pengawasan dari pemerintah daerah justru membuka ruang bagi praktik penyimpangan yang merugikan kepentingan publik”, katanya.

Lanjutnya, jika ini hanya soal administrasi, seharusnya ada solusi cepat untuk menyelesaikannya. Namun, faktanya, pengembang yang tidak menyerahkan fasum dan fasos terus dibiarkan bertahun-tahun.

“Persoalan ini mengindikasikan ada kepentingan tertentu yang bermain di baliknya. Jangan sampai Jakarta menjadi kota yang tunduk kepada kepentingan korporasi dan bukan kepentingan rakyatnya,” tegas Bobby.

Lebih lanjut, ia mengingatkan bahwa akibat dari kelalaian ini, warga Jakarta yang paling dirugikan.

“Kota yang semakin padat dan sumpek menjadi salah satu dampaknya. Minimnya fasum dan fasos, seperti ruang terbuka hijau, jalan, serta sarana publik lainnya, memperburuk kualitas hidup warga”, tandasnya.

Menurutnya, pengembang yang tidak menyerahkan kewajiban fasum fasos justru berkontribusi pada penurunan kualitas tata kota Jakarta.

“Pengembang nakal hanya memperburuk tata kota Jakarta, mereka hanya mementingkan ekonomi saja, sehingga memperparah kualitas hidup dan tata kota di Jakarta”, katanya.

Bobby juga menyoroti kasus reklamasi teluk Jakarta yang pada akhirnya tetap dilanjutkan oleh para pengembang meskipun banyak pihak yang menuntut transparansi dalam prosesnya.

“Kita bisa lihat kasus reklamasi teluk Jakarta, pengembang bisa tetap melanjutkan proyeknya di PIK 1, tetapi pertanyaannya, di mana fasum dan fasos yang seharusnya disediakan untuk masyarakat? Hal yang sama terjadi di kawasan elit seperti Kelapa Gading, di mana warga mengeluhkan pengembang besar seperti Summarecon yang tidak menyerahkan fasum fasosnya meskipun sudah puluhan tahun membangun kawasan tersebut,” paparnya.

Ia menegaskan, secara hukum, kewajiban pengembang untuk menyerahkan fasum dan fasos kepada pemerintah daerah diatur dalam berbagai regulasi, termasuk UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang serta Peraturan Daerah DKI Jakarta yang mengatur mekanisme serah terima fasum fasos.

“Selain itu, dalam rekomendasi hasil audit BPK, berulang kali disoroti bahwa keterlambatan penyerahan fasum fasos dapat berdampak pada akuntabilitas keuangan daerah dan berpotensi menimbulkan kerugian negara”, tegasnya.

Ia pun mendesak DPRD DKI Jakarta yang tetap diam terhadap persoalan ini, maka mereka bisa dianggap abai terhadap fungsi pengawasannya.

“Sebagai wakil rakyat, mereka seharusnya bertindak tegas terhadap kepala daerah yang lalai dalam menegakkan aturan. Jika tidak ada langkah konkret, maka wajar jika masyarakat menduga ada kepentingan politik dan bisnis yang menghambat penertiban ini,” tambahnya.

UJW juga menekankan perlunya evaluasi menyeluruh yang harus segera dilakukan agar masalah ini tidak terus berlarut-larut. Bobby meminta DPRD untuk memanggil para walikota di Jakarta guna mempertanyakan sejauh mana langkah mereka dalam memastikan para pengembang memenuhi kewajibannya.

“Jakarta sebagai kota metropolitan seharusnya memiliki tata kelola yang lebih baik. Jika pemerintah daerah terus kalah terhadap pengembang nakal, maka Jakarta akan semakin tertinggal dalam aspek penataan kota yang berkelanjutan. Sudah saatnya ada tindakan tegas dan transparan dalam menyelesaikan masalah ini,” tutup Bobby.***

Berita Lainnya

Terkini