Denpasar – Kantor Wilayah (Kanwil) Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Bali menyita lahan milik seorang notaris di Kabupaten Buleleng terkait dugaan pidana pelanggaran perpajakan selama kurun waktu empat tahun
KNS seorang notaris yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Singaraja diduga kuat telah melakukan tindak pidana di bidang perpajakan berupa dengan sengaja tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan atau SPT Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi.
“Untuk tahun pajak Januari 2013, 2014, 2015, dan 2016,” ujar Anggrah Warsono dari keterangan tertulis Jumat (4/11/2022).
Penyitaan aset milik tersangka KNS berupa satu bidang tanah yang terletak di Desa Panji Anom, Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali seluas 1.000 m2 beserta sertifikat hak milik atas tanah tersebut.
Pihaknya telah menyerahkan tersangka KNS beserta barang bukti kasus tindak pidana perpajakan kepada Kejaksaan Negeri (Kejari) Singaraja di Kantor Kejari Singaraja, Jl. Dewi Sartika No.23, Kaliuntu, Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng, Bali pada Kamis 3 November 2022.
Penyerahan dilakukan setelah berkas perkara dinyatakan lengkap pada 28 September 2022.
Anggrah menyampaikan, tersangka KNS tersebut melanggar Pasal 39 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
Ketentuan itu sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan sehingga menimbulkan kerugian pada pendapatan negara sekurang-kurangnya sebesar Rp.728 juta.
Penyitaan ini dilakukan dalam rangka pemulihan kerugian pada pendapatan negara yang timbul sebagai akibat tindak pidana perpajakan yang dilakukan KNS.
Penyitaan dilakukan Tim Penyidik PNS Kanwil DJP Bali dengan didampingi Tim Korwas PPNS Polda Bali, Kamis tanggal 14 Juli 2022 berdasarkan Surat Izin Penetapan dari Pengadilan Negeri Singaraja Nomor 124/Pen.Pid/2022/PN Sgr tanggal 28 Juni 2022.
Atas perbuatannya tersebut KNS terancam pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang.
Namun demikian, untuk kepentingan penerimaan negara sesuai Pasal 44B (1) UU KUP, atas permintaan Menteri Keuangan, Jaksa Agung dapat menghentikan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan paling lama dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal surat permintaan.
Penghentian penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan sebagaimana dimaksud di atas hanya dilakukan setelah KNS melunasi utang pajak yang tidak atau kurang dibayar atau yang tidak seharusnya dikembalikan dan ditambah dengan sanksi administrasi berupa denda sebesar 3 (tiga) kali jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar.
Dalam melakukan penanganan perkara pidana pajak, Kanwil DJP Bali selalu mengedepankan asas ultimum remedium.
Sebelumnya Kanwil DJP Bali melalui KPP Pratama Singaraja menyampaikan himbauan pada KNS terkait pelaporan kewajiban perpajakannya.
Selama proses pemeriksaan bukti permulaan (penyelidikan), KNS juga telah diberikan hak untuk melakukan pengungkapan ketidakbenaran perbuatan sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (3) UU KUP jo UU HPP namun sampai dengan dilakukan proses penyidikan serta pelaksanaan penyerahan tersangka dan barang bukti (P-22), KNS diketahui tidak melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan baik dan benar.
Anggrah mengharapkan dengan adanya proses penegakan hukum ini dapat menimbulkan efek gentar (deterrent effect) terhadap wajib pajak lainnya agar senantiasa melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai ketentuan. ***